Skip to main content

Anggap Tak Ada Bukti, Minta Anand Krishna Dibebaskan

JOGJA – Masih ingat kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh
sipiritualis Anand Krishna? Kasus yang sudah setahun lebih bergulir di
pengadilan itu bakal memasuki masa pembacaan rentut (rencana
penuntutan) pada 8 Juni mendatang. Namun, sejumlah pihak meminta agar
tokoh karismatis itu dibebaskan dari segala tuntutan.
Permintaan tersebut terungkap dalam diskusi ‘Kontroversi Anand
Krishna’ yang digelar di University Club Universitas Gadjah Mada,
Selasa (31/5). Pakar hukum pidana UGM, Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej
mengatakan banyak hal yang tidak sesuai dan dinilai sebagai sebuah
rekayasa semata. “Kasus tersebut 99,9 persen palsu dan direkayasa,”
tegasnya.
Penilaian ini, menurut Prof Edy cukup dilihat secara kasat mata dari
pelaksanaan sidang yang berlangsung selama ini. Sebagai orang
yangmemiliki intuisi hukum, bisa melihat kasus ini tidak layak untuk
dilanjutkan. Dikatakannya, dalam peradilan tersebut hanya ada satu
saksi yang dikedepankan. Padahal dalam hukum, satu saksi bukan saksi.
“Bahkan dalam hukum Islam tentang kasus seperti ini meminta adanya
lima saksi, kalau tidak ada berarti ditolak,” ingatnya.
Dia mengatakan di kasus ini,rekayasa yang disebut sebagai fakta, tidak
terbukti di pengadilan. Menurutnya, karena secara material tidak
terpenuhi dan dan pembukitan di pengadilan tidak ada maka hanya ada
satu putusan. “Harus dibebaskan,” katanya.
Anand Krishna sendiri sempat dibenturkan dengan kasus penodaan agama
namun pada akhirnya upaya tersebut gagal karena para tokoh agama saat
itu langsung meredamnya. Di perjalanannya, ternyata kasus coba untuk
dibenturkan dengan pelecehan seksual sehingga memantik kontroversi di
masyarakat. Dia mengatakan perekayasa kasus ini mengetahui bahwa emosi
masyarakat bisa tersinggung dengan isu tersebut. “Mereka dengan mudah
memainkan emosi masyarakat,” tuturnya.
Ketua Gerakan Rekonsiliasi Pancasila Romo Sapto Rahardjo menyatakan
sependapat dengan pernyataan tersebut. Dia mengatakan kasus ini
merupakan hal yang sangat mudah dengan merujuk pada saksi maupun fakta
yang ada di persidangan. “Tapi ternyata gosip dan isu yang ada
mewarnai kasus ini lebih kuat mempengaruhi proses peradilan,” katanya.
Proses hukum yang berdasarkan gosip dan opini membuat kasus ini
menjadi lebih rumit. Dikatakannya, kasus ini memiliki tendensi untuk
mematikan tokoh kharismatik sebagai salah satu yang memperjuangkan
kebangsaan. “Saya juga yakin bahwa ini hanya rekayasa semata,”
tegasnya.
Sementara itu, mantan anggota DPR/MPR RI Utami Pidada mengatakan
kasus ini menunjukkan perempuan masih rentan sebagai objek rekayasa
untuk kepentingan lain. Bagi Tara, wanita yang mengaku menjadi korban
pelecehan seksual, malah mendapat kerugian dua kali. Yang pertama
adalah Tara juga menjadi korban rekayasa kasus ini. Setelah kasus ini
juga sudah selesai, Utami memperkirakan Tara akan sulit untuk
melakukan aktivitas karena dia sendiri sudah mendapat citra negatif
akibat kasus ini. “Kecuali kalau dia sudah dibayar hingga miliaran,”
tuturnya. (sit)

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej