Skip to main content

Akademisi UGM hadiri upacara penyerahan hadiah Nobel Perdamaian

Dilansir dari lensaindonesia.com pada tanggal 6 Desember 2017

Editor : Nani Mashita

LENSAINDONESIA.COM: Dua orang akademisi dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fisipol UGM, Muhadi Sugiono dan Yunizar Adiputera akan menghadiri upacara penyerahan hadiah nobel 2017 di Oslo pada 10 Desember mendatang. Keduanya diundang mewakili Institute of International Studies Fisipol UGM yang menjadi mitra organisasi International Campaign to Abolish Nuclear Weapon (ICAN) yang tahun ini dianugerahi penghargaan nobel perdamaian.
Yunizar Adiputera mengatakan pemberian penghargaan hadiah nobel kepada ICAN sebagai momentum untuk menyadarkan masyarakat global tentang pentingnya isu perlucutan senjata nuklir di tengah ancaman adanya risiko perang nuklir di semenanjung Korea. “Nobel prize bukan hadiah untuk melihat bahwa ICAN sebagai sebuah organisasi namun sebagai momentum untuk peduli keberlangsungan hidup penduduk di muka bumi dari ancaman senjata nuklir,” kata Yunizar kepada wartawan, Rabu (6/12/2017).
Ia mengatakan situasi saat ini di semenanjung Korea beberapa negara dianggap masih menyimpan senjata nuklir, seperti Korea Utara dan Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki senjata nuklir. “Kita berada di situasi konflik ketika ada negara masih memiliki senjata nuklir. Ada risiko perang nuklir sehingga bisa membahayakan penduduk dunia,” katanya.
Soal penghargaan nobel perdamian kepada ICAN yang telah mengampanyekan isu perlucutan senjata nuklir sejak 2013 lalu, menurut Yunizar, pemberian penghargaan tersebut hasil capaian kemenangan bersama penduduk dunia tentang isu kemanusiaan dari perlucutan senjata nuklir. “Bagi kita, anugerah ini adalah kemenangan bersama, hasil jerih payah dari organisai mitra yang ada di seluruh dunia termasuk Indonesia,” ujarnya.
Undangan dari ICAN untuk menghadiri upacara penganugerahan tersebut merupakan bentuk apresiasi kepada masyarakat sipil dan organisasi non negara yang telah berjuang bersama-sama mendukung upaya pelarangan senjata nuklir. Di Indonesia, ICAN bermitra dengan Institute of International Studies (IIS), sebuah lembaga riset yang berdiri di bawah Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada. IIS UGM sebagai satu-satunya mitra resmi ICAN di Indonesia, mengemban misi untuk memastikan pemerintah Indonesia mendukung seluruh upaya perlucutan senjata nuklir.
“Kita tahu ICAN itu koalisi dari 100 negara dengan 400 lebih jaringan mitra dari seluruh dunia,” ujarnya.
Senada dengan itu, Muhadi Sugiono mengatakan posisi Indonesia tidak berkepentingan langsung dengan isu perlucutan senjata nuklir karena Indonesia tidak memiliki senjata nuklir. Namun, peran Indonesia sebagai negara anggota non blok dan memiliki pengaruh di kawasan Asia Tenggara dipandang sangat berpengaruh.
“Suara dari Indonesia dipandang penting dan sangat diharapkan. Tugas kami di situ, melobi pemerintah ketika itu termasuk pemerintah di kawasan Asia Tenggra. Bahkan, dalam pertemuan internasional dan sidang PBB, tidak hanya berurusan dengan utusan dari RI namun melakukan lobi dan dipomasi dengan utusan negara lain,” katanya.
Dikatakan Muhadi, kepemilikan senjata nuklir jika tidak dihentikan maka akan berdampak bagi penduduk di muka bumi karena partikel nuklir akan memengaruhi iklim dan lingkungan. “Apabila partikel nuklir sampai ke lapisan bumi akan mengancam penurunan kualitas udara dan suhu bumi,” katanya.
ICAN adalah koalisi kampanye global yang terdiri dari masyarakat sipil dan organisasi non-negara di lebih dari 100 negara. ICAN senantiasa memobilisasi masyarakat di seluruh dunia untuk dapat menginspirasi, mempersuasi, dan menekan pemerintah masing-masing agar mendukung upaya pelarangan senjata nuklir. Dalam upacara penyerahan, Penghargaan Nobel Perdamaian untuk ICAN akan diterima oleh Direktur ICAN, Beartice Fihn, didampingi oleh Setsuko Thurow, salah satu korban bom atom di Hiroshima. Hadiah disampaikan oleh Ketua Panitia Nobel Norwegia 2017, Berit Reiss-Andersen, dan disaksikan oleh Raja Norwegia Harald V.

https://www.lensaindonesia.com/2017/12/06/akademisi-ugm-hadiri-upacara-penyerahan-hadiah-nobel-perdamaian.html


http://hi.fisipol.ugm.ac.id/riset-iis/akademisi-ugm-hadiri-upacara-penyerahan-hadiah-nobel-perdamaian/

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej