Skip to main content

Mau Pilih Pakar Gusip, Suram atau Sinchan? (2)

2. Sutjipto, loyalis Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri ini melenggang jadi kandidat setelah direkomendasikan oleh partainya. Mantan Sekjen DPP PDIP 2000-2005 ini mendapatkan keuntungan sebagai kader partai ketimbang rivalnya dalam rakerdasus, Soekarwo.

Sejak bergabung dengan PDIP di tahun 1986, karier politisi berusia 58 tahun tersebut terus menanjak. Dia pun dikenal oleh kader dan simpatisan PDIP setelah menjadi pembela Megawati dalam peristiwa Kudatuli 27 Juli. Dari sana, dia lantas dipercaya sebagai sosok yang mengabdi pada partai Banteng moncong putih tersebut.

Popularitas dia dalam tubuh kader PDIP Jatim sudah tidak bisa diragukan lagi. Semuanya mengenal figur alumni Teknik Sipil ITS Surabaya tersebut. Dalam rapat kerja daerah khusus (rakerdasus), Sutjipto sebenarnya kalah suara dengan Soekarwo. Namun dengan dalih sebagai loyalis sejati, maka dia pun meraih tiket menuju Grahadi.

Selama lebih dari 20 tahun berpolitik, Sutjipto melesat dengan cepat. Setelah bergabung pada 1986, hanya dalam waktu dua tahun atau 1988 dia sudah menjabat sebagai Bendahara PDIP Jatim. Lima tahun berselang, dia meraih posisi tertinggi di tubuh DPD PDIP Jatim sebagai Ketua periode 1993-2000. Setelah itu, dia ditarik ke DPP untuk dijadikan Sekjen PDIP hingga 2005.

Dia sempat mencecap jabatan salah satu wakil ketua pimpinan MPR RI dan juga anggota Fraksi PDIP DPR RI sekaligus pimpinan Fraksi PDIP MPR RI. Sutjipto juga anggota Komisi I yang membidangi Pertahanan Keamanan dan Luar Negeri DPR RI dan anggota Komisi A yang mengamandemen UUD MPR RI. Bisa dikatakan jaringan politik yang dimiliknya cukup moncerrrr.....


Di bidang perekonomian, Sutjipto juga cukup sukses. Lelaki kelahiran Trenggalek 13 Agustus 1945 tersebut dikenal sebagai pengusaha kontraktor. Dengan bendera kontraktor miliknya yaitu CV Bumi Raya yang didirikannya tahun 1981. Dia juga menjabat sebagai
Wakil Direktur PT. Dasa Guna (Konsultan). Dia bahkan sempat jadi Dekan Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara. Bisa dikatakan kemampuannya cukup komplet baik dibidang politik, ekonomi ataupun pendidikan.

Masalahnya :
Sebagai loyalis PDIP, sosok Sutjipto dikenal sebagai sosok abangan. Di wilayah yang mayoritas penduduknya nahdliyyin, jelas kondisi ini tidak menguntungkan. Tentu, pemilih Jatim akan lebih suka memilih kandidat lain ketimbang Sutjipto.

Juga sebagai figur yang mencalonkan diri dalam pilgub di Jatim, sosok Sutjipto tidak banyak yang kenal selain internal partai. Sejak tahun 2000 kiprahnya lebih banyak di Jakarta ketimbang di Surabaya.
Kondisi ini cukup merugikan terutama jika ingin menggaet vote getters pemula. Pemilih pemula jelas akan memilih sosok yang lebih in. Sutjipto bukanlah sosok masa kini di Jawa Timur. Lagipula, usianya yang terlalu tua membuat pemilih pemula pikir-pikir untuk memilih dia.

Dari segi survey tokoh yang dikenal, suami dari
Sudjamiek Sutjipto ini juga tidak masuk dalam A-list. Padahal, pemilihan gubernur merupakan pemilihan langsung. Artinya, sosok tersebut harus dikenal oleh masyarakat jika ingin dicoblos. Selain itu, dari yang kudengar-dengar sih, orangnya sangat tegas dan agak kejam meski wajahnya imut-imut.

Apa bener? Gak tau juga soalnya AKU JUGA GAK KENAL BANGET ma SUTJIPTO.


Ridwan Hisjam, pasangannya lebih friendly dan in di masyarakat. Selain masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim, dia juga aktif di organisasi politik lokal yaitu PDK Kosgoro 1957 Jawa Timur. Sepak terjang lelaki bercucu dua ini cukup meyakinkan.

Sempat jadi Ketua DPD Partai Golkar Jatim, Tatok panggilan akrabnya, mampu mengkatrol suara Golkar saat partai ini dituduh sebagai antek Orde Baru. Dia akhirnya lengser setelah kalah bersaing dengan dalang terkenal yang juga wakil gubernur Jatim, Soenarjo.

Ridwan akhirnya lebih aktif berorganisasi lewat Kosgoro dan di legislatif. Di tingkat legislatif, manuver Tatok kerap membuat panas hati dan pikiran pengurus Golkar Jatim pro Soenarjo. Satu yang paling nyata adalah kengototan Tatok untuk maju sebagai calon wakil gubernur.

DPD Golkar pun mengeluarkan jurus ancaman pecat jika tetap nekad untuk running pilgub nanti. Pengusaha kontraktor itu bukan sosok buta politik, dia pun mengeluarkan PO 05/2005 yang menyatakan perolehan suara Golkar hanya pas jika maju sebagai calon wakil gubernur.

Kepiawaian Tatok pun diakui ketika dia berhasil melobi Ketua Umum Partai Golkar yang juga Wapres RI, Jusuf Kalla saat akan berkunjung ke Jatim beberapa saat lalu. Dalam lobinya, Tatok meminta kemakluman sikapnya yang maju sebagai wakil gubernur. Permintaan ini dibarengi dengan penyebutan jasa-jasanya pada Golkar.

JK pun mahfum dan mengijinkan. Tinggal pengurus DPD Jatim yang kelimpungan. Pasalnya, meski bukan lagi orang nomor satu di jajaran daerah, pengaruh alumnus ITS itu masih sangat kuat. Yang cukup sangat nyata adalah dukungan dari anggota legislatif yang duduk di DPRD Jatim. Dari 13 anggota legislatif, 9 diantaranya loyalis Tatok. Jadi sangat wajar jika dia mengklaim mampu merebut 60 persen suara Golkar.

Suara yang diperolehnya bisa jadi ditambah dari kalangan religius. Ridwan sendiri dikenal sebagai tokoh NU meski sinarnya tidak seterang kandidat lainnya. Istrinya memiliki garis keturunan bangsawan di Sampang, juga memiliki ponpes terbesar disana.

Dengan posisi semacam ini, Tatok cukup dihormati dikalangan nahdliyyin. Dia juga punya hubungan baik dengan sejumlah ulama dan kyai khususnya yang ada di Madura. Tidak hanya itu, jalinan ini sudah dibangunnya bertahun-tahun lalu saat dirinya membangun karir politiknya.

Disisi lain, Tatok dikenal sebagai pengusaha ulet dan sukses. Perusahannya kerap kali mengerjakan proyek-proyek besar. Salah satu keberhasilannya adalah Hotel Equator di kawasan Mayjen Sungkono. Dia juga penasehat DPD REI Jatim hingga saat ini.

Masalahnya : Meski banyak memiliki keunggulan dan nama Ridwan cukup populer di pemilih Jatim, dia harus bekerja keras agar pemilih mau mencoblosnya. Embel-embel sebagai orang Golkar cukup menyulitkan baginya karena beberapa golongan masyarakat masih antipati terhadap Golkar.

Selain itu, pasangannya Sutjipto dikenal sebagai nasionalis sekuler. Tentu bisa jadi ancaman dan membahayakan kemungkinan pasangan SR dicoblos. Bahkan bisa dikatakan bisa jadi mesin politik Tatok akan bekerja lebih keras agar warga 'hijau' percaya pada pasangan ini dan memilihnya.






















Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej