Skip to main content

Kejahatan Yang Makin Marak

Dalam dua bulan terakhir, Surabaya penuh dengan warna
Enggak hanya jelang ulang tahunnya yang ke-714 tahun, namun kasus pembunuhan

Dimulai pada 30 Maret pagi hari jam 07.00, ibu-anak ditemukan tewas tergeletak di rumahnya. Korbannya Veronica dan Devy Sutedya di Babatan Wiyung Blok N-7. Tubuh mereka bersimbah darah. Nyawa mereka melayang setelah belasan sabetan sajam merajam tubuh mereka. Tempurung kepala Devy bahkan rusak hingga ke tengkuknya. Hiii...serem banged. Sampai sekarang kasus itu masih gelap.

Kasus selanjutnya yang bikin geger, tentu saja Jagal Keputran. Korbannya Regynaldy pada Jumat (18/4/2008). Regynaldy yang seorang residivis itu tewas usai berbelanja di Pasar Keputran. Saat belanjaan sudah diletakkan diatas motor, kepalanya ditebas terlempar hingga 2 meter. Diduga pembunuhan ini karena rebutan lahan koperasi dan pelakunya dikabarkan sama-sama pelaku berinisial KL. Sampai sekarang juga belum tahu siapa pembunuhnya.

Pembunuhan selanjutnya adalah seorang waria bernama Titis. Dia tewas setelah sebelumnya diduga disekap dan diculik. Dia diketahui sebelumnya mengordinir aksi demo. Kejadiannya sendiri di Sidoarjo. Sampai sekarang gak ada terusan beritanya tuh.

Yang terakhir adalah Frederich Engeuard (45), seorang Satpam PT Iglas yang tewas dengan penuh bacokan di Jl. Greges. Diduga tewasnya Frederich karena rebutan sertifikat rumah. Pelakunya sendiri katanya 10 orang dan sudah membuntuti sejak awal. Sampai sekarang masih dalam penyelidikan.

Menurut sosiolog Unair, Bagong Suyanto hal ini karena efek tayangan media yang mengumbar kekerasan secara vulgar. Selain tayangan kekerasan oleh media, pembunuhan ekspresif juga dipicu oleh kondisi ekonomi seseorang sehingga membuat seseorang mudah stres dan hilang kesabaran.

Bener juga sih. Coba sekarang lihat, di televisi banyak tayangan kekerasan yang wira-wiri tanpa sensor. Program-programnya juga sama. Hm...apa sebaiknya kita mengajukan keberatan dan gugatan kepada televisi agar tidak menayangkan tayangan kekerasan lagi?

Boleh juga sih. Yang paling aku setujui, kalo televisi enggak lagi menayangkan tayangan yang tidak mendidik dan membuat masyarakat kita bodoh. Setuju???????????????

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej