Skip to main content

Kalau Ada yang Belum Merasakan, Saya Tahu Rasanya!

Bagaimana rasanya menjadi orang yang tidak dihargai oleh orang lain?

Kalau ada yang belum merasakan, saya tahu rasanya.

Tidak cuma sakit, tidak hanya pedih, atau sedih yang berderai-derai saja tapi hancur berkeping-keping. Orang yang kita percaya, ternyata tidak menghargai kepercayaan yang kita berikan. Bahasa saya sebenarnya terlalu halus, inginnya sih mencaci maki karena batin ini tersiksa juga.

Ahay….lebay? Mungkin juga. Tapi kalau menemui orang yang tidak sungguh-sungguh menjaga benar kepercayaan dan tidak menghargai diri Anda, tampaknya lebih suka menggampar mukanya agar marah ini bisa tersalurkan. Sakit ini bisa terbalaskan. Dan agar dia tahu sikap tidak menghargai orang lain itu menyakitkan.

Ehmm…itu semacam keinginan yang tidak terlaksana hingga sekarang. Gimana mau marah, orangnya kabur entah kemana. Hahahahha.....

Just kidding.

Tapi sungguh lho, itu keinginan saya. Tapi nggak saya laksanakan karena muncul pemikiran, kenapa saya harus marah kalau dia sendiri tidak pernah menghargai kita? Apakah dia akan mikir atau hatinya tersentuh karena sudah menyakiti orang lain? Ehmm…saya kira tidak. Mungkin dia akan lebih suka mengurusi urusannya sendiri, ketimbang memikirkan orang-orang yang sudah disakiti dengan sikapnya itu.

Maka saya pun memilih untuk mengabaikan saja semua perlakuan orang yang tidak pernah menghargai keadaan atau keberadaan saya. Biarkan saja dia senang. Hidup kita terlalu sayang untuk dihabiskan memikirkan orang yang tak benar-benar peduli dengan kita bukan?


Tetapi memang terasa tidak adil kalau kita menimpakan seluruh perasaan ketidakadilan atas perlakuan kepada orang tersebut. Meski kecil, kemungkinan kesalahan ada di diri sendiri, tentu ada. Sebagai manusia biasa, kesalahan merupakan hal lazim yang kita lakukan. Hanya saja, memang kita harus proporsional menempatkan segala permasalahan yang ada.

Seorang kawan yang sudah saya anggap sebagai kakak laki-laki pernah nuturi, tidak semua omongan orang perlu kamu dengarkan. Pilah dan pilih mana yang harus kamu ikuti dan pertimbangkan. Yang jelas, orang yang membuang kepercayaan kita, tidak patut untuk didengarkan lagi saran dan pendapatnya.

Sepahit-pahitnya sebuah peristiwa, emosi kadang melupakan ada hal yang indah terselip disana. Dan memaafkan sebuah tragedi yang dialami diri sendiri jauh lebih memudahkan hidup kita ketimbang mencari-cari kesalahan orang lain. Berat? ember cyiiin.......tapi BISA. Sabar lan sareh.

Eh Lebaran sudah dekat loh…sudah dapat tiket mudik? Saya belum.

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej