Skip to main content

Minuman Greng ala Mahasiswa UNY

JOGJA – Tanaman purwaceng selama ini dikenal sebagai ‘viagra’ asal Indonesia. Di tangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, tanaman ini berubah menjadi minuman bertenaga, Purica yang digunakan sebagai minuman kesehatan bagi atlet dan bebas doping.
Kreatifitas Yulia Linguistika, Argo Khoirul Anas (keduanya berasal dari Fakultas MIPA) dan Bara Sauma (dari Fakultas Ilmu Keolahragaan) menyabet juara kedua Lomba Penelitian Ilmiah Industri Olahraga Tingkat Mahasiswa (LPIM) dan Lomba Desain Peralatan Industri Olahraga Pendidikan, Adventure (Petualangan), dan Maritim tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Asisten Deputi Industri Olahraga, Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga, Kementerian Pemuda dan Olahraga pada tanggal 6-8 September 2011 yang lalu di Hotel Ibis, Jakarta. Yulia menjelaskan minuman energi ini terbuat dari bahan alami yaitu tanaman purwaceng (Pimpinella alpine molk) dipadu dnegan buah carica (Carica Pubescens atau Carica Candamarcensis) yang banyak tumbuh di daerah Wonosobo. “Tanaman purwaceng memiliki khasiat yang identik seperti tanaman ginseng dalam memberikan tambahan stamina bagi tubuh” kata Yulia, Rabu (14/9).
Bagian akar dari tanaman merupakan bagian yang paling banyak digunakan dan ginseng termasuk zat ergogenik klasifikasi kuning dengan dosis aman dalam menambah stamina. Yulia juga menjelaskan bahwa kandungan kimia yang merupakan zat berkhasiat pada herbal purwaceng adalah kelompok saponin yaitu senyawa triterpenoid-steroid, sitosterol, dan stigmasterol yang merupakan komponen kimia utama dalam pembentukan testosterone serta mengandung vitamin E yang dapat meningkatkan fertilitas spermatozoid.
Selain itu purwaceng juga mengandung kumarin yaitu senyawa bergapten dan iso bergapten yang berfungsi dalam meningkatkan stamina tubuh. Kandungan senyawa lainnya adalah flavonoid, glikosida, serta tannin dan mengandung metabolit sekunder berupa zat berkhasiat, juga mengandung banyak mineral.
Tanaman ini dikenal sejak zaman Kerajaan Hindu dan konon hanya para raja yang boleh mengonsumsinya seabgai minuman. Tanaman ini juga tumbuh liar di Gunung Perahu dan Gunung Pakujiwo di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah.
Argo Khoirul Anas menambahkan bahwa buah carica juga mengandung berbagai jenis enzim, vitamin dan mineral. Kadar protein dalam buah carica tidak terlalu tinggi, hanya 4-6 gram per kilogram berat buah. “Tapi hampir hampir seluruhnya dapat dicerna dan diserap tubuh,” ujarnya.
Carica juga mengandung enzim papain yang memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein, karbohidrat dan lemak serta membantu mengatur asam amino dan membantu mengeluarkan racun tubuh. Selain itu, kandungan vitamin A buah carica lebih banyak daripada wortel dan vitamin C-nya lebih tinggi daripada jeruk, kaya pula dengan vitamin B kompleks dan vitamin E. Selain itu buah carica juga mengandung kalium dan magnesium yang merupakan mineral yang diperlukan tubuh.
Dalam pembuatannya, dibuat bubuk purwaceng yang berasal dari akar yang sudah dibersihkan dan dipotong tipis-tipis. Setelah itu, akar yang sudah diiris tipis dijemur di bawah matahari atau dioven lalu diblender hingga halus. Setelah itu disaring untuk mendapatkan bubuk purwaceng.
Sedangkan cara membuat sirup carica adalah biji carica beserta selaput yang melapisinya diperas sampai keluar cairan kental yang berbau khas buah carica. Pemerasan dapat dilakukan berkali-kali sampai aroma khas tersebut hilang. Daging buah carica diblender hingga halus dan diberi air secukupnya dan dicampur dengan air daging buah carica kemudian direbus sampai mendidih. Setelah mendidih sirup yang sudah jadi harus disaring untuk dipisahkan dengan ampasnya.
Untuk penyajiannya, melarutkan bubuk purwaceng bersama gula pasir dengan 200 ml air panas. Setelah itu, dicampurkan dengan sirup carica dan air sebanyak 800 ml. (sit)

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej