Skip to main content

Tempat Main Baru Surabaya: Masjid EduPark

Beberapa sudut Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) ternyata mengalami perubahan. Selain lokasi parkir motor yang lebih tertata di utara masjid, eng..ing...eng...ada sudut manis nan rindang di masjid ini.
Halaman Masjid Al Akbar Surabaya yang panas beud ahhahahaa (Nani Mashita)

Setelah dilihat secara seksama, ternyata MAS memiliki taman cantik yang diberi nama Al Akbar EduPark. Wah...menarik nih, bisa jadi jujugan kalau Ayun ikutan ke Kanwil Kemenag Surabaya. Ketimbang dia ngaplo di kantor orang, dan mamanya juga gak bingung harus kasih HP biar Ayun gak nangis. Ha ha ha ha ha...
Masuk areal Masjid Al Akbar Surabaya (Nani Mashita)
 Maka pada suatu ketika, setelah bisa kabur dari rapat di kantor tersebut Ayun kesana. Awalnya dia merasa penasaran kenapa masuk ke areal masjid. Pertanyaan pun bertubi-tubi dia sampaikan, "Ma kan belum ada allahu akbar allahu akbar (dia masih belum bisa menyebut adzan)."

Sempat mengaku lelah karena berjalan cukup jauh dari kawasan depan masjid ke sisi barat pojok masjid. Apalagi saat itu jam sudah cukup tinggi dan suhu juga panas. "Ayo semangat, Nduk!" kataku memberi semangat.


Berlatar belakang Masjid Al Akbar, taman Masjid EduPark ini dijamin sejuk (Nani Mashita)

Ada anggrek yang lagi mekar cantik (Nani Mashita)

Gemes gak sih (Nani Mashita)
 Dan ketika sudah tiba di taman, rasa penasaran Ayun pun bermunculan.

"Mama...kenapa kita kesini? Mau lihat apa?," tanyanya.

"Ada taman disini," kataku.

"Ada mainannya nggak?," tanyanya lagi.

Hmmm memang taman di Surabaya umumnya punya mainan khusus buat anak-anak. Tapi di Al Akbar EduPark gak ada mainan seperti itu.

"Gak ada sayang. Tapi kita bisa lihat tanaman," katanya.

"Oh tanaman. Apa yang dilihat?" tanya lagi .

Duh...baru empat pertanyaan aku sudah lelah menjawab. 

"Ayo dilihat dulu. Ini ada tanaman anggrek. Bagus ya. Warnanya apa hayo?," aku mulai bermain tebak-tebakan, berharap Ayun mau belajar sembari jalan-jalan di taman.

Maka pertanyaan demi pertanyaan pun mengalir dari mulut Ayun. Senang juga sih, meski harus aku akui jawabanku mungkin tidak memuaskan.

Setelah berkeliling melihat tanaman, Ayun merasa lelah dan menuju ke bangku taman. Dengan sukses, Ayun menggeletak dan bersantai. "Maa...habis ini kita kemana?" tanya Ayun lagi.

Capek abis keliling taman yang sejuk (Nani Mashita)

"Hmmm...kita naik ke menara yuk," ajakku.

"Iya Ma...ayoook," kata Ayun. Semangatnya terpompa lagi. Dia merasa penasaran apa itu menara, dan dimana menaranya.

Saat tahu lokasinya dekat, dia seneng banget. Setelah membeli tiket, seorang petugas membawa kami naik ke menara lewat sebuah lift. Di atas menara, Ayun juga happy karena bisa melihat rumah-rumah dan mobil-mobil. "Kayak mainan, Ma," ujarnya.

Aku mesam-mesem seneng karena tidak harus memberikan Ayun ponsel untuk menghabiskan waktu menunggu.

Pufft..untung aja pengurus masjid punya inovasi josss untuk menarik pengunjung agar mau berkunjung ke masjid. Suasananya sejuk banget dan banyak tanaman toga serta bunga-bunga hias dikembangkan disini. Belum lagi suasananya makin syahdu dengan murrotal yang diputar di areal taman. Jadi meski gak ada petugas Satpol PP, pasti pengunjung pasti sungkan untuk membuang sampah sembarangan, merusak tanaman apalagi sampai berbuat mesum. He he he he.... 

Dan pastinya anak-anak bisa mengenal tentang Allah SWT dan ciptaanNya, taman ini melengkapi wisata religi ke Masjid Agung Surabaya. Yuuk kita pergi ke Al Akbar EduPark!

















Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej