Skip to main content

Mulai 1 September, Uniqlo resmi buka dua gerai di Surabaya

Tunjungan Plasa dan Pakuwon Mal

LENSAINDONESIA.COM: Uniqlo, perusahaan ritel asal Jepang resmi membuka dua gerainya di Surabaya. Yaitu di Tunjungan Plasa pada 1 September dan Pakuwon Mall pada 15 September.
Taku Ozawa, Director & COO PT Fast Retailing Indonesia (Uniqlo) mengaku antusias dengan pembukaan dua gerai di Surabaya. Pasalnya, Surabaya akhirnya dijamah sejak retail ini ada di Indonesia sejak empat tahun lalu.

“Kami sangat senang membuka toko kami yang pertama di Surabaya sejak empat tahun beroperasi di Indonesia dengan berbagai pertimbangan seperti kota terbesar kedua di Indonesia dan jadi pintu masuk dari kawasan Indonesia Timur. Sehingga kami bangga bisa membuka akses terutama mereka yang berasal dari Indonesia Timur,” katanya, Rabu (30/8/2017).

Taku Ozawa, Director & COO PT Fast Retailing Indonesia (Uniqlo) saat visit store di Tunjungan Plasa. (LICOM/Nani Mashita)

   

Taku Ozawa menjabarkan ciri khas Uniqlo adalah kesederhanaan, berkualitas dan berteknologi tinggi, dengan model universal.

Adapun keunikan gerai Uniqlo dengan atap terbuka dengan rak-rak yang memanjang. Pihaknya juga menyediakan seluruh koleksi segala usia, dengan andalan kemeja flanel.

“Flanel dengan aneka warna dan model merupakan eksklusivitas kami. Silakan memegang langsung koleksi kami dan nikmati toko kami,” ujarnya.

Store Manager Uniqlo Tunjungan Plasa Surabaya, Maharani menyatakan untuk harga khusus kemeja flanel akan ditawarkan dengan harga Rp249.000. Uniqlo juga bekerjasama dengan Hana Tajima untuk desain baju muslimah serta seniman SPRZ khusus desain UT. “Dan tiap Jumat, Sabtu dan Minggu ada special price,” pungkasnya. @licom


Catatan: Artikel ini tayang di lensaindonesia.com tempat saya menjadi editor. Yang menarik, google menandai artikel ini di baca.co.id, bukan di web secara langsung. Trims. 

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej