Skip to main content

Isi tausiyah, Dhimam Abror didoakan menangkan Pilwali Surabaya

SURABAYA - Bakal calon wali kota Surabaya, Dhimam Abror Djuraid mengisi tausiyah di hadapan ratusan jamaah Aisyah enam ranting cabang Tandes. Tanpa diminta, mereka mendoakan agar Abror memenangkan Pilwali Surabaya 205.

Nama Dhimam Abror Djuraid sudah tidak asing lagi bagi warga Manukan Kulon, Tandes, Surabaya. Selain karena memang daerah kelahirannya, nama belakangnya, Djuraid, diambilkan dari nama almarhum bapaknya, KH Djuraid Mahfud, adalah seorang tokoh yang gigih memperjuangkan agama Islam di wilayah Surabaya Barat pada era 60-an dan mempelopori pendirian Muhammadiyah di Surabaya Barat.

Abror yang sejatinya hadir untuk mengisi jamaah pengajian ibu-ibu Aisyah Ranting Manukan Kulon, cabang Tandes tersebut, disambut bak artis idola. Acara pengajian seakan berubah menjadi reuni sekolah dan para santri almarhum ayahnya. Semua orang menyalaminya. Dan ratusan jamaah ibu-ibu lantas mengerubuti Dhimam Abror untuk berfoto bersama.

Baca juga: Isi tausiyah, Dhimam Abror didoakan menangkan Pilwali Surabaya dan DPC PDIP Surabaya mantap dukung Wisnu Sakti Buana dalam Pilwali 2015

Dalam sekejap, Abror yang telah lama tidak berjumpa dengan mereka, seketika kembali akrab seperti kawan yang tiap hari bersua. Pun demikian yang Dhimam Abror rasakan.

Meski saat itu ia mengisi pengajian, keberadaan di tempat dimana ia menimba ilmu sekolah dasar dan bertemu banyak teman sekolah dan orang-orang yang ia kenal semasa kecilnya, ia selalu merasa melakukan reuni.

Suasana pengajian Minggu (5/5/2015) di Masjid Al Ittihad Manukan Kulon itu menjadi sangat cair. Selain jamaahnya yang sudah mengenal baik pengisi, materi pengajian yang disampaikan oleh Dhimam Abror mad’u (jamaah pengajian) yang semuanya adalah perempuan. Dari usia muda hingga paruh baya.

Ketua Cabang Aisyah Tandes, Siti Nur Rohmah keheranan melihat antusias jamaah menyambut kehadiran Dhimam Abror. Perempuan yang pernah menjadi santri KH Djuraid Mahfud itu menyampaikan bahwa ratusan Jamaah pengajian rutin bulanan tersebut berasal dari enam gabungan ranting. Yakni Ranting Manukan Kulon, Ranting Manukan Wetan, Ranting Tandes, Ranting Buntaran, Ranting Bibis dan Ranting Perumnas.

Selama kurang lebih dua jam Dhimam Abror menyampaikan tausiyah kepada para jamaah ibu-ibu. Dengan bahasa sederhana namun berisi. Abror mampu membius ratusan jamaah yang hadir memenuhi ruangan masjid tersebut. dengan khusyuk, para jamaah mendengarkan dan menyimak pesan tausiyah yang disampaikan oleh Dhimam Abror.

Acara pengajian rutin bulanan yang selesai saat kumandang adzan tersebut kemudian dilanjutkan dengan jamaah shalat ashar bersama.
Kendati tidak mengatakan bahwa dirinya (Dhimam Abror) akan mencalonkan diri sebagai Wali Kota Surabaya pada pemilihan umum Walikota (Pilwali), para jamaah justru telah mengetahui. Banyak di antara jamaah merasa bangga serta mengharapkan Dhimam Abror memenangkan Pilwali.

Selain memiliki kedekatan emosional, alasan Dhimam Abror yang merupakan orang asli Surabaya kelahiran Bibis, Tandes menjadi pertimbangan penting bagi para jamaah Aisiyah dalam mengemban aspirasi masyarakat.

Bahkan beberapa pengurus ranting Aisiyah Manukan Kulon, mengharap agar Abror mau turun menyapa ranting-ranting Aisiyah yang lain diseluruh wilayah Surabaya Barat.

Bagi masyarakat setempat, keluarga KH Djuraid Mahfud adalah sosok berjasa karena merupakan pelopor sekaligus pendiri Muhammadiyah di Manukan Kulon saat kegiatan-kegiatan Islam masih relatif sepi. Juga sebelum adanya organisasi masyarakat Islam lain hadir ditengah masyarakat setempat.

Aktivtas keseharian Mbah Djuraid, begitu panggilannya, pada waktu itu adalah menjadi pengajar di Madrasah umum (sekarang SD Muhammadiyah 14), Madrasah Diniyah serta seorang da’i.

Kegiatan-kegiatan pengajian dan jamaah yang dipusatkan di Masjid Al Ittihad Manukan Kulon saat itu menjadi satu-satunya tempat rujukan bagi para santri di Surabaya barat untuk menimba ilmu agama.

Saat ini, sosok KH Djuraid Mahfud begitu dihormati karena jasanya mengembangkan agama Islam diwilayah tersebut. Apalagi bagi mereka yang saat ini berusia 50 tahun keatas, nama Djuraid Mahfud masih sangat kental dalam ingatan sebagai seorang Kiai, guru dan juga panutan. KH Djuraid Mahfud ini terkenal sangat disiplin dan tegas dalam mengajar.

Namun beliau juga sangat baik terhadap para santrinya. Salah satu santri, Dewi Richaya (60) menceritakan bahwa hampir setiap hari jumat, KH Djuraid selalu berkeliling mendatangi rumah para santrinya. “Masak apa dewi,” ujar ketua ranting Aisiyah Manukan Kulon, mengenang saat dikunjungi KH Djuraid Mahfud ke rumahnya. @wan


link

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej