Skip to main content

Enam Cara Melembutkan Hati

Sering muncul dalam benak kita, “Ada apa dengan hatiku, kok sepertinya g` mempan nasihat? Mengapa belakangan ini, aku merasa jauh dari Allah, apa karena hati ini telah keras membatu, tertutup dari rahmat Allah? Oh Ya Allah!”



Beragam pertanyaan maupun pernyataan seperti itu kerap menyelimuti diri kita, bukan? Tak dipungkiri, hati kita bisa selembut sutera namun bisa pula mengeras dan membatu seperti batu besar di tengah sungai.



Kini, saatnya kita mengikuti dan mencucup obat pelembut hati berikut ini, seperti yang direkomendasikan oleh sebagian ulama.



Pertama, membaca al-Qur`an dan dzikrullah. Al-Qur`an dan berdzikir atau ingat pada Allah merupakan obat hati pertama yang paling mujarrab bagi hati yang beku. Dalam Al-Qur`an dan dzikir kepada Allah tersimpan segala obat semua penyakit dan penawar duka.



Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka; apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Qs. Al-Anfal : 02)



Suatu hari, datanglah seseorang kepada Rasulullah lalu berkata: “Aku ingin mengadu tentang keadaan hatiku.” Rasul berkata, “Bacalah Al-Qur`an, Allah berfirman: Al-Qur`an adalah obat dari penyakit yang ada dalam hati.”



Dalam ayat lain, Allah berfirman: “Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Qs. Al-Israa`: 82)



Ibnu Jauzi berkata mengenai kata ‘penawar’ pada ayat tersebut. Katanya, “Tentang penawar ini ada tiga pendapat: 1. Penawar dari kesesatan 2. Penawar dari penyakit 3. penawar berupa keterangan hukum-hukum dan kewajiban-kewajiban.



Kedua, merendahkan diri dan menangis di hadapan Allah. Obat kedua ini dapat kita lakukan dengan menghadirkan bayangan kematian yang akan datang tanpa permisi, mengingat dosa, membaca ayat-ayat Al-Qur`an yang berisi ancaman, dan membaca buku atau kitab yang mengupas masalah akhirat.



Ketiga, mengadiri majelis ilmu. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berjalan untuk mencari ilmu, Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Tumurdzi). Ilmu sangat penting bagi hati ini. Menurut sebagian ulama, jika hati tidak diisi ilmu selama tiga hari, hati itu akan mati.



Dengan menghadiri majelis ilmu, banyak pelajaran dan hikmah kaum shalihin yang bisa kita ambil. Ilmu adalah ibadah hati. Obat ketiga ini layak untuk ‘diminum’ dengan aktif menghadiri majelis-majelis ilmu yang mengajak kepada kebaikan, kebenaran, dan mengantarkan kita untuk lebih mengetahui tentang Islam dan Iman kepada Allah serta Rasul-Nya.



Keempat, mengasihi anak yatim. “Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya : “Sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi..” ([HR. Thabrani).



Seseorang yang mengasihi anak yatim berarti dia memposisikan hati dan dirinya sebagai ayah atau ibu atau saudara bagi mereka. Maka secara naluriah akan terhimpun rasa kasih sayang dan kelembutan hati di dalamnya. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa salah satu hikmah menyantuni dan mengasihi anak yatim adalah melembutkan hati. Dalam haditsnya Rasulullah bersabda, “Kasihilah yang ada di bumi maka yg dilangit akan mengasihimu.”



Kelima, mengingat mati. Diriwayatkan bahwa ketika sepertiga malam terakhir telah tiba, beliau berdiri dan berkata: “Wahai umat manusia, ingatlah Allah, ingatlah Allah, akan datang tiupan terompet kiamat diikuti oleh tiupan terompet kiamat berikutnya. Kematian pasti akan datang dengan menyimpan keadaaan di dalamnya.” (HR. Tumurdzi)



Dengan ingat mati, bukan saja hati menjadi lebih sensitive terhadap kemaksiatan. Lebih dari itu, ingat mati akan membawa pada zuhud kepada dunia, tidak berangan-angan panjang.



Sayidina Utsman bin Affan r.a. pernah melihat keranda jenazah lewat di hadapannya, lalu beliau menangis hingga jatuh pingsan. Setelah siuman, beliau berkata, “Kuburan adalah salah satu tingkatan di akhirat. Jika ia selamat, maka selanjutnya akan lebih mudah. Namun, jika ia celaka dalam kuburannya, maka tingkatan berikutnya akan jauh lebih sulit ia lalui.” Beliau juga berkata, “Tidak pernah aku melihat sebuah pemandangan yang lebih menakutkan selain kuburan.”



Keenam, berziarah kubur. Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Dahulu aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur namun sekarang lakukanlah sebab ia bisa membuat hati menjadi lembut, mata menangis, ingat akhirat, namun jangan ucapkan kata-kata yang tidak baik.”



Al-Munawi berkata, “Ziarah kubur adalah obat bagi yang merasa hatinya keras dan terkungkung dalam dosa.”



Ketahuilah, hati ini adalah raja seluruh anggota tubuh yang melekat. Baik-buruk dan naik-turunnya kualitas ibadah kita tergantung pada ‘raja’. Maka jadikan raja dalam diri kita ini bersemayam dengan sehat, tidak kekurangan bacaan Al-Qur`an, dzikrullah, majelis ilmu, ingat mati, dan ziarah kubur.

~~~~ Ali Akbar Bin Agil ~~~~~

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej