Skip to main content

2.397 Siswa PGRI Terancam Tak Sekolah

Surabaya – Surabaya Post

Kisruh yang terjadi antara sekolah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dengan Dinas Pendidikan Kota Surabaya terancam menimbulkan korban. Yang jadi korban adalah ribuan siswa sekolah tersebut yang kini masih duduk di kelas VIII dan kelas IX.

Dari data yang dihimpun, terdapat 2.397 siswa dari tingkat SMP, SMA dan SMK PGRI yang kini nasibnya belajarnya terancam. Jumlah ini merupakan sisa siswa dari sekolah yang tidak membuka pendaftaran siswa baru di tahun ajaran 2008/2009 yang jumlahnya mencapai 20 sekolah. Total ada 46 sekolah PGRI terdiri dari SMP sebanyak 23 lembaga, SMA sebanyak 11 sekolah dan 12 sekolah tingkat SMK.

Penerapan sekolah lima hari atau full day school oleh Dispendik menjadi penyebab proses belajar mengajar bakal terganggu. Sehingga secara tak langsung PGRI tidak bisa melaksanakan kegiatannya memberi pembelajaran. ”Kami sendiri sudah berupaya untuk mendapatkan gedung baru tapi kan tidak mudah,” ujar Ketua PGRI Surabaya, Masmuk, dihubungi Selasa (19/8).

Masmuk mengatakan seharusnya pihak Dispendik tidak ngotot untuk menerapkan kebijakan larangan sekolah PGRI untuk nebeng di gedung sekolah negeri. Pihaknya sendiri sudah menunjukkan itikad baik untuk mencari lokasi baru untuk melaksanakan proses belajar. Dia menyebut beberapa sekolah yang masih mencari gedung diantaranya adalah SMA PGRI 1, SMA PGRI 8, SMA PGRI 10, SMA PGRI 12, SMA PGRI 28. Selain itu, di tingkat SMP PGRI 30, SMP PGRI 33 dan SMP PGRI 40 dan SMK PGRI 10 dan SMK PGRI 16 yang belum mendapat gedung.

”Kami masih berupaya mencari tempat jadi jangan membuat kebijakan yang meresahkan. Ini menyangkut pendidikan, ada siswa, guru dan orang tua. Jadi jangan main usir. Apa mereka itu gak ngerti soal pendidikan?,” pungkasnya.

Kepala Dispendik Kota Surabaya, Sahudi menampik jika program full day school jadi salah satu cara untuk mengusir secara halus sekolah PGRI untuk memanfaatkan aset pemkot. Dia menegaskan program ini sebenarnya sudah lama disampaikan kepada sekolah-sekolah yang nebeng. ”Tapi hanya dianggap angin lalu,” katanya, kemarin.

Sahudi menjelaskan penutupan sekolah PGRI tersebut harus dilaksanakan karena dianggap belum memenuhi standar mutu pendidikan yang mensyaratkan memiliki gedung sekolah sendiri.

Pejabat asal Banyuwangi itu menyatakan keberadaan PGRI sebenarnya malah merugikan masyarakat karena keterbatasan sarana dan prasarana milik sendiri, membuat proses belajar mengajar tidak maksimal. Karena ingin membangun sekolah sesuai yang disyaratkan undang-undang, maka pihaknya bersikap tegas kepada sekolah PGRI. ”Makanya sekolah yang belum siap kita pangkas,” imbuh pria kelahiran Banyuwangi itu. (k2)



Tabel Jumlah Siswa Yang Terancam Terganggu Belajarnya
Tingkat SMP
Sekolah Kelas VIII Kelas IX
SMP PGRI 8 Surabaya 266 40
SMP PGRI 11 Surabaya 70 40
SMP PGRI 13 Surabaya 110 80
SMP PGRI 22 Surabaya 60 73
SMP PGRI 29 Surabaya 70 65
SMP PGRI 30 Surabaya 53 35
SMP PGRI 33 Surabaya 100 91
SMP PGRI 40 Surabaya 60 30
SMP PGRI 62 Surabaya 40 22
SMP PGRI 70 Surabaya 100 70
TOTAL 929 546


Tingkat SMA
Sekolah Kelas XI Kelas XII
SMA PGRI 1 Surabaya 20 25
SMA PGRI 8 Surabaya 10 26
SMA PGRI 10 Surabaya 70 100
SMA PGRI 12 Surabaya 60 40
SMA PGRI 22 Surabaya 20 15
SMA PGRI 28 Surabaya 120 140
TOTAL 300 346



Tingkat SMK
Sekolah Kelas XI Kelas XII
SMK PGRI 10 Surabaya 65 125
SMK PGRI 12 Surabaya 30 21
SMK PGRI 14 Surabaya 10 9
SMK PGRI 16 Surabaya 9 7
TOTAL 114 162

Comments

JOHAN said…
bilangin tuh ama pemkot GOBLOK... klo gk bisa bantu siswa sekolah jangan main pangkas.... bukannya memberi solusi malah mebuat peluang anak putus sekolah lebih banyak.. tidak semua murid dapat mengenyam pendidikan di sekolah - sekolah negeri yang nota bene milik pemkot. klo mau dipangkas kasih solusi dahulu baru pangkas... begini ini nasib calon2 penerus bangsa. cuma bisa dikebiri oleh penguasa yang sok pintar... mana program2 pemkot yg bisa membantu siswa kurang mampu??? klo skolah2 PGRI malah mempersulit sekolah2 milik pemerintah mana buktinya??? Lulusan PGRI banyak juga yang SUKSES tidak hanya SMU2 negeri doank... klo Privatisasi sekolah2 milik pemerintah hanya bagi orang2 "pintar" dan kaya sebaiknya lgs bunuh saja anak sekolah yang gk pintar itu daripada jadi beban SEKOLAH PRIVATE. beberapa org yang saya kenal waktu sekolah DI PGRI ** Surabaya ada yang jadi Assisten Prof di UOIT, Manajer beberapa hotel di jakarta, Wartawan TV, dan beberapa lainya memiliki usaha yang berhasil ( saya sendiri journalist ) jadi jangan kerdilkan orang2 yang tidak mampu, krn belum tentu mereka tidak bisa sukses dimasa depan. PEMKOT harus koreksi diri sendiri dolo, bisanya cuma kasih peraturan tanpa liat efek di masa mendatang, klo mau bangsa ini maju beri generasi muda fasilitas dan sarana yang terjangkau, jangan hanya makan dana BOS doank... ( JOHAN - Indonesia Journalist )
Joko said…
Lowongan pekerjaan di Bank Swasta
Dibutuhkan untuk posisi Financial advisor
- Pria/wanita
- Usia maks 35 tahun
- Pendidikan min.SMA/ mahasiswa /ibu Rumah Tangga
- Good comunication
- Memiliki integritas tinggi

Benefit
- Allowance
- Incentive
- Bonus
- Jenjang karir

Walk in Interview:
Jl. HR. Muhamma-Ruko Apartement Baverly Blok A – 1. Jl. HR. Muhammad 49 – 55
Lantai III

Info:
Djoko (085739984399/085236616015)

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej