Skip to main content

Golkar: Peran Parpol Terancam Tergusur FB-Twitter

Partai Golkar merayakan ulang tahun yang ke-46 pada Rabu (20/10) hari ini. Sebuah langkah tak lazim diambil partai berlambang Pohon Beringin itu dalam proses reinkarnasi menjadi partai modern yang relevan dengan tuntutan kondisi saat ini, yakni memosisikan diri sebagai mitra rakyat dengan slogan barunya Suara Rakyat Suara Golkar. Ketua DPD Partai Golkar Jatim, Martono memaparkannya alasan dan filosofi pilihan itu pada wartawan Surabaya Post Nani Mashita berikut ini.

Soal ulangtahun Golkar tahun ini, apa perbedaan yang dilakukan DPD Golkar Jatim dengan tahun sebelumnya?

Kita menempatkan even ultah sebagai media instropeksi untuk melihat ulang apakah yang dijalankan selama ini masih sesuai dengan jati diri dari Golkar dan sekaligus relevan untuk menjawab tantangan masa depan bangsa ini. Bentuk yang khas kita konkritkan untuk menandai ulang tahun dengan berupaya makin dekat dengan rakyat agar mereka bisa merasakan keberadaaan kami. Dalam akhir bulan ini, rapimda akan membahas hal-hal apa yang perlu didorong Golkar, yang diprioritaskan adalah yang mampu memberi dampak langsung pada masyarakat.

Bisa dijelaskan lebih konkrit prioritas itu?




Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang jadi fokus utama kita saat ini untuk level Jatim. Yang pertama adalah mendorong pemda melakukan percepatan terwujudnya Jalur Lintas Selatan. (JLS). Tentu mendorong ini sekaligus menggerakkan potensi Golkar baik di DPR RI maupun dimanapun untuk sungguh-sungguh menuntaskan proyek ini. Kita akan mendorong kekuatan Golkar untuk melakukan lobi dan mencari dana cepat agar JLS cepat terealisasi. Yang kedua adalah mendorong percepatan pelebaran jalan jalur poros Madura, mulai Bangkalan sampai Sumenep. Sekarang ini jalan itu kalau ada dua kontainer lewat tidak bisa, sehingga harus diperlebar. Belum lagi ada pasar tumpah. Ini adalah konsekuensi logis adanya Jembatan Suramadu sehingga pertumbuhan ekonomi harus ditopang dengan infrastruktur yang memadai. Yang ketiga, masalah keamanan. Konsep sejahtera bagi Golkar itu juga lahir batin, tidak hanya sekadar lahirnya saja. Nah rasa aman itu bagian dari kesejahteraan, aman dari terorisme maupun konflik sosial. Oleh karena itu, kita minta pemda berbuat sungguh-sungguh agar wilayah ini makin aman. Ujungnya masyarakat bisa melaksanakan aktivitas sosialnya secara aman.

Ada alasan khusus mengapa Golkar terutama Golkar Jatim mengambil fokus pada kesejahteraan?

Kita memang tidak menampik bahwa politik itu adalah untuk mencari kekuasaan. Memupuk, mencari dan merebut kekuasaan. Tetapi kali ini kita ingin menghadirkan Golkar kembali ke jati dirinya sebelumnya. Golkar itu kalau mau direnungkan awal kelahirannya kan kumpulan dari organisasi-organisasi mulai dari Kosgoro, MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong), atau Soksi (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia). Dari sini akhirnya dibentuk sekretariat bersama pada 1971. Sekber ini kan ide awalnya untuk memerangi kemiskinan yang kini jadi problem utama di Jatim. Golkar dibawah kepemimpinan Pak Ical (Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie) menegaskan Suara Rakyat Suara Golkar. Memang kedengarannya enak tetapi konsekuensinya sulit dan banyak mengabaikan kepentingan Golkar. Tapi kita harus mengkonkritkan semangat ini dalam langkah Golkar selanjutnya.

Maksudnya?

Semangat itu salah satunya berkaitan dengan pemilihan calon kepala daerah. Sebagai sebuah konsekuensi bahwa suara rakyat adalah suara Golkar, maka partai wajib mengakomodasi keinginan rakyat, siapa calon kepala daerah yang dikehendaki. Dengan sikap ini, bisa jadi orang-orang yang diusung jadi calon kepala daerah Golkar tak selama harus kader Golkar. Prinsipnya mereka yang diingini oleh rakyat, tentu akan kita dukung. Ini konsekuensi bahwa kita konsisten dengan suara rakyat adalah suara Golkar. Keputusan menjalankan Suara Rakyat Suara Golkar adalah langkah yang tidak populer di sebuah partai politik di Indonesia. Tapi itulah keputusan yang kami pilih.

Pilihan itu bukan tak mungkin memunculkan gejolak internal. Bagaimana meredam syahwat politik itu agar bisa dikendalikan?


Iya, benar dan gejolak itu pasti ada. Tetapi ini adalah sebuah konsekuensi dari sebuah perjuangan. Saya sendiri tidak akan ngotot untuk jadi calon gubernur misalnya, kalau ternyata rakyat tidak menginginkan saya memimpin Jatim. Ini bukan sikap otoriter pimpinan partai. Keputusan bahwa suara rakyat adalah suara Golkar sudah diputuskan dalam munas Golkar beberapa waktu lalu. Dan semua kader harus patuh pada keputusan bersama. Demokrasi itu sebenarnya paralel dengan hukum. Yang artinya segala sesuatu yang sudah disepakati dalam demokrasi itu sama dengan hukum yang harus dipatuhi. Dan semua harus menjalankan.

Pak Ical pada rakor 9 Oktober lalu melontarkan slogan Membangun Bangsa dari Desa. Bagaimana implementasi di Jatim mengingat 65% warganya adalah petani di pedesaan?

Dalam ulang tahun Golkar kali ini, Pak Ical bersama Titiek Soeharto secara khusus akan melakukan temu wicara dengan para petani, kemungkinan bertemu di Ponorogo, Trenggalek atau Pacitan. Selain itu, juga akan ada pertemuan antara nelayan dan petambak dengan kader terbaik kita yang jadi Menteri Kelautan Fadel Muhammad. Di sana, Golkar akan berbicara mengenai segala hal tentang pertanian dan nelayan, bahwa desa merupakan simbol kemakmuran rakyat karena itu harus diberi prioritas dalam pembangunan. Golkar selalu mendesak pada gubernur-gubernur yang diusungnya agar dalam penyusunan anggaran, pertanian mendapat prioritas utama. Di DPR, seluruh kader-kadernya sudah digerakkan untuk memprioritaskan anggaran-anggaran yang pro rakyat. Di Jatim, tentu saya sudah meminta hal sama kepada kader yang ada di DPRD Jatim. Selain di legislatif, Golkar juga meminta kepada kader untuk berbuat sesuatu kepada masyarakat yang ada didekatnya. Karena kalau di satu daerah ada kader Golkar, lalu ada kemiskinan lantas kita tidak berbuat apapun, itu salah. Kembali lagi bahwa politik Golkar tak lagi politik kekuasaan tetapi politik kesejahteraan. Target politik kita saat ini adalah memperjuangkan kepentingan publik lewat Golkar.

Kesejahteraan seperti apa yang ingin diperjuangkan Golkar?

Ada tiga hal yang jadi perhatian utama Golkar adalah masalah pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja. Di bidang pendidikan banyak anggaran yang selama ini bocor. Padahal menurut kami, pendidikan jadi kunci penting untuk pengentasan kemiskinan. Di bidang kesehatan sendiri gubernur harus mencari terobosan baru agar anggaran yang ada benar-benar tersalurkan pada yang berhak. Program pengentasan kemiskinan yang selama ini ada seperti P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) maupun Gerdu Taskin itu bagus, tapi yang bermasalah kan pelaksanaannya di lapangan yang kerap tak terkontrol. Oleh karena itu perlu ada kontrol dari publik untuk memastikan kebijakan anggaran tersalurkan seperti yang seharusnya.

Di bidang politik, dalam dua pilkada selanjutnya di Jatim apa target Golkar dan bagaimana kesiapan partai untuk menjadi pemenang dalam Pemilu 2014?

Kita masih belum ada target, berapa persen yang ingin kita raih masih belum ditetapkan . Yang jelas, saya berpendapat makin banyak calon bupati atau walikota yang diusung Golkar menang, semakin bagus. Dan jika menang fokusnya harus bekerja mewujudkan janji kampanyenya dulu. Ini perlu dilakukan karena peran parpol terancam digantikan oleh teknologi yang sekarang marak seperti jejaring sosial. Facebook dan Twitter. Kedua jejaring sosial itu bisa jadi penggerak massa, seperti kasus Prita dulu. Itu artinya kalau kita tidak berbuat secara riil di lapangan, jelas kita akan kalah. Peran parpol bisa digantikan oleh teknologi kalau kita tak memberi manfaat langsung ke masyarakat. Persoalan nanti apakah berdampak pada kemenangan Golkar dalam pemilu legislatif itu belakangan. Tetapi untuk dua pilkada yang tersisa, tentu saja target kita adalah menang dengan mengusung calon yang dikehendaki masyarakat.n


Rabu, 20/10/2010 | 09:51 WIB
www.surabayapost.co.id

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej