Skip to main content

Husnun Nadhor Djuraid, "Musuh" yang Penuh Kasih Sayang

Kalau ada orang yang tetap baik, meski dimusuhi banyak orang, mungkin salah satunya adalah Husnun Nadhor. Seorang jurnalis senior, pendiri Malang Post, Wakil Ketua Umum KONI Malang, sekaligus seorang da'i dan juga paman bagi seorang perempuan bernama Nani Mashita.

Iya Nani Mashita itu aku.
Dan dia pamanku.

Kematian memang selalu mengejutkan. Dan demikian pula kematian Husnun Nadhor itu mengejutkan aku dan seluruh keluarga besar Djuraid, Bani Imron, Bani Sewulan dan bani-bani yang lain.

Tak lain dan tak bukan adalah karena Husnun sosok yang sehat, bugar dan hobi olahraga. Tapi tidak banyak yang tahu kalau ternyata dia pernah kena serangan jantung di pertengahan 2018 lalu. Disini muncul penyesalan.

Husnun adalah orang yang memberikan teguran tanpa tedeng aling-aling, meski yang ditegur lagi sedih, merana, marah, toh tetap saja dia akan mengatakan apa yang benar. Yayayayaa...itu aku. Salah satu keponakannya yang paling bandel.

Aku) bersitegang dengan almarhum karena perkara duniawi. Entah ide siapa yang memulai percakapan itu di suatu pagi yang cerah, tapi dia seperti biasa. Kalem, santun, bahkan tak pernah bersuara tinggi. Dia meminta pendapat Ibu. Dan entah bagaimana ceritanya, saran Ibu disalahartikan oleh yang lain, yang membuatku tersinggung. "Duh...kenapa sih Om Nun harus minta saran Ibu soal itu," aku kesal.

Baper gitu. 

Tapi Lebaran meluluhkan segalanya. Kami berdua selalu bertangisan. Entah apa sebabnya. Aku menangis karena sadar banyak kesalahan atau tindakan yang membuat orang lain terluka dan rasanya semua menggumpal di dalam dada saat malam Takbiran hadir. (Saya sekaligus mohon maaf kalau ada kesalahan kata, tulisan maupun tindakan kepada pembaca blog ini).

Saat bulan Syawal lalu, 11 Juni 2019, aku sempat berkunjung ke Malang. Selain ingin meminta maaf, juga menjenguk istrinya, Sri Eko Rahayu yang tengah sakit stroke. Jujur...aku masih kikuk kalau berada disana. Karena mereka keluarga yang santun, tidak pernah ada kata-kata bernada tinggi terdengar dari rumah ini. Buatku malah : SENYAP.

Ibu tertawa mendengar pendapatku. Beliau berkata, memang begitulah Husnun mendidik anak-anaknya, tidak boleh ada yang berteriak-teriak marah maupun membanting-banting barang atau pintu. Sungguh tipe penyabar...

Aku berkunjung kesana kurang lebih dua hari. Disana aku dijamu dengan sangat baik. Dan yang menyenangkan anak-anakku, diajak bermain ke Malang Night Paradise. Jalan-jalan kesana diwarnai dengan insiden yang membuat aku malu. Saat googling, tiketnya tidak mahal-mahal banget. Tapi pas kesana, ternyata tiket masuknya langsung menguras saku jalan-jalan. Aku dan Ibu memutuskan untuk mengurungkan berkunjung ke tempat wisata tersebut.

Saat itu, kami diantar oleh pasangan pengantin baru Amalia Kautsaria dan suaminya. Sungguh aku malu karena saku di kantong tidak cukup untuk masuk ke wahana itu, padahal wis kepedean supaya ditinggal saja, tidak usah ditemani.

Untung saja mereka tidak pulang dan kami mengatakan gak jadi masuk ke wahana itu karena ternyata uangnya gak cukup. Saat aku sibuk membujuk Ayun untuk pulang, Amalia pun pergi menjauh sebentar sembari menelepon seseorang. Tidak lama kemudian, Amalia lalu membelikan tiket.

Duh duh duh! Tamu yang merepotkan, meski aku yakin Om Nun tidak akan ragu-ragu untuk membayari kami berkunjung kemanapun di Malang. Tapi tetap saja, pulang dari wahana aku malu menunjukkan muka kepadanya.

Dan di perjalanan pulang pun, kami ---- terutama aku ---- diberi pesan untuk memperbanyak ibadah salat, terutama salat malam. Dan memperlama sujud. Selain berdoa lebih khusyuk, juga menjaga kesehatan karena bersujud diketahui mampu melancarkan peredaran darah di otak.

Almarhum juga bercerita mengenai Porprov Jatim 2019 yang pasti dimenangkan Kota Surabaya. Hehehehehe...Salah satu tugas berat yang tengah diembannya adalah menjadi Ketua Kontingen Atlet Kota Malang untuk persiapan PON mendatang. Selain itu, almarhum juga dosen serta jadi Komisaris di Malang Post. Pernah pula aktif di Arema FC. Puadaaattte polll....!

Yang aneh, padatnya aktivitas duniawi tidak membuat Om Nun lupa pada TuhanNya. Bahkan dia tidak pernah lupa untuk mengingatkan tahajud yang istilah kerennya sekarang itu Tahajud Call. Rajin betul.

Memang aku jarang berkomunikasi intens karena tahu kepadatan seorang Husnun begitu tinggi. Selain itu, aku juga menjaga jarak karena tidak ingin ada omongan mendompleng atau nunut jeneng paman-pamanku yang jadi orang sukses. Aku harus jadi sukses karena usaha sendiri.....tapi tetap tidak menafikkan peran-peran sesepuh dalam keluargaku. Ya intinya jangan terlalu dekat-dekat karena takut nanti dicap aji mumpung karena aku dan Om berkecimpung di dunia yang sama.

Tapi kini itu semua tinggal kenangan. Pada 4 Agustus 2019, Om Nun meninggal terkena serangan jantung saat mengikuti Surabaya Marathon 2019. Almarhum mengikuti seri 10 K dan tiba-tiba jatuh saat di KM 8. Ternyata itulah garis finish keberadaan Om Nun di dunia fana ini.

Terima kasih ya Om...satu-satunya yang kusesali adalah Facebook pean tak blokir gara-gara kejadian omongan Ibu itu. Sehingga tidak tahu kalau Om kena serangan jantung. Andai saja aku tahu...ah andai saja aku tahu...mungkin aku tidak akan kehilangan sosok pengganti Ayah begitu cepat.

Selamat jalan Om...semoga dosamu diampuni dan diberi surga oleh Allah SWT. Aamiin...

Sudah jangan panjang-panjang biar aku tidak menangis sesenggukan lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej