KETIKA panitia Ujian Masuk Program Internasional (UMPI) menyerahkan 52 peserta UMPI ke Polres Sleman, seluruh pihak terbelalak. Dekan FK UGM Dr. Rr. Titi Savitri shock dan Rektor UGM Prof. Pratikno kebakaran jenggot (tapi dia tak punya jenggot ^_^) karena kasus ini terungkap di awal masa kepemimpinannya. Dengan mentereng Pratikno mengumumkan UGM membentuk Tim Pencari Fakta!~
Wuihhhh....!!!!
Sudah lama saya tidak mendengar kasus perjokian terungkap ketika pelaksanaan ujian masuk sebuah fakultas, apalagi UGM. Dan massif....52 orang rela berbuat curang demi jadi DOKTER. Tolong digarisbawahi...atau ditebalkan CURANG DEMI JADI DOKTER!
Maka sekali lagi saya bilang: Wuihhhh....!!!!
Kalau tahun ini ada joki beraksi, jangan-jangan tahun-tahun sebelumnya ada mahasiswa - yang kini jadi calon dokter atau bahkan jadi dokter - diterima dengan memanfaatkan jasa joki. Kasus ini benar-benar mempertaruhkan integritas profesi dokter. Bagaimana orang yang memiliki kemampuan mulia mendapatkan keahliannya dengan cara curang. Dokter asli tapi palsu!
What a shame!
Banyak pihak yang bertanya sejak kapan Fakultas Kedokteran UGM membuka penerimaan lewat Program Internasional. Sejak dua tahun terakhir, UGM sendiri sudah menutup berbagai jenis ujian masuk kecuali mekanisme SNMPTN maupun jalur undangan.
Kalau menurut penuturan Dekan FK UGM, Dr. Rr. Titi Savitri kelas ini sebenarnya sudah dibuka sejak tahun 2002 lalu dan memang dikhususkan untuk mahasiswa asing. Tahun ini, calon mahasiswa asing yang ingin masuk ke FK lewat program ini mengikuti ujian di Kualalumpur Malaysia dan mendapat fasilitas berupa asrama, dua ijazah berbahasa Indonesia dan Bahasa Inggris serta menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam kelas. Juga ada kesempatan ikut di program elektif yaitu pertukaran mahasiswa ke luar negeri.
Banyak pihak yang bertanya sejak kapan Fakultas Kedokteran UGM membuka penerimaan lewat Program Internasional. Sejak dua tahun terakhir, UGM sendiri sudah menutup berbagai jenis ujian masuk kecuali mekanisme SNMPTN maupun jalur undangan.
Kalau menurut penuturan Dekan FK UGM, Dr. Rr. Titi Savitri kelas ini sebenarnya sudah dibuka sejak tahun 2002 lalu dan memang dikhususkan untuk mahasiswa asing. Tahun ini, calon mahasiswa asing yang ingin masuk ke FK lewat program ini mengikuti ujian di Kualalumpur Malaysia dan mendapat fasilitas berupa asrama, dua ijazah berbahasa Indonesia dan Bahasa Inggris serta menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam kelas. Juga ada kesempatan ikut di program elektif yaitu pertukaran mahasiswa ke luar negeri.
Adapun program internasional diseleksi lewat
Ujian Masuk Program Internasional yang tahun ini dibuka untuk tiga gelombang
seleksi. Gelombang pertama digelar 4-5 Mei 2012 dengan materi tulis berupa
potensi akademik, tes kemampuan bahasa Inggris TOEFL, tes psikiatri dan tes
wawancara. Perjokian kemarin adalah pelaksanaan ujian untuk tahap kedua.
Biaya kuliahnya pun juga lebih tinggi ketimbang kelas reguler. Berdasarkan brosur Program Internasional, biaya pendaftaran
calon mahasiswa baru sebesar Rp 1,5 juta per orang. Jika diterima, biaya
admisinya mencapai Rp 130 juta per siswa, dengan biaya per semester Rp 18,5
juta per orang. Sedangkan biaya pendidikan ko-as per semester mencapai Rp 23
juta per orang dan seluruh biaya yang sudah dibayarkan tidak bisa dikembalikan.
Meski biayanya gila-gilaan (setidaknya buat saya), kelas ini banyak dilirik oleh
mahasiswa Indonesia terutama yang berdoku. FK UGM akhirnya memberikan porsi fifty-fifty dari 100 kursi yang disediakan. Secara
keseluruhan, kuota mahasiswa baru FK UGM tahun ini sebanyak 527 kursi dengan
rincian 217 pendidikan dokter kelas regular, 100 orang kelas internasional, Program Pendidikan Ilmu Keperawatan (PSIK) 100 orang dan program Gizi
Kesehatan (PSGK) sebanyak 80 orang.
Meski tidak bisa digeneralisir, kasus ini membuat preseden tentang fakultas kedokteran semakin miring. Dalam tulisan saya sebelumnya, biaya pendidikan di fakultas ini gila-gilaan sampai saya menyarankan lebih baik mahasiswa FK lebih baik dari kalangan kaya raya. Dan jika melihat daftar SPMA di FK UGM yang biayanya HINGGA Rp 100 juta, maka bisa dilihat bagaimana sebuah pendidikan medis kini berdimensi finansial.
Memang ada dimensi lain mengenai biaya. Bahwa bagaimana cara itu salah satu upaya untuk mensubsidi orang-orang yang kurang mampu agar tetap bisa mendapat akses sama menjadi mahasiswa FK. Tapi toh, kasus ini semakin mengaburkan tujuan-tujuan mulia yang coba dibangun dunia kampus. Well....meski bau berburu keuntungan finansial dari universitas-universitas itu tak bisa dihindari juga.
Jangan salah kalau suatu saat Anda bertemu dengan dokter yang cari 'uang kembali'
Yayayaya....memang tidak bisa digeneralisir.
Tapi kasus ini membuat kita patut mempertanyakan integritas dokter saat ini : demi kemanusiaan atau demi duit?
Aih...
Comments