Skip to main content

Hebohnya Ngulek Rujak Uleg


Festival Rujak Uleg kembali digelar ketujuh kalinya untuk memperingati   perayaan HUT Kota Surabaya ke-720. Festival ini diikuti lebih dari 1.225 orang dan memadati kawasan Kya-kya di Jalan Kembang Jepun, Minggu (12/5). 

Peserta festival sendiri sangat menarik perhatian dengan aneka kostum. Ada yang menjadi raksasa, putri raja bahkan ada yang menggunakan pakaian bola lengkap dengan aksesoris bola-bola di kepala.  Totalitas peserta nguleg bersama dengan berbagai kostum dan gaya membuat festival ini heboh cetar membahana tiada terkira.

Ekspatriat butuh tenaga ekstra <i>nguleg</i>
Festival rujak uleg tahun ini, ada 144 tamu kehormatan yang ikut jadi peserta. Ratusan tamu kehormatan diantaranya, Konsulat Jenderal Amerika Serikat maupun pelajar asing yang sedang melakukan pertukaran pelajar. 

Katarina, seorang mahasiswi asal Slovakia terlihat antusias saat mengolah bumbu rujak. "Sangat senang sekali bisa ikut dalam kegiatan seperti ini. Apalagi di Indonesia saya baru pertama kali dan bisa ikut membuat makanan tradisional Surabaya," kata Katarina dengan terbata-bata. 

Ayo <i>nguleg</i>
Perempuan berusia 27 tahun ini juga mengaku, rujak uleg yang dibuat bersama keempat temannya mempunyai rasa yang unik, karena berbahan dasar yang banyak tidak diketahuinya. Sementara, Walikota Tri Rismaharini mengatakan, sengaja mendatangkan tamu kehormatan dari negara sahabat dan pelajar ekspatriat untuk mengenalkan kuliner Surabaya ke luar negeri."Mereka rata-rata sangat senang datang dan berpartisipasi dalam festival ini. Saya juga ingin rujak uleg dikenal mereka dan terkenal di luar negeri," ujarnya.


Rujak Uleg sendiri sudah lekat dengan Kota Surabaya yang memiliki komposisi lengkap mulai dari sayur mayur seperti kecambah, buah nanas, bengkoang, kedondong hingga tahu dan tempe goreng. Yang istimewa tentu adalah cingur, yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai mulut sapi. Hmm...penasaran ya dengan rasanya. Maknyesss deh....
Walikota Surabaya Tri Rismaharini (jilbab oranye)
Ribuan warga Surabaya, tumplek di sepanjang Jalan Kembang Jepun ikut menikmati keunikan kostum unik peserta, mengikuti joget dangdut hingga ikutan <i>nyocol</i> ramuan rujak uleg para pesrta. Festival ini dimulai dengan ditandai dengan aksi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengulek bersama para undangan.

Seorang peserta membungkus rujak uleg-nya
Dari ribuan peserta, panitia mengambil 50 penampil terbaik. Penilaian pertama didasarkan pada aksi dan kekompakan para peserta. Sebanyak kelompok yang dinilai berpenampilan paling menraik berhak atas uang pembinaan Rp 1,5 juta. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menambahkan Festival Rujak Uleg ini, selain untuk momen kebersamaan warga Surabaya, juga sebagai sarana pelestarian makanan tradisional. "Saya ingin anak-anak, semua mengerti dan peduli akan rujak uleg sebagai makanan tradisional Surabaya," katanya.(bbs)


   





Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej