Skip to main content

KaJi Roadshow ke Media

Sabtu, 29 Nopember 2008 | 09:54 WIB
JAKARTA – Setelah mengadu ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR, kubu Khofifah-Mudjiono (KaJi) terus bergerilya. Kali ini mengunjungi beberapa media di Jakarta.

Kuasa hukum KaJi, Moch Ma’ruf Syah mengatakan pagi ini rombongan KaJi berkunjung ke redaksi Media Indonesia. Di redaksi, pihaknya menyampaikan beberapa fakta seputar pelaksanaan pilkada di Jatim. ”Kami ingin memberikan informasi yang benar lewat media massa,” katanya dihubungi Jumat (28/11) pagi.

Khofifah sendiri mengatakan road show tersebut dalam rangka membangun kesadaran bersama atas proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Gus Dur tersebut melihat pilkada Jatim adalah potret buram proses demokrasi di Indonesia.”Saya khawatir bahwa ini adalah proses eksperimental demokrasi yang dicoba dilakukan dan kalau dibiarkan akan direplikasi. Padahal ini adalah ancaman demokrasi,” tandasnya.

Beberapa di antaranya adalah kesengajaan KPU Jatim untuk melanggar aturan yang sudah ditetapkan sendiri. Dia mencontohkan blanko A 1 di TPS harus memakai tinta biru namun ternyata menggunakan tinta hitam dan disahkan. Dia juga mempertanyakan penggunaan blanko yang berbasis desa di 8 kecamatan di Pamekasan yang disahkan.

Selain itu, dia juga menyebut keterlibatan Menkominfo Muhammad Nuh DEA yang meminta agar hasil perhitungan quick count tidak didengung-dengungkan. Dirinya mempertanyakan dalam kapasitas apa larangan Nuh tersebut padahal survei quick count menggunakan rujukan ilmiah. “Ada upaya sistemik untuk merusak tatanan demokrasi,” katanya.

Dia mengatakan road show ini penting dilakukan untuk diketahui publik secara luas bahwa ada kejanggalan terhadap pelaksanaan pilgub Jatim. Dia menolak tegas bila aksi ini merupakan cara untuk mengintervensi MK dalam menjatuhkan putusan Selasa (2/12). ”Tidak ada sama sekali intervensi. Kita menyampaikan catatan-catatan. Ada kebenaran, keadilan, dan kejujuran yang kita juga ingin ditegakkan,” tegasnya.

Menanggapi langkah Kaji, anggota KPU Jatim Arif Budiman mengatakan memilih untuk tidak banyak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan proses persidangan pilgub. ”KPU tinggal wait and see saja menunggu sampai keputusan MK keluar,” ujarnya.

Mengenai persiapan pelantikan, Arif mengatakan pihaknya bakal menyerahkan sepenuhnya pada DPRD Jatim. Pasalnya, setelah putusan MK turun maka pihaknya akan melakukan sidang pleno untuk menetapkan siapa kandidat yang akan dilantik oleh DPRD Jatim. Setelah itu, DPRD Jatim yang nantinya mengirimkan surat ke Mendagri Mardiyanto untuk melakukan pelantikan gubernur baru. ”Jadi setelah penetapan, tahapan selanjutnya sudah kita serahkan pada dewan termasuk menentukan lokasi pelantikan,” ucapnya.

Apakah optimis MK tidak akan menunda putusan sidang seperti minggu sebelumnya? Arif berharap demikian. Pasalnya jika MK kembali menunda vonis sidang sengketa tersebut, dipastikan tahapan seluruhnya bakalan ikut tertunda termasuk pelantikan gubernur. ”Kalau ada penundaan putusan lagi, KPU Jatim akan rapat lagi kira-kira kapan jadwal baru pelantikannya,” tandasnya.



Ketua DPRD Jatim Fathorrasjid sendiri berharap proses pelantikan tidak molor dari jadwal yang ditetapkan yaitu 19 Desember nanti. Lokasi yang dijadikan tempat pelantikan adalah di DPRD Jatim. ”Sekarang ini kan situasinya aman-aman saja jadi nanti pelantikannya seharusnya di dewan,” harapnya.

Sementara itu, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim meminta agar hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terintervensi saat mengambil keputusan. Jika tidak, dikhawatirkan terjadi gejolak di masyarakat.
Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Miftachul Akhyar berharap hakim MK harus benar-benar teliti saat menjatuhkan putusan soal sengketa Pilkada Jatim. Secara implisit, dia menduga akan ada keterlibatan pejabat untuk mempengaruhi keputusan tersebut. ”Jangan sampai ada baju yang lebih tinggi yang bisa mengintervensi MK,” ujarnya.

Dia mengatakan MK tidak mungkin bersih dari upaya-upaya intervensi tersebut. Apalagi dirinya pernah mendapat pengakuan dari seorang yang berpengaruh yang menyatakan memang ada upaya kecurangan untuk memenangkan salah satu kubu. PWNU sendiri memiliki kecenderungan mendukung pasangan Khofifah Indarparawansa-Mudjiono (KaJi) dalam pilgub. Ini dibuktikan dengan adanya imbauan pada KPU Jatim untuk segera melantik KaJi. Selain itu, sempat menggelar aksi yang dilakukan badan otonom (banom) PWNU seperti Muslimat, Fatayat dan Ansor ke KPU beberapa waktu yang lalu.

Lebih lanjut, PWNU khawatir jika hal ini tidak diawasi sedemikian rupa, maka putusan yang akan dijatuhkan tidak akan mencerminkan rasa keadilan dan kejujuran. ”Politik kan identitk dengan kecurangan, jadi harus benar-benar teliti,” tukasnya.

KH Miftah berharap MK akan mengabulkan permintaan kubu KaJi agar dilaksanakan pencoblosan ulang di wilayah yang diduga terjadi kecurangan seperti Madura. Jika tidak maka akan muncul ketidaknyamanan terutama warga Madura. ”Yang jelas kami harap agar masyarakat tidak anarkis dan arif menghadapi segala keputusan MK,” pungkasnya.

Sikap yang disampaikan oleh PWNU tersebut menindaklanjuti ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengingatkan pemerintah untuk tidak melibatkan kekuasaan dalam proses pemilu, baik di tingkat lokal maupun nasional. Pasalnya, nuansa tersebut sangat terasa di Pemilihan Gubernur Jawa Timur.

“Sejak awal saya telah mengingatkan bahwa seringnya terjadi kerawanan di banyak Pilkada disebabkan terlibatnya kekuasaan dan birokrasi dalam pemihakan,” kata Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (27/11) malam.

Keberpihakan di Pilgub Jatim itu, menurut PBNU, terungkap dari keterangan pada persidangan di Mahkamah Konstitusi yang menunjukkan tingkat keterlibatan birokrasi di tingkat bawah. Juga turunnya beberapa menteri ke Jawa Timur, pengamanan penghitungan yang berlebihan, cara pejabat-pejabat Jatim mengambil posisi dan sebagainya.

“Hal ini telah membantu opini masyarakat Jatim tentang Pilkada yang baru berlangsung. Hal ini tidak mudah dibantah melalui pernyataan tidak ada intervensi,” jelas Hasyim.

Menurut Hasyim, masyarakat Jatim saat ini sedang menunggu keputusan, apakah MK berhenti pada keputusan legal formal yang kering ataukah berjuang untuk menegakkan kejujuran dan rasa keadilan masyarakat.

Rentetan kesan masyarakat terhadap hal-hal tersebut, lanjut Hasyim, tentu akan mempengaruhi Pileg dan Pilpres 2009. “Semoga Pilpres yang akan datang tidak lebih kasar dari Pilgub Jatim. NU sebagai lembaga moral akan terus berjuang agar Indonesia mempunyai Pemilu yang clear and clean,” tandasnya. k2,dji

Comments

Popular posts from this blog

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran ...

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,...

Uang Tunai Hilang, Onde-onde Melayang

Kehidupan manusia di era digital sangat dimanjakan. Ada smartphone, smarthome, sampe udah ada konsep smartcity. Begitu juga kehidupan sehari-hari banyak teknologi memudahkan manusia. Salah satunya uang digital.  Saat ini, saya termasuk pengguna aktif uang digital. Kemana-mana ga pernah bawa uang cash banyak... Secukupnya aja. Biasanya Rp50 ribu. Paling banyak Rp100 ribu. Buat beli bensin atau sekedar jaga-jaga ban bocor/kempes. Kalo ga ada insiden di atas, bisa berhari-hari ngendon di dompet. Kartu debet aneka bank.  Ada kartu vaksin juga. Wkwkkw Lah gimana enggak? Belanja di minimarket, gesek kartu debet. Lewat tol, pake e-money. Beli pulsa, bayar tagihan, BPJS, langganan internet, tinggal tutul-tutul aplikasi keuangan di hape. Belanja makanan tinggal scan barcode hape. Hmm apalagi yah... Banyak deh.  Uang digital emang membantu banget sih buat saya. Karena ga harus bawa uang yang banyak. Otomatis di dompet cuma berisi KTP, SIM, STNK, dan kartu ATM. Wkwkkwkw... Gak enakn...