Skip to main content

Jogja Bike Rendezvous 2011 di JEC

JOGJA --Setelah vakum selama dua tahun, Jogja Bike Rendezvous (JBR) 2011 digelar lagi di Jogja Expo Center (JEC). Sedikitnya seribu pecinta motor gede (moge) Harley-Davidson se-Indonesia tumplek blek mengikuti even tersebut.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah penampilan ’’Kyai Perkoso’’ yang menjadi best choice pengunjung Cool Breaker 12th di Pasifico Hall National Convention Center Yokohama-Jepang, 29-30 Mei 2010. Moge ini merupakan modifikasi dari builder Retro Classic Cycles Jogjakarta, Lulut Wahyudi. ’’Saya membuatnya dari sebuah mesin HD lalu saya build menjadi motor seperti ini,” kata Lulut ketika ditemui di venue pameran HD, Jumat (15/4).
Dari sebuah mesin HD Sportster 1.200 cc keluaran 2007, dimodifikasi Lulut sedemikian rupa sehingga menjadi motor gede yang unik. Di atas tanki bensin, Lulut menambahkan motif aneka batik Jawa berwarna kekuningan. Di bagian mesin, dia juga sengaja ’’mengukir’’ dengan relief Candi Prambanan, termasuk mengganti logo HD dengan tulisan aksara Jawa ’’Kyai Perkoso’’. Nama itu merupakan pemberian Gubernur DIJ Sri Sultan HB X sebelum Lulut berangkat ke Jepang tahun lalu.
Ajang di Yokohama tersebut merupakan ajang bergengsi bagi para builder dan ’’Kyai Perkoso’’ merupakan satu-satunya wakil dari Asia Tenggara. Marketing Communication Retro Classic Cycles Jogjakarta, Aan Fikriyan, menambahkan, untuk bisa menyelesaikan motor bertema Back to Own Culture itu menghabiskan biaya yang ’’murah’’.
’’Untuk bisa seperti ini dana yang dibutuhkan tak banyak, hanya Rp 750 juta,” tuturnya sembari tersenyum.
Sayangnya, sebagai penyelenggara JBR, seluruh karya dari Retro Classic Cycles Jogja tak diperbolehkan mengikuti kontes modifikasi. Menurut Aan, ada 50 builder se-Indonesia yang ikut dalam custom contest seperti dari Bali, Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Mereka memperebutkan gelar di tujuh kategori. Yakni stock kustom Harley-Davidson, vintage & classic Harley-Davidson, stock kustom non Harley-Davidson, chopper, pro street, best people choice, dan best painting. Dari puluhan moge modifikasi yang ada, salah satu yang jadi perhatian utama para pengunjung adalah modifikasi HD milik Veroland dari Kick Ass Chopper, Jakarta.
*Ini dia motor seharga Rp 750 juta milik Lulut Wahyudi (Retro Classic Cycles Jogja)

Aan mengungkapkan modifikasi builder Indonesia jauh lebih baik ketimbang dari Malaysia dan Thailand. Sayangnya, even untuk kontes modifikasi di negara ini tidak serutin dibanding di dua negara tersebut.
’’Jadi, sekali even digelar, yang ikut langsung sangat banyak,’’ tuturnya.
Satu kekhasan modifikasi builder Indonesia adalah bagaimana memberikan sentuhan cara pembuatan, proses maupun material yang dipakai. Secara visual, builder Indonesia selalu menampilkan motif painting ukiran di jok khas Indonesia. Secara teknik, saat melakuakn customize moge, dibuat dengan ukuran lebih kecil sesuai dengan tubuh orang Indonesia. ’’Jadi orang luar negeri selalu mengenali bahwa moge seperti ini pasti buatan Indonesia,’’ terangnya.

kalo yang ini milik Veroland dari KickAss Chopper Jakarta --------->


Selain menghadirkan ’’Kyai Perkoso’’ dan kontes modifikasi, JBR juga memajang ratusan motor HD berbagai merek. Mulai HD Police, HD Road King, HD Milewaukee USA, HD Ultra Classic, HD 88 Cubic Inches FLHX, dan HD Royal Star. Sedangkan dipameran eksibisi, sejumlah builder luar negeri seperti Andrew (Australia) ikut memajang ’’Sinten Remen’’, HD Heritage Softail tahun 1997 miliknya.
Aan menambahkan JBR 2011 diharapkan juga meleburkan segala macam latar belakang para pecinta moge. Even ini juga bisa menjadi ajang sharing antara pecinta dengan builder HD di Indonesia.
Di samping menggelar even JBR, 150 anggota Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Jogjakarta juga akan melakukan misi sosial. Yaitu menanam pohon di lereng Merapi pada Minggu (17/4) besok. Tidak hanya itu, para biker juga menggalang dana untuk korban erupsi Merapi. Hasilnya terkumpul bantuan Rp 115 juta. (sit/ari)

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej