Skip to main content

Bisnis Mengirim Ikan Guppy, Terpaksa Membohongi Jasa Ekspedisi

Masuk ke rumah di kawasan Griyo Mapan Sentosa ini, langsung disambut dengan aneka peralatan merawat ikan hias. Termasuk sebuah tabung oksigen yang diletakkan di salah sudut tembok di teras itu. Di sebelahnya, berjajar sebuah wadah plastik berisi air.

NANI MASHITA

Di ruang tamu, jangan berharap menemukan sofa atau hiasan laiknya rumah biasa. Masuk ruang tamu disambut deretan akuarium mini berisi koleksi ikan hias guppy milik Eddy Tjahyono. Hobi sekaligus bisnis ikan akuarium terpopuler didunia itu memang menyulap rumah Eddy menjadi showroom sekaligus peternakan ikan guppy. Biasanya dikenal juga dengan ikan tarung. Di ruang tamu yang cukup luas itu berderet sepuluh rak empat tingkat. Di situ ikan kecil-kecil dengan warna mencolok dan ekor berumbai-rumbai menjadi hiasan menarik.

Tujuh rak diisi akuarium rendah berisi ikan guppy yang terdiri dari jantan, betina maupun anakan. Sedangkan tiga di antaranya terdiri dari akuarium yang berukuran lebih kecil dan dimanfaatkan sebagai display. ”Kalau mau lihat koleksi saya ya di sini ini,” kata Eddy Tjahyono saat ditemui di kediamannya, Selasa (13/4).

Ikan yang memiliki nama latin Poecilia reticulata ini merupakan salah satu spesies ikan hias air tawar yang paling populer. Sering disebut gupi dan dikenal juga sebagai millionfish. Eddy mulai mengenal hobi menguntungkan ini sejak 2007. Kala itu, alumnus Manajemen Pemasaran Universitas Widya Mandala tengah merugi akibat salah perhitungan dalam bisnis lobster air tawar. Dia pun tak ingin bisnisnya terhenti.

Pria yang bekerja di ERA Jatim ini menemukan ikan guppy untuk dicoba. Ikan yang diternakkannya jenis ekslusif. Tren ikan ini lebih stabil ketimbang ikan lohan atau lobster.

Awalnya, upayanya untuk beternak ikan guppy menemui kegagalan. Berkali-kali ikannya mati hingga empat bulan pertama. ”Saya sempat frustasi, untung waktu itu saya pakai ikan jenis galaxy yang harganya murah,” jelasnya. Kini mempunyai 40 jenis.

Untuk diketahui, ukuran ikan guppy cukup mungil sekitar 4 cm untuk betina. Indukan galaxy dijual Rp 50 ribu sepasang, platinum pastel dijual Rp 75 ribu per pasang, Rp 125 ribu untuk jenis full platinum. Yang paling mahal adalah blue moscow albino yang dijual oleh Eddy senilai Rp 350 ribu per pasangnya. Padahal ongkos produksinya tak lebih dari Rp 600 per pasang.

Meski harganya cukup tinggi, namun koleksi Eddy diburu pengoleksi mulai dari Jakarta, Medan, Palembang, Martapura, Balikpapan hingga Deli Serdang dan pedalaman Sintang, Kalimantan Barat. Syaratnya satu. Waktu pengiriman tak lebih dari satu minggu jika tak mau ikannya bermasalah bahkan mati.Tingginya harga yang dipatok Eddy tak lepas dari kualitas kemurnian yang dimiliki koleksinya. Dia mengaku mengimpor dari Thailand untuk indukan ikan koleksinya sehingga anakan yang dihasilkan menjadi ekslusif. ”Kolektor banyak yang mencari koleksi saya,” ujarnya bangga.

Mengawali bisnis yang dimulai sejak 2007 dengan modal Rp 2,5 juta, pria ini bisa menikmati fulus antara Rp 13 juta hingga Rp 15 juta per bulan. Rumahnya yang bertingkat dua dan luas dijadikan peternakan ikan guppy merupakan hasil jerih payahnya. Namun dengan makin banyaknya pebisnis ikan guppy, kini pendapatannya hanya Rp 6 juta per bulan.

Tapi, Eddy boleh berbangga karena dia menjadi satu dari tiga pemain besar di Indonesia di bisnis ikan guppy tersebut. Satu pebisnis berada di Jogjakarta dan satu lagi di Pasuruan. Eddy sebenarnya sudah mendapat pesanan dari luar negeri terkait dengan ikan koleksinya. ”Tapi birokrasinya rumit dan malah memberatkan,” keluhnya. ”Untuk pengiriman order di dalam negeri pun sulitnya minta ampun,” sambungnya.

Pasalnya, pemerintah menerapkan batas minimum ongkos kirim senilai Rp 200 ribu. Belum lagi biaya karantina sekitar Rp 30 ribu. Padahal harga ikan yang dibeli terkadang hanya dua-tiga pasang saja. Jika kolektor memilih membeli galaxy yang hanya Rp 50 ribu per pasang, tentu syarat birokrasi ini memberatkan.

Supaya bisnis berjalan dan kolektor senang, Eddy pun menggunakan langkah penyelamatan . Setelah menyimpan guppy dalam wadah yang aman, ditambahi dengan kerikil sebelum dibungkus di kardus. ”Dengan cara seperti ini, ekspedisi takkan curiga karena mengira barang yang dikirim adalah mainan. Memang ilegal tapi kami terpaksa melakukan hal itu karena birokrasinya berbelit,” tuturnya.

Yang menarik, Eddy tengah berambisi untuk menciptakan sebuah perpustakaan ikan guppy hidup di Indonesia. Niat ini didasari banyaknya ikan guppy yang tak lagi murni karena seringnya peternak Indonesia mengawin-silangkan guppy seenaknya. Jumlahnya di dunia ribuan namun di Indonesia jenisnya diperkirakan masih mencapai ratusan saja.

Diakuinya, untuk menyukseskan ambisinya tersebut membutuhkan modal cukup besar. Pasalnya, indukan yang dibeli dari Thailand harganya sekitar Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta per pasang.

Jika dijual di Indonesia, setelah diternakkan, harganya turun menjadi sepertiganya saja. Eddy mengatakan, memakai akuarium demi menjaga kualitas kemurnian koleksinya. ”Meski sedikit produksinya tapi kualitasnya bagus,” katanya setengah promosi.

Dia ketat dalam menyeleksi perkawinan ikan guppy agar berkualitas. Salah satu indikasi ikan guppy itu berkualitas untuk betina adalah tubuhnya besar dan tidak bengkok. Sedangkan untuk jantan, coraknya full di seluruh tubuh dan ekornya lebar. ”Mungkin peternakan saya bukan yang paling besar tapi nantinya akan yang paling lengkap,” ujarnya kelahiran 8 Maret 1979 itu.

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej