Kadang aku merasa gak banyak orang yang bisa memahi pemikiranku atau cerita yang aku sampaikan. Kebanyakan menjawab, "Kamu berlebihan," atau kadang ada yang bilang, "Alay,".
Entahlah. Pada suatu ketika aku pernah bercerita mengenai kamarku pada saudaraku.
"Aku memasang tirai manik-manik yang mana cahaya berpendar di malam hari. Pun bintang-bintang yang selalu bercahaya di langit-langit kamarku. Dan di pagi hari, cahaya matahari selalu membuatku terbangun dng kehangatannya yang menerobos di antara tirai jendela kamar. Kadang aku duduk di pojok kamar sembari membaca novelku dan dengerin lagu pake headset di telinga. Lagu romantis," kataku.
Pada saat dia berkunjung, aku tau dia kecewa. Dalam bisu, dia mencecar kamarku biasa aja. Tak ada yang istimewa. Tak ada cahaya bintang, atau manik-manik dng cahaya berpendar. Dan sejak itu tak pernah datang menjenguk kamarku lagi. (Ya terang aja kamu datangnya di siang hari, aku menggerutu).
Pernah juga ketika di Jogja. Aku bercerita soal sebuah sudut di toko buku yang ada di ruas utama. "Di tengah kebisingannya, sudut itu menenangkanku. Menentramkan ku. Dari luka. Menghiburku dengan kisah indah hari itu. Gemericik air yang syahdu, ikan-ikan mungil yang tak pernah sendu. Di sudut itu, aku biasa menikmati senja bersama kopi. Rindu. Di sudut itu, aku mengamati dua sejoli memadu kasih. Seorang mahasiswi yang selalu resah karena skripsi. Atau hanya seorang ayah dan anak yang menghabiskan waktu," ujarku.
Mata kawanku bercahaya dengan ceritaku. Dia buru untuk bertemu sudut itu. Sayang dia mendadak jemu. Karena sudut itu tak bertemu rindu. Sejak itu dia bisu soal sudut itu.
Sejak itu, aku tak pernah lagi bercerita banyak. Secukupnya saja. Sedikit malah. Hanya karena takut muncul wajah kecewa karena aku tidak terlalu hebat. Takut saja disebut alay.
Beruntungnya, ada beberapa sahabat yang mengerti diriku. Iya memang cuma segelintir. Sedikit saja yang memahami. Maka pada malam aku berkeluh pada satu dari sahabt itu, kenapa orang tak memahamiku. Kenapa tidak bisa melihat dari sis pandangku akan sesuatu.
Dia cuma tertawa menanggapi. "Daya khayal melampaui bumi bumi. Hahahaha," dia terbahak.
"Berarti sampai ke galaksi Andromeda?" tanyaku.
Lagi, dia tertawa. "Aku tidur dulu."
Ya baiklah. Aku pun melamun. Seluas apakah galaksi Andromeda itu? Yang terpikir hanyalah Ksantria Andromeda dari Saint Seiya.
Comments