Skip to main content

Hotel Majapahit Mandarin Oriental Surabaya


Ini dia nih...hotel yang paling bersejarah dari kota Pahlawan.
Hotel Majapahit Mandarin Oriental atau yang dulu dikenal dengan Hotel Oranje (walau sekarang cat hotelnya bukan oranye).

Tempat ini juga masih jadi favorit untuk dijadikan objek foto...salah satunya saya dengan sahabat saya, Irawulan. Xixixixixixiixxi.....Ketua dan sekjen Perwasis (Persatuan Wartawan Narsis) berfoto berdua emang paling cocok dan klop.

Aduh..aduh..narsis jek!

Setelah search di Google, diketahui kalau Hotel Oranje ini didirikan pada 1910 dengan warna oranye yang sangat pekat. Nama hotel ini diganti sekitar tahun 1996, cuma warna hotelnya aja yang enggak oranye lagi.

Hotel ini memiliki sejarah panjang perjuangan Indonesia terutama Arek-Arek Suroboyo yaitu peristiwa perobekan bendera Belanda tanggal 19 September 1945. Disini ada sebuah kamar bersejarah yakni kamar Merdeka nomor 33 dan kamar Sarkies nomor 44.

Disebutkan, kamar 33 adalah kamar yang ditempati Residen Belanda saat terjadi perobekan bendera Belanda. Kamar yang dulunya memiliki pintu rahasia tersebut sempat diserbu pemuda Surabaya ketika mereka mendesak penurunan bendera Belanda.

Kalau kamar 44 itu kamar yang biasa ditempati keluarga Sarkies, pendiri Hotel
Oranje jika ke Surabaya. Di kedua kamar yang termasuk kelas suites itu diletakkan foto dan narasi mengenai sejarah yang terkait pada kamar tersebut.

Hotel Oranje diambil alih oleh Jepang ketika negara tersebut memenangkan Perang Dunia II. Namanya pun diganti jadi Hotel Yamato. Di jaman ini, hotel dijadikan barak militer dan kamp tahanan sementara untuk perempuan dan anak-anak yang akan dipindahkan ke Jawa Tengah.

Namun setelah kalah melawan Sekutu, hotel diambil alih sekutu. Bendera Belanda pun dikibarkan di hotel ini. Arek-arek Suroboyo yang tidak rela tanahnya dijajah kembali akhirnya melawan. Pada 19 September 1945 ribuan orang, terutama pemuda, mendatangi hotel ini mengenakan baju hitam-hitam yang biasa dipakai barisan berani mati (Jibakutai). Jalan Tunjungan dan sekitarnya pun penuh dengan massa.

Residen Sudirman yang datang dengan mobil hitamnya masuk ke dalam hotel. Dia diikuti oleh beberapa pemuda, di antaranya Sidik dan Hariyono. Residen Sudirman ditemui Ploegman, yang mengaku sebagai perwakilan Sekutu.

Residen Sudirman langsung meminta agar Belanda menurunkan benderanya. Namun, dasar Belanda geblek, Ploegman menjawab, "Tentara Sekutu telah menang perang, dan karena Belanda adalah anggota Sekutu, maka sekarang Pemerintah Belanda berhak menegakkan kembali pemerintahan Hindia Belanda. Republik Indonesia? Itu tidak kami akui."

Ploegman lalu mengambil pistolnya dan mengancam Sudirman. Sidik dan
Hariyono segera menendang pistol dari tangan Ploegman. Hariyono cepat membawa
Pak Dirman ke luar hotel. Sementara Sidik ber-gulat dengan Ploegman dan
mencekiknya hingga tewas. Namun, Sidik pun akhirnya tersungkur kena sabetan
kelewang tentara Belanda yang datang karena mendengar bunyi letusan pistol.

Pemuda yang menunggu diluar beberapa diantaranya sudah memanjat tembok hotel. Kusno Wibowo berteriak meminta bendera Merah Putih. Namun karena tidak ada yang bisa memenuhi keinginannya, Kusno dan Haryono berpikir cerdik dengan merobek bendera Belanda yang berwarna biru. Usai jadi merah putih, bendera itu dikibarkan kembali.

Ini jadi titik balik perjuangan arek-arek Suroboyo dan bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan.

Sampai sekarang, hotel bintang lima ini masih kesohor. Terutama arsitekturnya yang sangat menarik. Katanya sih bergaya colonial art nouveau yang dibuat J Afprey, orang Belanda. Pendirinya, Lucas Martin Sarkies, berasal dari keluarga Sarkies yang terkenal sebagai pemilik
kerajaan hotel di Asia. Diantaranya Raffles Hotel di Singapura, yang hingga kini masih menjadi salah satu hotel bergengsi di negeri jiran itu.

Keluarga Sarkies juga merupakan pemilik The Strand Hotel di Myanmar, The
Eastern and Oriental Hotel di Penang (Malaysia), dan Hotel Niagara di Lawang
(Jawa Timur). Sekarang Hotel Majapahit Mandarin Oriental sebagian besar sahamnya (75 persen) dimiliki oleh Grup Sekar.


(ada yang dikutip dari buku Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan (1994)

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej