Minggu, 27 Januari 2008, penguasa Orde Baru akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Perjuangan melawan sakit yang dideritanya diakhiri dengan gong malaikat pencabut nyawa.
Soeharto meninggal pukul 13.10 wib karena kegagalan multi organ. Begitu kira-kira kata dokter yang merawat Soeharto di RSPP sejak 4 Januari lalu.
Dan hebohlah Indonesia. The smiling general finally past away.
Indonesia lewat Presiden SBY menyatakan hari berkabung nasional selama tujuh hari, bendera setengah tiang dikibarkan dan diminta masyarakat mendoakan selama tujuh hari juga.
Pemakaman pun tak kalah hebohnya. Mulai dari persemayaman di rumah Jl. Cendana yang dipenuhi ratusan orang, dan ratusan pejabat bermobil mengkilap dan mulus. Belum lagi artis-artis yang banyak mengincar kejayaan dan popularitas Cendana, bergantian datang sesenggukan. Tak jelas siapa yang benar-benar sedih karena artis memang tugasnya akting seolah-olah kenal betul dengan Cendana.
Pelepasan jenasah pun dipimpin oleh Agung Laksono, Ketua DPR RI yang juga Ketua di Partai Golkar. Di Bandara Cengkareng, pelepasan jenasah dipimpin langsung Wapres RI dan juga Ketua Umum Partai Golkar. Di pemakaman keluarga Cendana, Astana Giri Bangun Karanganyar, prosesi pemakaman dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat Presiden RI yang tercinta.
Yang paling heboh...sangat heboh...jelas adalah pemberitaan di media televisi. Sejak masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), 4 Januari lalu, liputan di seputar sakitnya Soeharto tidak berhenti. Bahkan dalam satu minggu selalu ada live report, breaking news sampai jadi headline di seputar pemberitaan media televisi.
Begitu pula saat Soeharto akhirnya mati. Sampai saat ini, pemberitaannya tidak pernah berhenti.
Saya sampai muak melihat itu. Saya malas tonton acara berita di Lativi, Global TV, Trans TV dan Trans7. Jangan tanya isi berita SCTV, RCTI apalagi MetroTV.
Koran pun isinya sama saja. Meski mengambil angle berita yang berbeda, yakni mengingatkan pembaca jika Soeharto punya dosa pada negeri ini, tetap saja.
Malas saya membacanya.
Bukannya iri karena tidak bisa meliput kesana. Tapi apa benar, tidak ada liputan lain yang layak diberitakan?
Masih banyak sekolah yang roboh, daerah yang kelaparan, ribuan buruh yang di-PHK sepihak, atau berita tentang anak-anak yang diperdagangkan.
Aduh...please deh! Sudah cukupkan saja pemberitaan soal Soeharto. Cukup 4 hari selama sehari, memberitakan soal Soeharto. Termasuk di media online.
STOP!!!!
Photos by Google
Soeharto meninggal pukul 13.10 wib karena kegagalan multi organ. Begitu kira-kira kata dokter yang merawat Soeharto di RSPP sejak 4 Januari lalu.
Dan hebohlah Indonesia. The smiling general finally past away.
Indonesia lewat Presiden SBY menyatakan hari berkabung nasional selama tujuh hari, bendera setengah tiang dikibarkan dan diminta masyarakat mendoakan selama tujuh hari juga.
Pemakaman pun tak kalah hebohnya. Mulai dari persemayaman di rumah Jl. Cendana yang dipenuhi ratusan orang, dan ratusan pejabat bermobil mengkilap dan mulus. Belum lagi artis-artis yang banyak mengincar kejayaan dan popularitas Cendana, bergantian datang sesenggukan. Tak jelas siapa yang benar-benar sedih karena artis memang tugasnya akting seolah-olah kenal betul dengan Cendana.
Pelepasan jenasah pun dipimpin oleh Agung Laksono, Ketua DPR RI yang juga Ketua di Partai Golkar. Di Bandara Cengkareng, pelepasan jenasah dipimpin langsung Wapres RI dan juga Ketua Umum Partai Golkar. Di pemakaman keluarga Cendana, Astana Giri Bangun Karanganyar, prosesi pemakaman dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat Presiden RI yang tercinta.
Yang paling heboh...sangat heboh...jelas adalah pemberitaan di media televisi. Sejak masuk Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), 4 Januari lalu, liputan di seputar sakitnya Soeharto tidak berhenti. Bahkan dalam satu minggu selalu ada live report, breaking news sampai jadi headline di seputar pemberitaan media televisi.
Begitu pula saat Soeharto akhirnya mati. Sampai saat ini, pemberitaannya tidak pernah berhenti.
Saya sampai muak melihat itu. Saya malas tonton acara berita di Lativi, Global TV, Trans TV dan Trans7. Jangan tanya isi berita SCTV, RCTI apalagi MetroTV.
Koran pun isinya sama saja. Meski mengambil angle berita yang berbeda, yakni mengingatkan pembaca jika Soeharto punya dosa pada negeri ini, tetap saja.
Malas saya membacanya.
Bukannya iri karena tidak bisa meliput kesana. Tapi apa benar, tidak ada liputan lain yang layak diberitakan?
Masih banyak sekolah yang roboh, daerah yang kelaparan, ribuan buruh yang di-PHK sepihak, atau berita tentang anak-anak yang diperdagangkan.
Aduh...please deh! Sudah cukupkan saja pemberitaan soal Soeharto. Cukup 4 hari selama sehari, memberitakan soal Soeharto. Termasuk di media online.
STOP!!!!
Photos by Google
Comments