Tiap orang memiliki perjuangan sendiri-sendiri.
Tapi kali ini, kami bertiga, memiliki tujuan yang sama atau lebih tepatnya mirip.
Tiga orang perempuan yang berbeda usia, berbeda asal muasal, berbeda cara pikir tiba-tiba jadi satu untuk memberi semangat pada orang yang dikasihi. Sebut saja Ratih. Rapuh ditinggal nikah oleh pria yang dicintainya selama bertahun-tahun, dia mulai menapak di jalan cinta. She's finally found someone. Tapi gamang itu masih membekas di hatinya, ragu itu masih menggandengnya dan pedih itu masih sakit menggigit hatinya.
Maka saya dan sahabat saya di kota lain ramai-ramai memberi dukungan. Ramai-ramai menyuntikkan semangat. Perjuangan harus dimulai. Pertempuran harus dihadapi. Dan kemenangan yang didapatkan.
Riuh rendah kami saling melempar pendapat, membakar semangat dan mendukung hati yang kecut. Kami yang terpisah di tiga kota berbeda serasa saling berhadapan karena perbincangan kami sangat terbantu oleh fasilitas Blackberry Messenger.
Malam itu tercapai satu keputusan: Cinta harus direbut, target selanjutnya mendapat ciuman dari sang Arjuna di kening si Putri.
Yeah...sounds so clumsy, but who cares? Tidak ada kata lain yang harus diberikan pada sahabatku yang terkasih itu. Dia harus maju melanjutkan hidupnya dan melupakan pria yang menyakiti hatinya, tanpa ampun dan tanpa kata-kata maaf.
Kami, tiga bersahabat sedang saling berjuang. Si Ratih, sudah menemukan cintanya. Si Septiani, sebut saja seperti itu, tengah menggebu untuk mendapatkan Pangeran Berkuda Putih yang diharapkannya.
Saya?
Hemm...setelah peristiwa tragis nan konyol dalam hubungan tak jelas dan ditinggal menikah, juga lagi berjuang. Mungkin bukan sekedar mencari lelaki yang bisa jadi pendamping hidup, tetapi dia yang percaya dan tulus.
Saya memang mengeluh karena toh lelaki jenis itu yang banyak mendekati. Bukan beberapa bulan yang lalu, tapi tak lebih dari sebulan lalu. Kadang saya berpikir itu adalah gara-gara saya. Tetapi saya tegas menyatakan tidak karena setidaknya memang seperti itulah pikiran lelaki melihat perempuan.
Ah...saya tidak mau picik.
Saya tetap berjuang untuk yakin bahwa ada lelaki yang tidak sekedar melihat saya sebagai seorang perempuan dengan payudara besar dan mata yang berbinar. Bukan sekedar perempuan yang bisa dipukuli dan ditinggalkan meringkuk menangis dalam kamar. Tidak sekedar orang yang akan meninggalkan keluarganya begitu saja.
Saya sudah berjanji. I'll be braver, I'll be my own savior.
Pada akhirnya saya berjuang mengatasi rasa takut itu. Takut tidak menemukan lelaki yang tidak suka memukul. Takut tidak menemukan lelaki yang tidak sekedar melihatku dengan payudara besar. Takut tidak menemukan lelaki yang tidak tulus pada hatiku......
Takut itu yang saya perangi.
God knows what we're fighting for and may blessing me. Amen.
Tapi kali ini, kami bertiga, memiliki tujuan yang sama atau lebih tepatnya mirip.
Tiga orang perempuan yang berbeda usia, berbeda asal muasal, berbeda cara pikir tiba-tiba jadi satu untuk memberi semangat pada orang yang dikasihi. Sebut saja Ratih. Rapuh ditinggal nikah oleh pria yang dicintainya selama bertahun-tahun, dia mulai menapak di jalan cinta. She's finally found someone. Tapi gamang itu masih membekas di hatinya, ragu itu masih menggandengnya dan pedih itu masih sakit menggigit hatinya.
Maka saya dan sahabat saya di kota lain ramai-ramai memberi dukungan. Ramai-ramai menyuntikkan semangat. Perjuangan harus dimulai. Pertempuran harus dihadapi. Dan kemenangan yang didapatkan.
Riuh rendah kami saling melempar pendapat, membakar semangat dan mendukung hati yang kecut. Kami yang terpisah di tiga kota berbeda serasa saling berhadapan karena perbincangan kami sangat terbantu oleh fasilitas Blackberry Messenger.
Malam itu tercapai satu keputusan: Cinta harus direbut, target selanjutnya mendapat ciuman dari sang Arjuna di kening si Putri.
Yeah...sounds so clumsy, but who cares? Tidak ada kata lain yang harus diberikan pada sahabatku yang terkasih itu. Dia harus maju melanjutkan hidupnya dan melupakan pria yang menyakiti hatinya, tanpa ampun dan tanpa kata-kata maaf.
Kami, tiga bersahabat sedang saling berjuang. Si Ratih, sudah menemukan cintanya. Si Septiani, sebut saja seperti itu, tengah menggebu untuk mendapatkan Pangeran Berkuda Putih yang diharapkannya.
Saya?
Hemm...setelah peristiwa tragis nan konyol dalam hubungan tak jelas dan ditinggal menikah, juga lagi berjuang. Mungkin bukan sekedar mencari lelaki yang bisa jadi pendamping hidup, tetapi dia yang percaya dan tulus.
Saya memang mengeluh karena toh lelaki jenis itu yang banyak mendekati. Bukan beberapa bulan yang lalu, tapi tak lebih dari sebulan lalu. Kadang saya berpikir itu adalah gara-gara saya. Tetapi saya tegas menyatakan tidak karena setidaknya memang seperti itulah pikiran lelaki melihat perempuan.
Ah...saya tidak mau picik.
Saya tetap berjuang untuk yakin bahwa ada lelaki yang tidak sekedar melihat saya sebagai seorang perempuan dengan payudara besar dan mata yang berbinar. Bukan sekedar perempuan yang bisa dipukuli dan ditinggalkan meringkuk menangis dalam kamar. Tidak sekedar orang yang akan meninggalkan keluarganya begitu saja.
Saya sudah berjanji. I'll be braver, I'll be my own savior.
Pada akhirnya saya berjuang mengatasi rasa takut itu. Takut tidak menemukan lelaki yang tidak suka memukul. Takut tidak menemukan lelaki yang tidak sekedar melihatku dengan payudara besar. Takut tidak menemukan lelaki yang tidak tulus pada hatiku......
Takut itu yang saya perangi.
God knows what we're fighting for and may blessing me. Amen.
Comments