Skip to main content

Kondom...Pada Suatu Ketika

 Halooooo......sedang apakah malam ini? Atau apakah sedang beristirahat setelah aktivitas melelahkan malam ini? Yeah...saya juga. Sampai berpeluh-peluh. Maklum, barusan selesai ngepel dan gosok lantai kamar mandi. Aktivitas lumayan melelahkan sembari menunggu suami pulang.

Hehehehe

Trus ngapain malam-malam update blog?

Eng ing eng....tidak lain dan tidak bukan adalah sekarang malam jumat. Bagi kebanyakan muslim --- terutama suami istri --- adalah malam keramat. Yeaaah...googling aja referensi soal ini.

Tidak lain dan tidak bukan, mendadak saya ingat tentang peristiwa beberapa tahun silam. Ketika baru lulus kuliah dan haqqul yaqin jadi wartawan Suara Indonesia. Suatu ketika, saya ditugaskan meliput kegiatan Komisi Penanggulangan AIDS yang baru terbentuk. Ketuanya adalah Nafsiah Mboi -- sekarang jadi Menkes, bersosialisasi tentang kondom untuk cegah AIDS di Shangri La Hotel.

Tidak dinyana, ternyata suvernir kegiatan itu adalah sebuah tas dengan berbagai macam bungkus berwarna. Salah satunya dibungkus dengan tangkai sehingga mirip lolipop. Heboh sekali waktu itu.

Teman-teman ada yang minta seluruh tas, atau bertukar isinya saja. Saya juga heboh. Bukan karena saya tahu isinya apa, tapi TIDAK TAHU.

Isi tas saya relakan diubek-ubek asalkan bungkusan seperti lolipop tidak diambil, dan isi yang diminta harus ditukar dengan bungkusan isi lolipop. "Aku mau yang permen," kataku polos.

Senior-senior ketawa-ketiwi menahan gelak. Ada yang memberikan tapi ada yang menolak. "Ini untuk yang sudah menikah," kata salah satu di antara mereka.

"Emang ini apaan? Bukan permen ya," jawabku polos kuadrat.

Maka ngikik berjamaah lantas keluar dengan mulus dari mulut senior. Beberapa ada yang usil, tp banyak yang kasihan. "Ini kondom nduk. Kamu gak boleh pake nich," jelas mereka.

"Oh...kondom. Buat apaan sih?," kataku setengah bergumam.

Memang payah sekali ya udah lulus kuliah enggak tahu bentuknya kondom seperti apa dan manfaatnya seperti apa. Pembelaan saya, seks bukanlah hal yang biasa dibicarakan dan dibahas di keluarga baik secara personal maupun pengetahuan. Bahkan, di sekolah pun aku juga tidak menerima sex education. Sehingga  ketika ada sosialisasi HIV/AIDS aku membuat muka merah kakak pendamping yang masih mahasiswa. saat aku tanya tentang seks (pendapat tentang ini akan aku bahas kapan-kapan deh).
kondom warna-warni kayak permen (google)

Kedua, saat itu kondom adalah barang yang sangat terbatas untuk diperoleh di toko-toko bebas. Merk Dur*x sering saya lihat di apotek tapi gak ngerti manfaatnya apa. Jadi, ketika KPA terbentuk kayaknya era kondom dijual bebas baru dimulai. Merk seperti Fie*ta juga sudah gampang diperoleh, termasuk di Indom***t maupun Alf***ret. Hingga saat ini, iklan kondom rajin wira-wiri di televisi terutama di atas jam 22.00 ke atas.

So, gak paham juga ketika pertama kali ikutan ini nih acara.

Pada akhirnya, saya hanya kebagian goody bag-nya aja. Isinya amblas entah siapa yang bawa. ^_^

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej