Skip to main content

Ini Resep Rondo Royal

Akhir pekan memang jadi momen untuk menyegarkan diri dan menghabiskan waktu dengan keluarga. Tawa dan canda menjadi obat yang manjur untuk menghapus segala lelah dan letih.
Untuk melengkapi kebahagiaan berkumpul keluarga, boleh nih kita menyajikan camilan yang sehat dan enak. Salah satunya rondo royal ala Nony Amartha, Chef Pastry dari Hotel Santika Jemursari Surabaya.


Rondo Royal pas menemani sore di akhir pekan. (LICOM/Nani Mashita)

Camilan dari bahan tape ini merupakan jajanan tradisional khas Indonesia. Nony Amartha, Chef Pastry dari Hotel Santika Jemursari Surabaya memberikan tips bagaimana membuat rondo royal ini. Bahan:
– Gula 1 sendok teh
– Tape (Chef Nony menggunakan tape Bondowoso) 30 gram
– Tepung terigu 100 gram
– Tepung beras 200 gram
– Telur 100 gram
– Susu cair 250 gram
Isi
– Gula Jawa yang dibuat jadi caramel 100 gram
Cara membuat:
1. Pilih tape yang sudah matang. Lalu tape tersebut dihancurkan hingga halus.
2. Buat adonan kulit yang terdiri dari campuran tepung beras, tepung terigu, gula, dan susu. “Secara tradisional, orang Indonesia menggunakan tepung beras untuk efek crispy pada masakannya,” jelas Chef Nony.
3. Setelah itu, tape yang dihancurkan tadi dibuat bentuk bola lalu di bagian tengah dibuat lubang kecil. Masukkan sedikit demi sedikit gula merah yang sudah dicairkan tadi. Lalu tutup hingga rapat.
4. Gulingkan ke adonan tepung tadi lalu goreng hingga kecoklatan. Lalu sajikan.



Wedang Jawi as menemani sore di akhir pekan. (LICOM/Nani Mashita)

Sebagai teman menikmati kudapan rondo royal ini, Chef Nony juga memberi resep menyajikan tips Wedang Jawi. Jika biasanya wedang terdiri dari jahe maka Chef Nony menambahkan lemon dan sereh. “Supaya tidak hanya ada sensasi pedas dari jahenya tapi juga ada kesegarannya dan tubuh jadi lebih hangat,” pungkasnya. @sita


artikel ini sudah tayang di www.lensaindonesia.com pada 18 Maret 2017

Comments

Popular posts from this blog

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran ...

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,...

Uang Tunai Hilang, Onde-onde Melayang

Kehidupan manusia di era digital sangat dimanjakan. Ada smartphone, smarthome, sampe udah ada konsep smartcity. Begitu juga kehidupan sehari-hari banyak teknologi memudahkan manusia. Salah satunya uang digital.  Saat ini, saya termasuk pengguna aktif uang digital. Kemana-mana ga pernah bawa uang cash banyak... Secukupnya aja. Biasanya Rp50 ribu. Paling banyak Rp100 ribu. Buat beli bensin atau sekedar jaga-jaga ban bocor/kempes. Kalo ga ada insiden di atas, bisa berhari-hari ngendon di dompet. Kartu debet aneka bank.  Ada kartu vaksin juga. Wkwkkw Lah gimana enggak? Belanja di minimarket, gesek kartu debet. Lewat tol, pake e-money. Beli pulsa, bayar tagihan, BPJS, langganan internet, tinggal tutul-tutul aplikasi keuangan di hape. Belanja makanan tinggal scan barcode hape. Hmm apalagi yah... Banyak deh.  Uang digital emang membantu banget sih buat saya. Karena ga harus bawa uang yang banyak. Otomatis di dompet cuma berisi KTP, SIM, STNK, dan kartu ATM. Wkwkkwkw... Gak enakn...