Skip to main content

Tanaman Sarang Semut Bisa Bunuh Sel Kanker Payudara

JOGJA -Tanaman sarang semut (myrmecodia peden) banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pengobatan. Tanaman epifit yang banyak dijumpai di Papua ini diyakini mampu mengatasi berbagai penyakit berat seperti kanker, diabetes, hipertensi, lever, asam urat, dan jantung.
Keyakinan terhadap khasiat tanaman ini makin diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan empat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke XIV di Universitas Hasanuddin, Makassar, 19-21 Juli. Mereka adalah Arius Suwondo, Prenali Satmika, Felicia Widya Putri, dan Marika Suwondo. Mereka memaparkan hasil penelitiannya dalam karya berjudul ’’Myrmecodia Peden: Alternatif Kemoterapi Kanker Payudara dengan Efek Samping Minimal’’. Karya ilmiah itu akhirnya menyabet medali emas dalam pimnas yang diikuti perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia tersebut. Dalam perhelatan bergengsi tersebut, UGM kembali menyabet gelar juara umum untuk kedua kalinya dengan sembilan emas.
Empat mahasiwa FK UGM tersebut mampu membuktikan bahwa tanaman sarang semut bisa menghambat bahkan membunuh sel kanker terutama kanker payudara. ’’Selama ini pengobatan kanker adalah dengan kemoterapi dan banyak yang drop out, berhenti dari terapi. Oleh karena itu, kami ingin mencari alternatif dengan menggunakan obat herbal dengan efek samping minimal,” kata Arius, Selasa (26/7).
Penilitian yang dilakukan Arius dan kawan-kawan masih secara in vitro (skala laboratorium) belum diujikan pada hewan maupun manusia. Menurut Arius, hasil risetnya ini masih perlu dipertajam dengan penelitian lanjutan untuk diujicobakan pada hewan sebelum dicobakan ke manusia. Tetapi sejauh ini sudah banyak produk dalam bentuk serbuk sarang semut yang biasa dikonsumsi.
’’Tapi dengan hasil penelitian positif ini tidak memungkinkan untuk dikembangkan lagi menjadi obat pembunuh kanker,” tuturnya.
Sarang semut diketahui mengandung flavanoid dan polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Selain itu, tanaman itu juga mengandung tokoferol dan alfa-tokoferol, zat dengan aktivitas anti-oksidan tinggi yang mampu menghambat radikal bebas. ’’Kami menggunakan batang dari sarang semut yang bentuknya menggelembung, untuk diekstrasi,” tuturnya.


Arius mengatakan, dari hasil uji sitotoksik diketahui adanya aktivitas terhadap sel kanker setelah direaksikan dengan ekstrak sarang semut. Ekstrak sarang semut terbukti mampu menghambat bahkan membunuh sel kanker melalui mekanisme apoptosis yaitu mematikan sel kanker secara terprogram tanpa menimbulkan rasa sakit pada penderita.
’’Setelah melalui uji sitotoksis dapat terlihat tanaman ini mampu menghambat dan bahkan mematikan sel kanker dengan mekanisme apoptosis, tidak memecahkan sel yang menimbulkan peradangan yang bisa membahayakan kesehatan pasien,” urai mahasiswa angkatan 2007 tersebut.
Ditambahkan oleh Felicia Widyaputri, dengan dosis Inhibitory Consentration (IC) 50 sebesar 539,902 mikrogram/mililiter mampu menghambat hingga 50 persen pertumbuhan sel kanker. Saat dosis ekstrak sarang semut ditingkatkan dengan Effective Consentration (EC) 50 sebesar 1599,998 mikrogram/mililiter dapat membunuh sel kanker hingga 50 persen.
’’Ketika dosisnya meningkat maka proses apoptosisnya juga meningkat. Dengan EC 50 sebesar 1599,998 mikrogram/mililiter dapat membunuh sel kanker sampai angka 50 persen,” papar mahasiswi angkatan 2008 ini. (sit/ari)

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej