Skip to main content

Saat Virus Corona Menyerang, Baru Terasa Jasa Guru

Hampir di seluruh belahan dunia membahas mahluk satu ini. Yang muncul entah dari mana. Yang tiba-tiba menghebohkan dunia dan menyebabkan pandemik global. Virus Corona.

Ibuku adalah seorang guru TK 
Tapi gak mau bahas soal virus corona sih, karena saya bukan ahlinya dan takutnya malah nanti menimbulkan salah paham. Yang saya pahami, virus corona cukup merepotkan karena pekerjaan terlantar semua. Mau pergi kemana-mana juga dibatasi (Surabaya menetapkan #stayathome #workathome). Daaaaaaaaaaaaaaaaaan...jreng jreng jreng kebijakan agar anak-anak sekolah di rumah.

Dari pantauan sekilas saya, ada beberapa teman baik yang bekerja maupun ibu rumah tangga, yang pusing dengan kebijakan ini.Yang bekerja, jadi bingung gimana mau mengajari anak di rumah karena masih tetap ngantor seperti biasa. Yang dititipi (entah eyang ataupun TPA or tetangga yang dititipi) juga belum tentu paham soal tugas anak-anak. (Apalagi tetangga yang dititipi biasanya juga punya anak yang sama-sama dikasih tugas online).

Yang jadi ibu rumah tangga, banyak yang tidak paham bagaimana memberi pelajaran kepada anak-anak walaupun sudah dipandu oleh gurunya. Buktinya, tugas Penguatan Karakter di keluarga juga tidak banyak yang mengerjakan. Eh ngerjain gimana, lah wong lembar aktivitasnya diambil aja nggak. Termasuk aku sih. Hahahaha............

Plus, rumah jadi gak pernah benar-benar bersih. Baru aja mainan lego dibersihkan, eh buka mainan masak-masakan. Udah bosan main masak-masakan, eh mainan playdough. Selesai digeletakin gitu, eh minta diambilin kertas trus minta nge-print gambar Elsa trus diwarnai. Abis itu, minta ngelem sana-sini, minta dibelikan kertas lipat. Ketika disuruh mengerjakan tugas dari sekolah? Duh ngerayunya setengah mati. Hahahah...




Alhamdulillah...agak terbantu karena lingkungan rumah tidak banyak orang jualan makanan ringan/gorengan. Tapi ya tetap aja...makan pun ngerayu biar nasi dan lauk pauk beserta sayurnya masuk ke dalam tubuh anak. Vitamin? Buah? Masya Allah ya...Hahahaha....

Tapi ya tetap ada sisi positifnya. Terutama hubungan antar keluarga yang selama ini agak ada jarak - entah karena kesibukan or something wrong - Insya Allah makin rekat dengan adanya corona. Hikmah lain, mungkin beda ya masing-masing orang.

Tapi salah satu yang paling kita sadari adalah ternyata peran guru sangat penting bagi kita, dan gak semudah kalau kita ngomentarin kalo guru A itu begini, guru B itu begitu. Jadi guru juga gak semudah yang dibayangin kebanyakan orang tua, yang kerap protes sana-sini di sekolahnya.

Tapi yang agak aneh, kenapa ya siswanya libur tapi gurunya tetap masuk?


Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej