Skip to main content

Makanan Enak vs Makanan Mahal


Hari ini sungguh hari yang benar-benar takkan terlupakan. Setelah sekian lama cuma dengar dan membaca cerita soal makanan yang ada hewan-hewan dari orang lain, maka hal itu beneran terjadi pada aku.

Dan yang bikin jengkel adalah hewan yang "nyelip" di makanan aku adalah kecoa. Beneran!!!

Setelah sekian lama gak pernah makan di pinggir jalan (PKL) pasca tumbang akibat typhus 2009 lalu, hari ini kok pengen mampir ke warung nasi belakang Gedung Juang 45. Kepengen makan ikan pe sambelan dan dikasih lodeh tewel.

Entah kenapa hati ini gak enak. Mungkin karena makan di warung PKL. Tapi aku meyakinkan diri tempatnya bersih (saat datang, pegawainya lagi ngepel). .
Tapi hati tetap gak enak gitu. Pas aku perhatikan ada bentuk aneh di atas nasiku, dan pas kubalik ternyata beneran. Jinggaaaaattt...

Langsung muntah. Badan merinding. Kepala berat. Langsung minggat, gak sempat nyemprot ke abang penjualnya. Naik motor. Berhenti. Dan nangis. Ho oh..nangis setengah jam di pinggir jalan karena aku takut setengah mati sama kecoa.  Tangisku mereda setelah disusul mas bojo trus di puk-puk. .

Meski ga semua PKL begitu, kebersihan makanan harus bener-bener diperhatiin. Jangan suka makan sembarangan. Mau makanan enak or makanannya mahal, kebersihan jadi koentji. Agama Islam juga mengingatkan, kebersihan sebagian dari iman.

Kamu gak tau rasanya sakit typhus itu gimana. Ya mirip-mirip ditinggal orang yang kita cintai kawin ama orang lain.

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej