SURABAYA – Ironis, gaji yang diterima wartawan Surabaya masih dibawah upah layak. Seharusnya, setiap perusahaan pers di Surabaya memberikan upah minimal Rp 2,7 Juta kepada wartawannya. “Tapi rata-rata gaji yang diterima wartawan berkisar Rp 700 ribu sampai Rp 1,5 juta,” ujar Andrea Wicaksana, ketua tim surve upah layak jurnalis AJI Surabaya di RM Taman Apsari, Minggu (4/1).
Berdasarkan hasil survey AJI Surabaya, kebutuhan minimal wartawan Surabaya dalam satu bulan masih mencapai Rp 2,7 juta. Jumlah ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan pokok dengan harga minimal. “Kami menempatkan barang-barang yang dibutuhkan wartawan ini sudah yang paling murah,” tambah Andrea Wicaksana saat sosialisasi hasil survey AJI Surabaya.
Harga makanan misalnya, satu porsinya kalkulasikan hanya Rp 6 ribu. Bila kebutuhan makan wartawan sehari sebanyak tiga kali, perhari wartawan harus mengeluarkan uang Rp 18 ribu. Dalam sebulan, berarti uang makan yang harus dikeluarkan wartawan Rp 540 ribu. “Begitu juga dengan minuman, buah-buahan serta kebutuhan pokok lainnya,” katanya.
Berdasarkan hasil pantauan AJI Surabaya, para perusahaan pers di Surabaya menggaji wartawan sangat minim. Untuk media cetak, gaji yang diterima wartawan berkisar Rp 700 ribu sampai Rp 1,6 juta per bulan, Media televisi, Rp 300 ribu sampai Rp 1,2 juta, radio Rp 730 sampai Rp 1,5 juta dan media online Rp 1,2 juta.
Ketua AJI Surabaya, Donny Maulana mengatakan, minimnya gaji yang diterima wartawan merupakan salah satu sebab banyaknya tradisi terima suap dikalangan wartawan. Menurutnya, menaikkan gaji wartawan sesuai dengan upah layak dapat menanggulangi adanya terima suap di kalangan wartawan. “Selama ini teman-teman wartawan tak bisa menolak pemberian dari narasumber karena gajinya minim,” papar Donny.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya, M Alyas mengaku prihatin dengan minimnya gaji yang diterima wartawan. Sebagai jurnalis, minimnya gaji yang diterima sama dengan tidak adanya penghargaan terhadap karya tulis yang dihasilkannya. “Waktu bahas UMK (Upah Minimum Kota, red) bulan lalu, saya sering Tanya kepada teman-teman wartawan. Kalian itu lho kok mikirin upah buruh, upah kalian sendiri gimana,” papar Alyas sambil sedikit mengulas UMK di Surabaya.
Meski begitu, Alyas tidak bisa menyikapi apakah wartawan harus ikut UMK di Surabaya atau tidak. Pasalnya, tidak ada penempatan secara pasti, apakah wartawan itu buruh atau tenaga profesi. “Kalau buruh, harus mengikui UU No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Gajinya juga harus sesuai UMK Surabaya,” katanya.
Tapi bila tenaga profesi, lanjutnya, tentu upahnya akan disesuaikan dengan karya yang dihasilkan. “Artinya setiap wartawan menerima upah berbeda-beda,” tandas politisi asal partai Golkar ini.k11
* ralat. muncul kok. hehhee. hidup gaji layak!!!!!
Berdasarkan hasil survey AJI Surabaya, kebutuhan minimal wartawan Surabaya dalam satu bulan masih mencapai Rp 2,7 juta. Jumlah ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan pokok dengan harga minimal. “Kami menempatkan barang-barang yang dibutuhkan wartawan ini sudah yang paling murah,” tambah Andrea Wicaksana saat sosialisasi hasil survey AJI Surabaya.
Harga makanan misalnya, satu porsinya kalkulasikan hanya Rp 6 ribu. Bila kebutuhan makan wartawan sehari sebanyak tiga kali, perhari wartawan harus mengeluarkan uang Rp 18 ribu. Dalam sebulan, berarti uang makan yang harus dikeluarkan wartawan Rp 540 ribu. “Begitu juga dengan minuman, buah-buahan serta kebutuhan pokok lainnya,” katanya.
Berdasarkan hasil pantauan AJI Surabaya, para perusahaan pers di Surabaya menggaji wartawan sangat minim. Untuk media cetak, gaji yang diterima wartawan berkisar Rp 700 ribu sampai Rp 1,6 juta per bulan, Media televisi, Rp 300 ribu sampai Rp 1,2 juta, radio Rp 730 sampai Rp 1,5 juta dan media online Rp 1,2 juta.
Ketua AJI Surabaya, Donny Maulana mengatakan, minimnya gaji yang diterima wartawan merupakan salah satu sebab banyaknya tradisi terima suap dikalangan wartawan. Menurutnya, menaikkan gaji wartawan sesuai dengan upah layak dapat menanggulangi adanya terima suap di kalangan wartawan. “Selama ini teman-teman wartawan tak bisa menolak pemberian dari narasumber karena gajinya minim,” papar Donny.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya, M Alyas mengaku prihatin dengan minimnya gaji yang diterima wartawan. Sebagai jurnalis, minimnya gaji yang diterima sama dengan tidak adanya penghargaan terhadap karya tulis yang dihasilkannya. “Waktu bahas UMK (Upah Minimum Kota, red) bulan lalu, saya sering Tanya kepada teman-teman wartawan. Kalian itu lho kok mikirin upah buruh, upah kalian sendiri gimana,” papar Alyas sambil sedikit mengulas UMK di Surabaya.
Meski begitu, Alyas tidak bisa menyikapi apakah wartawan harus ikut UMK di Surabaya atau tidak. Pasalnya, tidak ada penempatan secara pasti, apakah wartawan itu buruh atau tenaga profesi. “Kalau buruh, harus mengikui UU No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Gajinya juga harus sesuai UMK Surabaya,” katanya.
Tapi bila tenaga profesi, lanjutnya, tentu upahnya akan disesuaikan dengan karya yang dihasilkan. “Artinya setiap wartawan menerima upah berbeda-beda,” tandas politisi asal partai Golkar ini.k11
* ralat. muncul kok. hehhee. hidup gaji layak!!!!!
Comments