Skip to main content

garing deh ah

situasi ini terjadi pada suatu hari senin sore. saat itu sebenernya lagi bosen. banyak liputan sih tapi kok hawanya males ya. maklum, abis ujan-ujan. brr....pengennya tidur gitu.

after ngobrol gak jelas dan tak tahu juntrungannya, akhirnya diputuskan sore itu untuk ngopi bareng di kantin pemprop. saya, arif, deny dan mantan wartawan tempo yang skrg nyaleg, adi mawardi memutuskan untuk melangkahkan kaki ke kantin pemprop. tak dinyana, di perjalanan yang hanya 100 meter itu ketemulah kami dengan mas heri malang post.

kami sampaikan maskud untuk ngopi, namun dia menyergah dan malah ngajak karaoke di NAV karaoke yang bersebrangan dengan lokasi gedung pemprop. setengah malas, setengah bernafsu (apalagi karena dibayari heheheh) kami memutuskan untuk berkaraoke ria.

tadinya mau pilih small, karena penuh akhirnya ambil large. disana kita pesan minuman dan makanan seadanya. kami pun dengan pede mulai bernyanyi meski dengan nada sumbang. deny, mawardi dan mas hery pun mulai berjoget dan bergoyang meski tak seksi-seksi amat shg diputuskan untuk tidak memberi label atas goyangan yang dilakukan oleh mereka. hahahha



maka bernyanyi gak jelas, tertawa-tawa lepas sembari mawardi mengkampanyekan PKB dan coblos nomor tiga (nomor urut pencalegannya). bikin parah adalah ketika menyanyikan lagu Kasih Tak Sampai miliknya PADI. Lagu enak nan sendu itu jadi gak karuan nadanya dinyanyikan oleh sang caleg. lagu Bintang di Surga milik Peterpan jadi gak jelas not nada-nadanya. tapi sang caleg tetap pede bernyanyi.

untungnya mas heri segera menyadarkan mawardi yang tak sadar lagunya jadi fals. wartawan yang sempat berambut gondrong itu langsung menekan tombol 'stop'. Puff...thanks to Allah there is mas Heri. ahhahahahhahah..

hari ini hari yang aneh tapi lucu juga. gak jelas sih. halaaaah!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej