Skip to main content

Mengobati Penyakit dengan Spiritualitas





Judul Buku : Tuhan dalam Otak Manusia, Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains
Cetakan : I, Juli 2012
Tebal : 473 halaman

Spiritualitas manusia kerap diabaikan tiap kali membahas kesehatan mengenai manusia. Padahal Undang-undang nomor 36/2009 tentang Kesehatan tegas menyebut definisi kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Seorang dokter alumnus UIN Sunan Kalijaga, Dr. dr. Taufiq Pasiak M.Pd. M.Kes  
Pengaruh spiritualitas terutama ritual tertentu sudah menjadi perhatian utama dan diteliti oleh para dokter maupun rohaniawan. Mayo Clinic di Amerika me-review 350 penelitian kesehatan fisik dan 850 penelitian kesehatan mental menemukan adanya pengaruh agama terhadap  pencegahan penyakit, coping terhadap penyakit dan terhadap recovery. Survei terhadap 1.732.562 pasien atau 33 persen dari semua rumah sakit di Amerika menunjukkan adanya kepuasan pasien terhadap pelayanan dengan melibatkan spiritualitas.
Ada lebih dari 200 kajian kedokteran yang menyinggung peranan agama dan spiritualitas dalam kesehatan. Pada 1980, Edward Larson dari Lembaga Kesehatan Nasional AS bersama dengan Jeff Levin dan Harold Koenig mengumpulkan bukti yang clinical based tentang hubungan kesehatan dan pengalaman spiritual. Mereka melakukan systematic review untuk menyeleksi riset yang memiliki dasar klinik dan bukti. Hasilnya, dari 158 studi kedokteran, 77 persen menunjukkan efek klinis positif dari spiritualitas. 
Taufik lantas membuat penelitian yang hasilnya dibukukan menjadi buku berjudul ‘Tuhan dalam Tubuh Manusia’ yang menyimpulkan spiritualitas akan jadi jalan keluar dalammasalah kemanusiaan. Saat itu, masalah spiritual sudah menjadi hal penting di negara-negara Barat. Prediksinya mendekati kebenaran ketika Pemerintah Indonesia meresmikan UU 36/2009 tentang Kesehatan yang menyandingkan spiritual dengan kesehatan fisik, mental dan sosial.
Studi tersebut membuktikan bahwa ada pengaruh kuat dari agama (spiritualitas) terhadap tubuh manusia dan juga menunjukkan bahwa beragama tidak hanya menguntungkan fisik tapi juga kesehatan mental.  Artinya, jika kesehatan spiritual diterapkan dalam pemeriksaan dan diagnosis penyakit maka pengelolaan dalam bentuk rekam medis dan terapi akan memberikan nuansa tersendiri.
Pria yang menjabat sebagai Kepala Subdivisi Neuroanatomi-Neurosains di Universitas Sam Ratulangi Manado ini juga menyatakan  spiritualitas yang ekselen akan berdampak pada kesehatan, integritas tinggi dan bahagia. Banyak tokoh dunia maupun agama yang jadi buktinya seperti Nabi Muhammad SAW, Bunda Theresa, maupun Sidharta Gautama meski level kesehatannya berbeda-beda. Di Eropa dan Amerika, hal ini lazim ditemui.
Tapi di Indonesia, hal spiritualitas ini kadang dilupakan dan bahkan cenderung dokter mengejar jumlah pasien yang banyak. Taufik yang anggota Tanwir PP Muhammadiyah itu mencoba mengingatkan pentingnya penanganan ‘spiritualitas’ lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan dan memberi diagnosis pasien.
Saya sepakat dengan cara penanganan seperti ini akan lebih memuaskan secara batin pasien ketika berobat. Tidaklah hal yang aneh ketika manusia tertimpa sebuah masalah, selalu mencari hal atau wujud yang lebih tinggi kemampuannya daripada si dokter, yang notabene adalah manusia. Dengan memahami spiritualitas, tidak hanya psikis pasien, maka akan membuat pasien lebih tenang dalam menghadapi penyakit maupun proses penyembuhannya.
Buku ini juga menjelaskan teorinya yaitu Indonesian Spiritual Health Assasemnt (ISHA),  yang digunakan untuk memetakan, spiritualitas dari orang yg diperiksa. Tapi, bukan untuk mengukur kadar keimanan seseorang.  Taufiq membuat empat peta spiritualitas yaitu dari sisi makna hidup, yang menilai bagaimana seseorang bernilai bagi orang lain dan menciptakan tindakan berbuat yang lebih baik.
Kedua adalah peta pengalaman spiritual, yaitu bagaimana seseorang melihat tiap ciptaan alam maupun kehadiran Tuhan yang dia percaya. Peta ketiga adalah emosi positif, yaitu cara orang bersyukur, bersabar dan ikhlas. Peta terakhir adalah ritual, yaitu seberapa sering seseorang itu menjalankan ritual agamanya.  

Comments

jogjakaospolos said…
setiap penyakit pasti ada obatnya

http://jogjakaospolosan.blogspot.com

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej