Skip to main content

Mie Akhirat, sensasi pedas di mulut aman di perut

Apa saja makanan dan minuman yang disajikan ketika kita berada di akhirat terutama di Surga?

Meski disebutkan dalam kitab-kitab maupun hadis, tetap saja tak bisa mendeskripsikan makanan yang akan disajikan bila kita berada di Surga nanti.

Tapi kalau soal Mie Akherat yang di Jalan Citarum nomor 2 Surabaya, tepatnya sederet ama Masjid Al Falah, dekatnya Kebon Binatang Surabaya (KBS) dan dekat Taman Bungkul, saya tahu sedikit. Meski tak berada di jalan utama, toh pembeli yang datang tak kunjung berhenti terutama anak-anak muda yang gahol itu.

Iseng-iseng sebenarnya datang kesana, mengingat kesohorannya.

Restoran atau mungkin lebih asyik disebut tempat nongkrong itu berada di sebuah rumah dengan halaman cukup luas. Kursi-kursi ditata sedemikian rupa sehingga saya prediksi mampu menampung sekitar 200 orang sekali makan. Tidak ada dekorasi yang menarik, selain logo Mie Akherat yang dipasang di atas pagarnya. Ada dekorasi semacam stiker dinding. Sayangnya, itu digarap dengan tidak sepenuh hati dan asal-asalan.

Dan tak ada kipas angin. Jadi sebaiknya makan di bagian luar aja, biar kalo kepedesan ada AC gratisan alias Angin Cendela (angin dari jendela, plesetan red).

Puluhan motor berderet-deret. Sore itu, jumlah pengunjung lumayan banyak meski tak bisa dibilang sangat ramai.

Saya pesan Mie Surga dengan level dua. Sedangkan suami, pesan nasi goreng Surga dengan tingkat kepedasan rendah. Serta dimsum. Yeaah...emang terdengar 'pengecut's ih, udah tau mie akherat kok belinya yang gak pedas gitu...

Heyy...

Sebelum 2012, kami adalah penggemar makanan pedas-pedas. Sepedas apapun, akan selalu kami sikat dan habiskan semampunya. Dan lihatlah sekarang, kami tak berani lagi untuk memesan lebih pedas. Kapok setelah beberapa kali masuk rumah sakit karena nekad makan makanan pedas.

Secara umum, menunya dibagi dua yaitu Mie Surga dan Mie Neraka. Menu lengkapnya ada tambahan mie ramen surga dan neraka, juga ada dimsum dan olahan camilan lainnya.


Tagline "Nikmatnya Surga, Pedasnya Neraka", memang terasa sensasional. Sayangnya untuk rasa sebenarnya standar ya. Awalnya sempat tak percaya dengan rasanya yang biasa aja itu. Memang pedas sih, tapi kayaknya itu pedas merica ya soalnya panas di mulut, tapi perut ane baik-baik aja.

Saking gak percayanya, menyempatkan diri untuk datang lagi di siang bolong. Yang saat itu lagi sepi, meski harusnya itu ramai mengingat adalah jam makan siang. Saya pesan menu yang sama, tapi untuk dibawa pulang.

Ini rasanya lebih aneh lagi, karena seperti kekurangan bumbu dan kekurangan kepedasan padahal memesan mie yang sama dengan level kepedasan yang sama.

Well...saya tidak tahu penyebabnya apa. Tapi untuk ganjel laper, boleh lah datang ke Mie Akherat ini.
Dan jangan khawatir, pedasnya cuma bo'ongan kok, panas di mulut aja.
Hiihiihi...sok tau, padahal mah pedesnya cuma level dua.



Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej