Ada cerita menarik dari Batam perihal penangkapan wartawan KPK atas perintah bupati Natuna Daeng Rusnadi. Wartawan itu diduga adalah wartawan bodong karena mencatut nama KPK. Sayang ceritanya tidak komplit karena saya sendiri juga mendapatkannya tidak lengkap juga. mungkin kawan-kawan ada yang punya cerita lengkapnya.
Tapi ya kalo dipikir-pikir, si wartawan, tepatnya si pemilik koran kok yo nekad. Kenapa menggunakan kata-kata KPK - meski kepanjangannya Koran Pemantau Korupsi. Mungkin meniru program Trans TV yang bikin program KPK - Kumpulan Perkara Korupsi -Tetap aja nama besar KPK membuat orang keder, kalau tidak bijaksana dalam menggunakan nama sakti ini kan jadi alat wartawan bodong (aku gak tau apakah wartawan koran KPK itu bodong atau enggak) untuk memeras nara submer. Mungkin bupati Natuna emoh dibodohi apalagi diperas oleh mereka.
weleh...weleh...aya-aya wae nya'.
istighfar dulu ah.
Wartawan KPK dan Infonusantara Ditangkap di Natuna
BATAM (BP) - Penangkapan terhadap wartawan yang
melaksanakan tugas jurnalistik merupakan salah satu bentuk
pembungkaman terhadap pers. Apalagi,jika yang ditangkap adalah wartawan yang ingin
mengungkap kasus korupsi.
Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Advokat Indonesia(Ikadin) Batam Ampuan
Situmeang menanggapi berita soal adanya wartawan yang ditangkap polisi,
karena mengaku sebagai tim pencari fakta adanya korupsi di Natuna, beberapa
waktu lalu.
"Kalau ada orang yang ingin mengungkap korupsi,seharusnya didukung. Bukan
ditangkap seperti di Natuna," kata Ampuan.
Secara khusus, kasus tersebut juga dibahas dalam rapat bulanan Ikadin
Batam. Hadir dalam rapat tersebut anggota Ikadin Juhrin Pasaribu, Nixon
Situmorang dan Nixon Parapat dan lainnya. Ampuan menyoroti soal penangkapan terhadap
wartawan yang ingin mengungkap korupsi di Natuna. Pers, katanya, harus bebas dan
dilindungi hukum.
"Kalau wartawan sudah ditangkap, ini akan memberi efek ketakutan bagi masyarakat
untuk mengungkap kasus-kasus korupsi. Saya menduga ini upaya sistematis untuk membungkam pers," ujarnya.
Ampuan juga menyinggung pasal 41 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Di sana disebut masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat itu bisa diwujudkan dalam bentuk hak mencari,
memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi, hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi dan
lainnya.
''Ini kan ada orang yang mengaku dari KPK dan minta fasilitas kepada
polisi. KPK kan bisa saja singkatan dari Koran Pemberantas Korupsi seperti
wartawan yang turun ke lapangan itu. Kalau mau menipu kenapa menipu di
kantor polisi," tukas Ampuan.
Jika memang ada pemerasan dalam kasus tersebut,katanya, harus jelas siapa
yang diperas dan berapa kerugiannya. Kalau kasusnya adalah penipuan, apa
modus penipuannya. ''Makanya, kami akan membentuk tim pencari fakta," katanya.
Ketua Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Kepri Marganas Nainggolan
mengatakan, SPS juga akan membentuk tim pencari fakta untuk memperjelas apa
sesungguhnya yang terjadi di Natuna tersebut. ''Hendaknya pihak kepolisian
benar-benar melaksanakan tugasnya sesuai prosedur dan hukum yang berlaku," katanya.
Sampai kemarin, kata Marganas, pihak keluarga wartawan yang ditahan kepolisian itu belum diberi tahu. ''Orang kami yang mencoba mencari tahu disana juga tidak diperkenankan bertemu. Akses untuk menemui mereka tak dibuka. Makanya, kami akan membentuk tim pencari fakta," tukas Marganas.
Kronologi
Salah seorang wartawan Batam yang ikut tersandung masalah ini, dan kini
juga ditahan Polres Natuna menegaskan, ia sebenarnya tidak terkait dengan
masalah yang melibatkan tiga wartawan dari Koran KPK.
''Saya ke Natuna untuk urusan administrasi koran saya, karena sudah
beberapa bulan ada tunggakan penagihan, kebetulan saja saya dikontak salah
seorang wartawan koran KPK yang saat itu mengatakan akan ke Natuna, jadi
kita sepakat untuk berbarengan karena kita kan
sesama wartawan itu saja," katanya.
Ia menceritakan, setiba di Bandara Ranai mereka dijemput Kasat Reskrim
Polres Natuna AKP Rudi S Idris, karena sebelumnya penanggung jawab koran KPK
Brigjen (Purn) Dudung mengontak Kapolres Natuna memberitahu bahwa ada
anggota redaksi koran KPK berangkat ke Natuna melakukan investigasi dugaan
korupsi di kabupaten itu. Kapolres Natuna AKBP Wiyarso kemudian meminta rombongan itu menghubungi AKP Rudi S Idris, sebab Wiyarso sedang berada di
Batam.
Dari bandara, rombongan ini kemudian dijamu makan siang di sebuah restoran
pinggir pantai oleh AKP Rudi S Idris. Mereka kemudian diantar ke hotel tempat menginap. Lalu diajak main-main ke Polres Natuna. "Sesampai di Polres saya menunggu di ruang tunggu di luar, sementara wartawan koran KPK berada di salah satu ruangan
Reskrim, tak berapa lama datang Bupati Natuna Daeng Rusnadi yang langsung masuk ke ruangan tersebut, tiba-tiba saya mendengar teriakan "Tangkap orang-orang ini, mereka ini bodong" setelah itu saya melihat Daeng Rusnadi keluar ruangan," tuturnya.
Tak lama berselang, semua wartawan dipanggil ke ruangan reskrim dan ditanyai indentitas. Semua identitas mereka kemudian ditahan polisi.''Beberapa jam setelah peristiwa itu kami diantar balik ke hotel, paginya kami berencana pulang ke Batam. Tak tahunya Kamis pagi kami dijemput dan diperiksa dan langsung ditahan dengan tuduhan penipuan," katanya.
Tapi ya kalo dipikir-pikir, si wartawan, tepatnya si pemilik koran kok yo nekad. Kenapa menggunakan kata-kata KPK - meski kepanjangannya Koran Pemantau Korupsi. Mungkin meniru program Trans TV yang bikin program KPK - Kumpulan Perkara Korupsi -Tetap aja nama besar KPK membuat orang keder, kalau tidak bijaksana dalam menggunakan nama sakti ini kan jadi alat wartawan bodong (aku gak tau apakah wartawan koran KPK itu bodong atau enggak) untuk memeras nara submer. Mungkin bupati Natuna emoh dibodohi apalagi diperas oleh mereka.
weleh...weleh...aya-aya wae nya'.
istighfar dulu ah.
Wartawan KPK dan Infonusantara Ditangkap di Natuna
BATAM (BP) - Penangkapan terhadap wartawan yang
melaksanakan tugas jurnalistik merupakan salah satu bentuk
pembungkaman terhadap pers. Apalagi,jika yang ditangkap adalah wartawan yang ingin
mengungkap kasus korupsi.
Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Advokat Indonesia(Ikadin) Batam Ampuan
Situmeang menanggapi berita soal adanya wartawan yang ditangkap polisi,
karena mengaku sebagai tim pencari fakta adanya korupsi di Natuna, beberapa
waktu lalu.
"Kalau ada orang yang ingin mengungkap korupsi,seharusnya didukung. Bukan
ditangkap seperti di Natuna," kata Ampuan.
Secara khusus, kasus tersebut juga dibahas dalam rapat bulanan Ikadin
Batam. Hadir dalam rapat tersebut anggota Ikadin Juhrin Pasaribu, Nixon
Situmorang dan Nixon Parapat dan lainnya. Ampuan menyoroti soal penangkapan terhadap
wartawan yang ingin mengungkap korupsi di Natuna. Pers, katanya, harus bebas dan
dilindungi hukum.
"Kalau wartawan sudah ditangkap, ini akan memberi efek ketakutan bagi masyarakat
untuk mengungkap kasus-kasus korupsi. Saya menduga ini upaya sistematis untuk membungkam pers," ujarnya.
Ampuan juga menyinggung pasal 41 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Di sana disebut masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat itu bisa diwujudkan dalam bentuk hak mencari,
memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi, hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi dan
lainnya.
''Ini kan ada orang yang mengaku dari KPK dan minta fasilitas kepada
polisi. KPK kan bisa saja singkatan dari Koran Pemberantas Korupsi seperti
wartawan yang turun ke lapangan itu. Kalau mau menipu kenapa menipu di
kantor polisi," tukas Ampuan.
Jika memang ada pemerasan dalam kasus tersebut,katanya, harus jelas siapa
yang diperas dan berapa kerugiannya. Kalau kasusnya adalah penipuan, apa
modus penipuannya. ''Makanya, kami akan membentuk tim pencari fakta," katanya.
Ketua Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Kepri Marganas Nainggolan
mengatakan, SPS juga akan membentuk tim pencari fakta untuk memperjelas apa
sesungguhnya yang terjadi di Natuna tersebut. ''Hendaknya pihak kepolisian
benar-benar melaksanakan tugasnya sesuai prosedur dan hukum yang berlaku," katanya.
Sampai kemarin, kata Marganas, pihak keluarga wartawan yang ditahan kepolisian itu belum diberi tahu. ''Orang kami yang mencoba mencari tahu disana juga tidak diperkenankan bertemu. Akses untuk menemui mereka tak dibuka. Makanya, kami akan membentuk tim pencari fakta," tukas Marganas.
Kronologi
Salah seorang wartawan Batam yang ikut tersandung masalah ini, dan kini
juga ditahan Polres Natuna menegaskan, ia sebenarnya tidak terkait dengan
masalah yang melibatkan tiga wartawan dari Koran KPK.
''Saya ke Natuna untuk urusan administrasi koran saya, karena sudah
beberapa bulan ada tunggakan penagihan, kebetulan saja saya dikontak salah
seorang wartawan koran KPK yang saat itu mengatakan akan ke Natuna, jadi
kita sepakat untuk berbarengan karena kita kan
sesama wartawan itu saja," katanya.
Ia menceritakan, setiba di Bandara Ranai mereka dijemput Kasat Reskrim
Polres Natuna AKP Rudi S Idris, karena sebelumnya penanggung jawab koran KPK
Brigjen (Purn) Dudung mengontak Kapolres Natuna memberitahu bahwa ada
anggota redaksi koran KPK berangkat ke Natuna melakukan investigasi dugaan
korupsi di kabupaten itu. Kapolres Natuna AKBP Wiyarso kemudian meminta rombongan itu menghubungi AKP Rudi S Idris, sebab Wiyarso sedang berada di
Batam.
Dari bandara, rombongan ini kemudian dijamu makan siang di sebuah restoran
pinggir pantai oleh AKP Rudi S Idris. Mereka kemudian diantar ke hotel tempat menginap. Lalu diajak main-main ke Polres Natuna. "Sesampai di Polres saya menunggu di ruang tunggu di luar, sementara wartawan koran KPK berada di salah satu ruangan
Reskrim, tak berapa lama datang Bupati Natuna Daeng Rusnadi yang langsung masuk ke ruangan tersebut, tiba-tiba saya mendengar teriakan "Tangkap orang-orang ini, mereka ini bodong" setelah itu saya melihat Daeng Rusnadi keluar ruangan," tuturnya.
Tak lama berselang, semua wartawan dipanggil ke ruangan reskrim dan ditanyai indentitas. Semua identitas mereka kemudian ditahan polisi.''Beberapa jam setelah peristiwa itu kami diantar balik ke hotel, paginya kami berencana pulang ke Batam. Tak tahunya Kamis pagi kami dijemput dan diperiksa dan langsung ditahan dengan tuduhan penipuan," katanya.
Comments
ckckc...kok semakin parah ya negeri ini ?
si wartawan tanpa ijin dan permisi langsung nyelonong ke kantor gw sambil pakai helm foto2 bangunan kantor sembarangan... ehh.. terus ngancem akan mengeluarkan berita palsu sambil minta uang 2,5jt untuk tutup mulut...
karna mereka maksa minta terus ke pimpinan gw, akhirnya cuma dikasih ongkos bensin 100 rb