Penantian panjang pasangan Vivi Aria Nursella-Eko Ardianivan Dewangga akan kehadiran buah hati berakhir sudah. Lewat teknologi bayi tabung, pasutri yang menikah selama lima tahun tengah menanti kelahiran jabang bayi.
Ditemui usai kontrol di Klinik Morula IVF Surabaya, wajah Sella tampak sumringah. Begitu juga sang suami yang setia menemani. “Alhamdulillah sekarang usianya (kehamilan) tiga bulan,” kata Sella.
Perempuan 24 tahun itu berkisah jika dirinya sudah tiga kali melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan. Ketiga dokter itu menyatakan pasangan ini baik-baik saja.
“Saya nunggu tapi kok gak hamil-hamil. Akhirnya nekad ke klinik ini, waktu masih ada di Jalan Bogowonto, Surabaya,” jelasnya.
Di klinik ini, dia ditangani salah satu dokter
Tadinya pasangan ini berniat melakukan inseminasi. Namun pemeriksaan dokter menunjukkan jika suaminya diketahui menderita teratozoospermia, suatu gangguan dimana bentuk dan ukuran sperma abnormal. Sehingga tidak cukup berkualitas untuk membuahi sel telur.
“Oleh dokter Ben (dr. Benediktus Arifin) disarankan bayi tabung saja. Karena kepengen sekali punya anak, ya kami mau,” bebernya.
Karena sudah bertekad ingin memiliki anak, dia pun rela merogoh kocek dalam-dalam. Tak kurang dana Rp100 juta dikeluarkannya demi memiliki buah hati.
“Kalau ditotal dengan biaya hidup dan transportasi, sudah habis Rp130 jutaan,” ujar Eko.
Sella lalu menceritakan dokter memproses 16 sel telur miliknya dan sembilan sperma dari suaminya. Dari sembilan itu, yang dinyatakan berkualitas baik ada lima. Setelah itu, sperma dan telur dipertemukan di luar tubuh. Lalu ditanamkan di dalam rahimnya lima hari sesudahnya. Dirinya harus full bedrest selama dua minggu.
“Satu bulan kemudian langsung dinyatakan positif hamil. Dan minggu kelima jantungnya sudah didengar dan semua ada, lengkap,” tuturnya.
Dia pun merasa seperti orang hamil pada umumnya. Namun dia tak mengalami muntah-muntah. Setiap dua minggu sekali, Sella melakukan check up. “Hari ini (kemarin, red) saya menjalani tes kromosom terkait down syndrom. Setelah itu kembali ke Ponorogo,” ujarnya sembari menyatakan ingin melahirkan di Ponorogo saja.
Ada kabar yang menyebut bahwa proses bayi tabung sakit, lalu apa pendapat Sella? “Tidak ada yang sakit, saya nikmati semua prosesnya karena ingin punya anak,” tegasnya.
Kini dia tinggal menjaga janinnya agar tetap sehat. Dokter menyebut ada beberapa hal yang pantang dia makan seperti kacang-kacangan, susu kedelai, sayur mentah (lalapan), kopi dan teh.
“Penantian lima tahun diberikan program ini alhamdulillah berhasil,” pungkasnya.
--
artikel ini sebelumnya tayang di lensaindonesia.com
Ditemui usai kontrol di Klinik Morula IVF Surabaya, wajah Sella tampak sumringah. Begitu juga sang suami yang setia menemani. “Alhamdulillah sekarang usianya (kehamilan) tiga bulan,” kata Sella.
Perempuan 24 tahun itu berkisah jika dirinya sudah tiga kali melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan. Ketiga dokter itu menyatakan pasangan ini baik-baik saja.
Di klinik ini, dia ditangani salah satu dokter
Ilustrasi (www.pixabay.com) |
Tadinya pasangan ini berniat melakukan inseminasi. Namun pemeriksaan dokter menunjukkan jika suaminya diketahui menderita teratozoospermia, suatu gangguan dimana bentuk dan ukuran sperma abnormal. Sehingga tidak cukup berkualitas untuk membuahi sel telur.
“Oleh dokter Ben (dr. Benediktus Arifin) disarankan bayi tabung saja. Karena kepengen sekali punya anak, ya kami mau,” bebernya.
Karena sudah bertekad ingin memiliki anak, dia pun rela merogoh kocek dalam-dalam. Tak kurang dana Rp100 juta dikeluarkannya demi memiliki buah hati.
“Kalau ditotal dengan biaya hidup dan transportasi, sudah habis Rp130 jutaan,” ujar Eko.
Sella lalu menceritakan dokter memproses 16 sel telur miliknya dan sembilan sperma dari suaminya. Dari sembilan itu, yang dinyatakan berkualitas baik ada lima. Setelah itu, sperma dan telur dipertemukan di luar tubuh. Lalu ditanamkan di dalam rahimnya lima hari sesudahnya. Dirinya harus full bedrest selama dua minggu.
“Satu bulan kemudian langsung dinyatakan positif hamil. Dan minggu kelima jantungnya sudah didengar dan semua ada, lengkap,” tuturnya.
Dia pun merasa seperti orang hamil pada umumnya. Namun dia tak mengalami muntah-muntah. Setiap dua minggu sekali, Sella melakukan check up. “Hari ini (kemarin, red) saya menjalani tes kromosom terkait down syndrom. Setelah itu kembali ke Ponorogo,” ujarnya sembari menyatakan ingin melahirkan di Ponorogo saja.
Ada kabar yang menyebut bahwa proses bayi tabung sakit, lalu apa pendapat Sella? “Tidak ada yang sakit, saya nikmati semua prosesnya karena ingin punya anak,” tegasnya.
Kini dia tinggal menjaga janinnya agar tetap sehat. Dokter menyebut ada beberapa hal yang pantang dia makan seperti kacang-kacangan, susu kedelai, sayur mentah (lalapan), kopi dan teh.
“Penantian lima tahun diberikan program ini alhamdulillah berhasil,” pungkasnya.
--
artikel ini sebelumnya tayang di lensaindonesia.com
Comments