Skip to main content

Kenalan bule di Facebook, malah disuruh jadi bandar narkoba

Sepak terjang Lita, janda beranak dua ini sungguh mengejutkan. Perempuan berusia 43 tahun itu mneyimpan sabu-sabu seberat 28 kilogram setara dengan Rp44,8 miliar.

Lita diringkus Satreskrim Polres Jakarta Barat, yang berpura-pura ingin membeli sabu-sabu 5 kilogram. Saat ditangkap, ia mengaku masih menyimpan 23 kilogram di rumahnya di bagian bawah teko berwarna hitam.

Baca juga: Ayam Taliwang Bersaudara jadi buah bibir di Singapura dan Nelangsa Dewi Septiani, pelapor beras plastik yang terancam dipidana

Lita nekad jadi bandar sabu-sabu setelah dibujuk oleh kekasihnya, VT, seorang warga Nigeria yang berdomisili di Indonesia.

Lita mengenalnya di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta dan saling bertukar nomor ponsel. Setelah itu, hubungan keduanya menjadi pasangan kekasih.


VT pun akhirnya mengenalkan bisnis narkoba yang dilakoninya kepada Lita. Awalnya Lita menolak untuk terjun berkecimpung, namun akhirnya luluh karena terdesak kebutuhan ekonomi.

Perempuan jadi bandar narkoba bukanlah yang pertama kalinya terjadi. Pada 19 Mei lalu, petugas meringkus SM (22) yang menjadi kurir bandar narkoba dari India. Tiga lainnya, SLH, SC dan M juga terlibat jaringan narkoba internasional.

Akal bulus bandar narkoba menjebak perempuan Indonesia untuk menjadi kurir narkoba melalui Facebook bukan kasus pertama di Peru. Ternyata, tahun 2014 kasus serupa pernah terjadi. Lagi-lagi, sasarannya perempuan Indonesia.

Namun, modus yang dilakukan gembong narkotika tersebut berbeda dengan apa yang dialami LS, perempuan asal Sukabumi yang diamankan 23 Mei 2015 lalu.

Bila LS diiming-imingi untuk berkenalan dengan si pelaku, maka kasus sebelumnya, korban diperdaya dengan diiming-imingi pekerjaan di Peru. Kasus tersebut terjadi di medio Mei-Juni 2014.

“Kejadian yang pertama juga mirip dengan yang sekarang terjadi. Mereka berkenalan melalui Facebook,” kata Staf KBRI Lima, Rinoldy Sidiki.

Rinoldy tidak mengingat betul tanggal persis kejadian tersebut.

Kasus pertama korban diiming-imingi kerja di Peru dengan gaji yang cukup fantastis. Korban juga tidak perlu repot mencari uang untuk pemberangkatan, karena gembong narkoba telah menyiapkan akomodasi agar korban bisa terbang ke Peru.

“Saat sampai di Peru korban yang belum tahu pekerjaannya apa, tiba-tiba saja mendapatkan email untuk mengambil tas di sebuah tempat,” kata Rinoldy.

Korban yang sadar akan adanya sesuatu yang tak lazim akhirnya menuju ke KBRI Lima dan melaporkan yang terjadi. Petugas kemudian melaporkan kejadian yang dialami perempuan asal Solo tersebut ke kepolisian setempat.
Firasat korban ternyata betul, di dalam tas yang dimintakan dibawa oleh sindikat ternyata berisi narkotika.

“Dari modus-modusnya mirip. Mulai dari perintah dan komunikasi lewat email, sampai dengan pola kepulangan yang banyak transit,” ujar Rinoldy.

Kepala Humas BNN Kombes Slamet Pribadi mengatakan, modus yang dilakukan para bandar dengan mengelabuli korbannya dengan iming-iming beragam sudah lama terjadi.

Bahkan, korban yang berhasil direkrut sudah terhitung banyak.

Pribadi tidak mengetahui persis modus seperti ini sudah berapa banyak diungkap. Namun, dia menyebut salah satu contoh adalah beberapa TKI bahkan juga mahasiswa asal Indonesia yang dijadikan kurir narkoba.

“Kami mengingatkan kepada para calon TKI atau juga pelancong untuk mewaspadai modus-modus seperti ini,” imbau Pribadi.

Para sindikat sangat pintar membaca suasana calon korbannya. “Terlebih mereka yang terimpit permasalahan ekonomi dan sosial,” katanya.

Berkaca dari kasus diatas, sebagai perempuan kita harus cerdas dan tak gampang terkena bujuk rayu. Deal!?!!

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej