Skip to main content

Guru Menyontek, Siswa???

Sebuah peristiwa mengejutkan saya hadapi ketika memantau situasi ujian ulang pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG) di kampus UNY. Ini adalah ujian sertifikasi bagi guru.

Sebelumnya, saya hanya memantau dari jauh pelaksanaan ujian PLPG tahap satu dan hasilnya yang cukup mengejutkan. Dari 2000-an guru se-DIY yang mengikuti ujian, 52 persen di antaranya tidak lulus atau 1.285 guru yang harus ikut ujian ulang. Beuh!!!

Yang luar biasa, ternyata kondisi ini tidak hanya dihadapi oleh provinsi DIY namun semua wilayah di Indonesia juga mengalami hal serupa. Di Aceh, pak ketua rayon mengatakan kelulusan cuma 20 persen!!!

Baiklah….ini kenyataan.

Karena banyak yang tidak lulus, pemerintah memberikan kesempatan bagi guru untuk melakukan ujian ulang PLPG. Dan kemarin, diikuti 1.285 guru yang tidak lulus itu dong. Maka saya memilih untuk datang ke TKP sembari jeprat-jepret, siapa tau ketemu peserta yang lagi minta jawaban.

TAAAAPIII………kenyataan lebih buruk ketimbang ekspektasi saya.

Niatnya motret orang yang lagi nyontek, panitia ujian PLPG malah menangkap basah seorang peserta nyontek jawaban menggunakan HP.

Si panitia yang menenteng sebuah kamera DSLR (duh…kapan saia punya?) datang dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya memancarkan ketergesaan. Tidak sabar melihat saya sedang berinteraksi dengan si Pak Ketua. Dengan nekad, dia memberanikan diri melaporkan temuannya.

“Pak…pengawas X di ruang Y menemukan ada peserta yang mencontek pakai hape untuk menjawab soal,” lapornya.

Si Pak Ketua yang tidak menyangka mendapat laporan itu, mukanya langsung pucat. “Coba saya lihat,” ujarnya.

Si panitia yang masih muda usianya itu langsung menyodorkan sebuah kertas folio, bergaris, dengan sebuah kotak-kotak yang dibentuk lewat sebuah stempel warna ungu muda. Di dalam kotak-kotak itu, ada nama si pelaku.

Pak Ketua memandang sekilas kertas itu. Namun wajahnya pucat pasi ketika saya melongokkan kepala saya ke kertas itu dan segera menuliskan catatan-catatan. Pak Ketua mencoba kalem dengan bertanya, “kok bisa dia mencontek? Ada buktinya? Disita saja dulu,” ujarnya.

Panitia berkamera tadi bercerita peserta berinisial S tersebut berkomunikasi dengan anaknya via SMS. Panitia di lokasi langsung mengambil kertas kerja yang bersangkutan dan menyita ponsel peserta tersebut. “Ya sudah, sita dulu handphone-nya dan cari SMS yang dimaksud,” perintahnya.

Panitia berkamera tadi langsung melaksanakan perintah tersebut. Menanggapi kejadian itu, Sunaryo akan melakukan pembinaan kepada guru yang diduga berbuat curang itu.

’’Tentu akan dilakukan pengurangan skor terhadap nilai yang bersangkutan dan selanjutnya akan dibina,” tukasnya.


Jumlah yang ketahuan sih emang cuma satu orang. Tapi satu guru mengajar di satu kelas yang ~ katakanlah ~ jumlah siswanya 36 orang. Di tiap sekolah, biasanya guru satu mata pelajaran bisa mengajar di beberapa kelas. Bayangkan kalau guru ini menularkan ‘hobi’ menyontek ke siswanya?


Oke…kita bisa membela sang guru dengan alasan dia terlalu takut untuk tidak lulus lagi. Kalau tidak lulus, maka dia tidak mendapatkan tunjangan yang cukup menggiurkan. Satu kali gaji dan biasa dicairkan tiap enam bulan sekali. Tapi masak iya kita harus maklum?


Tentu kita ingat peribahasa ini:

Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.


Wallahualam bishawab

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej