Unit Pengelola Keuangan (UPK) Mandiri di Kecamatan Talango, Pulau Poteran, dua tahun berturut-turut terpilih sebagai UPK terbaik di Kabupaten Sumenep. Kini, UPK Mandiri mengelola aset Rp 2 miliar lebih. Ini prestasi tersendiri karena 62 persen dari 8.475 KK penduduk kecamatan itu terkategori rumah tangga miskin.
Oleh Nani Mashita
UPK merupakan implementasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang kini berubah nama PNPM Mandiri Pedesaan. Umumnya UPK menempati kantor kecamatan. UPK Mandiri satu-satunya UPK di Kab Sumenep yang punya kantor sendiri, hasil hibah seorang anggota TNI. Kantor UPK yang beranggotakan 631 orang dan terbagi dalam 158 kelompok itu berada sekitar 5 km dari dermaga Pulau Poteran.
Seperti UPK lainnya, UPK Mandiri menawarkan bunga pinjaman yang sangat rendah membantu warga setempat untuk lepas dari jeratan rentenir. Kecamatan Talango di Pulau Puteran memiliki potensi ikan laut, rumput laut, semangka.
Sehari-hari, kantor UPK Mandiri dikendalikan oleh ketua UPK Rusdi (32). Ditemani seorang sekretaris dan seorang kasir, Rusdi tiap hari bekerja hingga pukul 16.00. Bapak satu anak itu adalah lulusan Universitas Raden Rahmat Malang jurusan Pendidikan Agama Islam pada 2008 (program universitas terbuka). Rusdi terpilih mengelola UPK ini sejak 2001 saat program PNPM masih disebut sebagai PPK.
Selain aktif sebagai ketua UPK, Rusdi juga aktif sebagai guru madrasah di rumahnya. “Saya waktu itu presentase bersaing dengan tujuh perwakilan calon ketua PPK dari 8 desa di Kecamatan Talango,” kisahnya ditemui Surabaya Post akhir September 2010.
Singkat cerita, dirinya akhirnya terpilih mengelola modal Rp 750 juta. Dana ini dikelola untuk membantu pembangunan infrastruktur dan simpan pinjam. Setelah beberapa tahun berjalan, UPK ini tak pernah mendapat laba besar dari kegiatan simpan pinjam. Bahkan, pada 2007 arus kas UPK sempat minus.
“Bingung juga karena saat itu banyak pengeluaran tak terduga dan tidak kami perhitungkan dengan cermat. Akhirnya kami mencoba menerapkan trik yang diberikan fasilitator kecamatan,” kata Rusdi.
Dia mengambil contoh, A dari kelompok X yang terdiri atas enam orang mengambil pinjaman ke UPK. Misalnya pinjamannya Rp 9,5 juta, maka A diminta mencicil Rp 934.100 per bulan. Angka itu meliputi Rp 791.700 cicilan pokok dan Rp 142.500 sebagai biaya jasa.
Setelah empat bulan, cicilan uang pokok yang dibayarkan A akhirnya digulirkan lagi (dipinjamkan) kepada anggota kelompok X lainnya. Misalnya B, dengan jumlah uang pokok yang sudah dibayar A. Cara ini terus digulirkan hingga seluruh anggota kelompok tersebut mendapatkan pinjaman. ‘‘Dari cara ini, kami bisa mendapat keuntungan sekitar Rp 25 juta per bulan bahkan bisa lebih,” katanya.
Pada Agustus 2010, diprediksi dana yang digulirkan mencapai Rp 371 juta. UPK ini mencatatkan surplus berjalan Rp 290 juta lebih dengan aset dana perguliran Rp 2,2 miliar lebih. Rusdi bahkan optimistis mematok perkembangan aset UPK menjadi Rp 3,272 miliar lebih. “Untuk pertumbuhan aset per Agustus sendiri sudah mencapai Rp 609,311 juta,” katanya bangga.
Demi menghindari kredit macet, Rusdi dan Murfaina rela turun dari kampung ke kampung untuk ’’menagih’’. Ada juga salah satu cara efektif agar proses pembayaran kredit menjadi mudah, yakni adanya ajang silaturahmi antar kelompok di kegiatan arisan. Arisan itu digelar tiap tanggal 20 dan 25 tiap bulannya. Jurus ini ternyata ampuh untuk menagih secara halus pada kelompok-kelompok yang ada. ’’Jadi enak, kalau ada tunggakan bisa langsung disampaikan disini. Karena malu tak mau diumumkan saat arisan, mereka jadi rajin bayar,” ungkap Murfaina.
Soal keamanan uang yang dibayarkan di UPK ini, Rusdi menjamin langsung disetorkan kepada bank milik negara. Kecuali hari libur atau ada ombak mengganggu pelayaran, Rusdi rela tiap siang hari menyeberang ke Pulau Madura demi menyimpan uang itu di bank. Dengan cara seperti ini, keamanan UPK lebih terjamin dan uang pun aman. “Jadi tak ada cash on hand lebih dari Rp 500 ribu,” tegasnya. *
Senin, 04/10/2010 | 12:56 WIB
www.surabayapost.co.id
Oleh Nani Mashita
UPK merupakan implementasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang kini berubah nama PNPM Mandiri Pedesaan. Umumnya UPK menempati kantor kecamatan. UPK Mandiri satu-satunya UPK di Kab Sumenep yang punya kantor sendiri, hasil hibah seorang anggota TNI. Kantor UPK yang beranggotakan 631 orang dan terbagi dalam 158 kelompok itu berada sekitar 5 km dari dermaga Pulau Poteran.
Seperti UPK lainnya, UPK Mandiri menawarkan bunga pinjaman yang sangat rendah membantu warga setempat untuk lepas dari jeratan rentenir. Kecamatan Talango di Pulau Puteran memiliki potensi ikan laut, rumput laut, semangka.
Sehari-hari, kantor UPK Mandiri dikendalikan oleh ketua UPK Rusdi (32). Ditemani seorang sekretaris dan seorang kasir, Rusdi tiap hari bekerja hingga pukul 16.00. Bapak satu anak itu adalah lulusan Universitas Raden Rahmat Malang jurusan Pendidikan Agama Islam pada 2008 (program universitas terbuka). Rusdi terpilih mengelola UPK ini sejak 2001 saat program PNPM masih disebut sebagai PPK.
Selain aktif sebagai ketua UPK, Rusdi juga aktif sebagai guru madrasah di rumahnya. “Saya waktu itu presentase bersaing dengan tujuh perwakilan calon ketua PPK dari 8 desa di Kecamatan Talango,” kisahnya ditemui Surabaya Post akhir September 2010.
Singkat cerita, dirinya akhirnya terpilih mengelola modal Rp 750 juta. Dana ini dikelola untuk membantu pembangunan infrastruktur dan simpan pinjam. Setelah beberapa tahun berjalan, UPK ini tak pernah mendapat laba besar dari kegiatan simpan pinjam. Bahkan, pada 2007 arus kas UPK sempat minus.
“Bingung juga karena saat itu banyak pengeluaran tak terduga dan tidak kami perhitungkan dengan cermat. Akhirnya kami mencoba menerapkan trik yang diberikan fasilitator kecamatan,” kata Rusdi.
Dia mengambil contoh, A dari kelompok X yang terdiri atas enam orang mengambil pinjaman ke UPK. Misalnya pinjamannya Rp 9,5 juta, maka A diminta mencicil Rp 934.100 per bulan. Angka itu meliputi Rp 791.700 cicilan pokok dan Rp 142.500 sebagai biaya jasa.
Setelah empat bulan, cicilan uang pokok yang dibayarkan A akhirnya digulirkan lagi (dipinjamkan) kepada anggota kelompok X lainnya. Misalnya B, dengan jumlah uang pokok yang sudah dibayar A. Cara ini terus digulirkan hingga seluruh anggota kelompok tersebut mendapatkan pinjaman. ‘‘Dari cara ini, kami bisa mendapat keuntungan sekitar Rp 25 juta per bulan bahkan bisa lebih,” katanya.
Pada Agustus 2010, diprediksi dana yang digulirkan mencapai Rp 371 juta. UPK ini mencatatkan surplus berjalan Rp 290 juta lebih dengan aset dana perguliran Rp 2,2 miliar lebih. Rusdi bahkan optimistis mematok perkembangan aset UPK menjadi Rp 3,272 miliar lebih. “Untuk pertumbuhan aset per Agustus sendiri sudah mencapai Rp 609,311 juta,” katanya bangga.
Demi menghindari kredit macet, Rusdi dan Murfaina rela turun dari kampung ke kampung untuk ’’menagih’’. Ada juga salah satu cara efektif agar proses pembayaran kredit menjadi mudah, yakni adanya ajang silaturahmi antar kelompok di kegiatan arisan. Arisan itu digelar tiap tanggal 20 dan 25 tiap bulannya. Jurus ini ternyata ampuh untuk menagih secara halus pada kelompok-kelompok yang ada. ’’Jadi enak, kalau ada tunggakan bisa langsung disampaikan disini. Karena malu tak mau diumumkan saat arisan, mereka jadi rajin bayar,” ungkap Murfaina.
Soal keamanan uang yang dibayarkan di UPK ini, Rusdi menjamin langsung disetorkan kepada bank milik negara. Kecuali hari libur atau ada ombak mengganggu pelayaran, Rusdi rela tiap siang hari menyeberang ke Pulau Madura demi menyimpan uang itu di bank. Dengan cara seperti ini, keamanan UPK lebih terjamin dan uang pun aman. “Jadi tak ada cash on hand lebih dari Rp 500 ribu,” tegasnya. *
Senin, 04/10/2010 | 12:56 WIB
www.surabayapost.co.id
Comments