Skip to main content

Meriah, Ribuan Warga Sambut Kirab Budaya Kampanye Damai

JOGJA --Ribuan warga menyemut di sepanjang Jalan Malioboro hingga Alun-alun Utara untuk menyaksikan kirab budaya menyambut masa kampanye Pemilihan Wali Kota 2011 kemarin (8/9). Tiga pasangan calon (paslon) memperkenalkan diri kepada masyarakat Jogja dikawal empat ekor gajah Gembiraloka.
Masa kampanye pilwali akan berlangsung hingga 21 September mendatang dengan jadwal yang telah ditentukan penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Jogja. Setelah itu, tahap masa tenang (22-24). Sedangkan pemungutan suara (coblosan) akan dilangsungkan pada 25 September 2011.
Warga dengan sabar menunggu kedatangan rombongan kirab yang dimulai sekitar pukul 14.00. Tidak hanya orang dewasa, ratusan anak-anak juga diajak orang tuanya karena kirab itu membawa serta empat gajah Gembiraloka.
Asih, warga RT 24 RW 7 Ledok Ratmakan mengaku sengaja datang untuk memberi dukungan terhadap calon idamannya, Haryadi Suyuti-Imam Priyono. Tidak hanya sendirian, dia mengajak empat perempuan di kampungnya plus tujuh anak-anak. ’’Kami mantap memilih Pak Haryadi,’’ seru Asih.
Empat ibu lain; Mamik, Rani, Ida, dan Yani; mengaku memiliki pilihan yang sama. Alasannya, Haryadi telah ikut membantu warga ketika terjadi banjir lahar dingin Kali Code. ’’Kenalnya pas dibantu saat banjir itu,” aku Mamik.
Lain halnya dengan Nunik Ernawati, warga Brontokusuman yang membawa dua anak perempuannya. Wanita berambut sebahu itu mantap memilih Hanafi Rais sebagai jagonya. ’’Visi misinya bagus apalagi dia satu-satunya calon yang meneruskan program Pak Herry (Wali Kota Herry Zudianto, Red),” tuturnya.
Selain ingin memberikan dukungan kepada pasangan Fitri (Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji), dia juga ingin memberi hiburan pada anaknya. Pasalnya, keduanya ingin menyaksikan pasukan gajah berjalan di jalan raya. ’’Jarang-jarang kan ada gajah di pinggir jalan,” tuturnya.
Tak kalah semangatnya pendukung pasangan Zuhrif Hudaya-Aulia Reza Bastian. Mereka tak sabar ingin melihat rombongan paslon yang diusung PKS dan empat partai lainnya itu. ’’Kami pasti bangga dengan calon kami, Pak Zuhrif dan Pak Reza. Dia pantas jadi panutan masyarakat Jogja,’’ ujar Siti Arifah, warga Sorosutan, yang datang bersama keluarganya.
Menurut Siti, program Mbangun Kampung yang dicanangkan Zuhrif-Reza sangat tepat dengan kondisi Jogja saat ini. ’’Visi-misinya paling konkret dan layak diapresasi,’’ tuturnya.
Kirab diawali dengan tampilnya empat ekor gajah, kemudian diikuti pasukan bergodo (prajurit keraton). Lalu disusul rombongan penyelenggara pemilu dari KPU Pusat, KPU Kota Jogja, dan serta panitia pengawas. Mereka naik andong wisata beriringan. Selanjutnya rombongan kereta kencana yang membawa artis-artis lokal.
Baru setelah itu, masing-masing paslon dengan tim keseniannya masing-masing menyapa warga. Meski disediakan kereta kencana untuk mengangkut ketiga paslon, hanya pasangan Hati (Haryadi Suyuti-Imam Priyono) yang memanfaatkan. Pasangan Zuhrif-Reza dan pasangan Fitri (Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji) memilih berjalan kaki agar bisa lebih dekat dengan warga.
Paslon Zuhrif-Reza bahkan memainkan gitar sambil menyanyikan lagu tentang Jogja di sepanjang jalur kirab. Suasana itu menambah kemeriahan rombongan budaya pasangan ini. Yang menarik, mereka juga membentangkan spanduk berisi visi misi pasangan nomor I itu yang mengalokasikan anggaran Rp 80 miliar untuk membangun kampung.
Rombongan pasangan Fitri tak kalah meriah. Sambil berjalan, mereka mendatangi warga di pinggir rute, menyapa, menjabat tangan, atau mencium balita yang digendong ibunya.
Rombongan budaya pasangan ini paling meriah karena menampilkan replika gunungan raksasa, barongsai, serta poster-poster yang berisi pro-penetapan. Tidak hanya itu, mereka juga menggandeng seniman, masyarakat angkringan, maupun komunitas becak.
Pasangan Hati yang berada di urutan ketiga tak mau kalah membuat suasana kirab jadi gayeng. Mereka juga menampilkan kelompok barongsai dan berbagai kesenian lainnya. Sambutan terhadap pasangan ini termasuk meriah meski keduanya tidak turun dari kereta kencana.
Rombongan kirab budaya itu berakhir di kawasan Titik Nol Kilometer. Ketiga pasangan lalu masuk di areal plaza Monumen Serangan Oeomoem 1 Maret untuk pencanangan kampanye damai dan pemaparan visi-misi. Ketua KPU Kota Jogjakarta Nasrullah mengatakan kirab budaya menyambut masa kampanye pilwali ini digelar menyesuaikan dengan semangat budaya damai dan karakter Kota Jogja.
’’Salah satu pesan yang sangat penting dari kirab ini adalah seluruh pasangan calon harus concern terhadap kebudayaan Jogjakarta,” tuturnya.
Dalam pemungutan suara 25 September nanti akan diikuti 322.840 orang yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Mereka tersebar di 838 tempat pemungutan suara (TPS) yang terletak di 45 kelurahan dan 14 kecamatan di Jogjakarta.
Anggota KPU Pusat Korwil DIJ Sri Nuryanti berharap pilwali Kota Jogja bisa menjadi contoh bagi wilayah lain yang menggelar pilkada. Pasalnya, banyak pilkada yang penyelenggaraan awalnya berjalan baik tapi berujung gugatan ke Mahkamah Konstitusi. ’’Saya berharap paslon dan seluruh masyarakat menerapkan semboyan Maskarto secara sungguh-sungguh,” tuturnya.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan ikrar kampanye damai dari masing-masing calon. Ketiganya menyatakan siap mendapat sanksi apabila terbukti melakukan kampanye anarkis selama 14 hari ke depan. Selesai pembacaan, ketiga paslon menandatangani deklarasi itu serta melepaskan burung merpati dan balon ke udara.
Ketiga calon lantas dipersilakan untuk memperkenalkan diri kepada para pendukung maupun warga yang memenuhi areal plaza Monumen Serangan Oemoem 1 Maret. Mereka juga berkesempatan untuk memaparkan visi-misinya masing-masing selama tujuh menit. Namun, pemaparan singkat tersebut sempat menuai protes dari kubu Fitri. Koordinator Tim Pemenangan Fitri Nazaruddin menyebut KPU tidak bertanggung jawab terhadap kegiatan deklarasi kampanye damai karena tidak bisa melarang orang yang tidak berhak masuk ke dalam acara. Selain itu, KPU juga tidak bisa mengendalikan suporter dari salah satu kandidat sehingga memunculkan teriakan dan ejekan kepada calon lain.
’’Ini ironis karena terjadi di tengah deklarasi kampanye damai yang komitmennya saling menghormati, saling menghargai, dan tidak menyerang pasangan calon lain,” katanya.
Pihaknya menyesalkan adanya kubu pasangan lain yang tidak menghormati acara deklarasi kampanye damai itu. Menurut dia, hal ini tentu akan memunculkan pertanyaan dari masyarakat mengenai kemampuan KPU sebagai penyelenggara pilkada. ’’Kami sangat menyesalkan,’’ tuturnya.
Ketua Koalisi Jalin Jogja Ardianto mengapresiasi positif kirab budaya yang dianggap berjalan baik. Namun dia berpesan agar KPU dan panwas mampu menyosialisasikan masa kampanye secara luas kepada masyarakat.
’’Dalam pelaksanaan kampanye kali ini setiap calon bisa kampanye setiap hari. Yang dijadwalkan KPU hanya rapat umum. Ini yang harus disosialisasikan,” ujar pengusung pasangan Zuhrif-Reza itu.
Dia menegaskan, seluruh paslon bisa mengagendakan kampanye non-rapat umum hingga 21 September mendatang. Ardianto pun berharap agar kebersamaan yang sudah dibangun dalam kirab juga terwujud dalam agenda kampanye setiap hari dari masing-masing paslon. (sit/ari)

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej