Skip to main content

Berkah Ramadan 2019




Lagi lagi merasakan berkah Ramadan yang luar biasa.

Bagaimana gak berkah kala bingung usai resign dari pekerjaan Allah membuka jalan dengan berjualan beras Tawon 3 kg. Sebagai orang yang ga pernah jualaan beras, apa dan bagaimana menjualnya bukan suatu hal mudah.

Tapi kenyataannya banyak yang order beras 3 kg. Entah bagaimana jalannya dan logikanya apa. Tapi apa yang terjadi, rejeki yang ada sungguh diluar nalar manusia, iji matematika Allah.

Aku yakin itulah berkah Ramadan. Sebuah kuasa Allah SWT kepada hamba yang bermunajat kepadaNya.

Berkah lain adalah soal STNK yang sekitar dua minggu lalu mendadak raib alias menghilang. Jungkir balik cari STNK di lemari, di tas, di slempitan laci, dimanapun kucari. Kukejar ke toko modern yang pernah kumasuki, kutanyai kasirnya. Kucari di kampus, di warung soto, sampai ke apotek. Semua menggeleng tidak tahu.

Bikin pengumuman di akun Facebook e100 pun terasa tiada gunanya. STNK tetap gak ketemu dan kebayang berapa uang yang harus dikeluarkan buat STNK (niat diurusin orang) pas momen Lebaran ini. Ya Allah paringi sabar....keluh saya kala itu.

Tiap hari kulafalkan istighfar dan doa dalam hati semoga STNK bisa ketemu. Juga berdoa supaya dijauhkan dari jin pengganggu manusia, serta segala macam doa yang bisa kurapalkan.

Pada satu titik akhirnya pasrah, mungkin memang harus urus STNK meski mungkin biayanya lebih mahal. Ya sudahlah, toh sudah ikhtiar.

Di siang yang terik ini nongkrong di pos satpam sambil nunggu teman lain datang. Iseng minta kartu mahasiswa ke satpam sambil tanya nemu STNK. Sedikit pesimistis karena sebelumnya udah nanya tapi gak ada.

Ladaalah...Pak satpam mengeluarkan tiga STNK. Loh loh loh...langsung nyamber dan kubaca satu per satu, baca bolak balik ternyata gak ada. Aaah....kecewa dua kali kah?
Lalu pas satpam sedang mencari kartu mahasiswa, nongol satu STNK lagi. Kayak tersembunyi gitu, pada akhirnya nongol. Kok kayak STNK ku...?

Masya Allah Masya Allah Masya Allah... ini beneran STNK yang kucari. Allahu Akbar....#langsungsujudsyukur

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej