Skip to main content

Menanti Jawaban "Blusukan" Politik Jokowi


Awal tahun 2015, masyarakat Indonesia tersedot perhatiannya pada pencalonan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon kapolri, pengganti Jenderal Sutarman. Betapa tidak, BG ditetapkan jadi tersangka sehari sebelum proses fit and proper test.

Hampir satu bulan, polemik tersebut belum berakhir. Yang ada, masyarakat disuguhi oleh “blusukan” politik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Sejak DPR RI menyetujui BG sebagai calon kapolri Kamis (15/1/2015) lalu, presiden menemui berbagai tokoh untuk “meminta” solusi.

Presiden sudah membentuk Tim Independen atau Tim Sembilan yang dipimpin oleh Buya Syafi’i Maarif. Dalam pertemuan tersebut, sembilan orang ahli merekomendasikan untuk tak melantik Budi Gunawan. “Pencalonan Budi Gunawan bukan inisiatif dari presiden,” ungkap Syafi’i Maarif menjawab pertanyaan wartawan usai bertemu presiden, Rabu (28/1/2015).

Esok harinya, presiden menemui mantan presiden BJ Habibie yang memberi “suntikan” semangat pada Jokowi. Ia menegaskan presiden bukanlah pilihan partai.

Presiden juga menemui Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Namun, jawaban yang disampaikan Ketua Wantimpres Tedjo Edhy menegaskan pernyataan presiden sebelumnya bahwa akan menunggu proses hukum yaitu praperadilan yang diajukan Budi Gunawan.

“Blusukan” Jokowi makin memanas ketika ia bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut, Prabowo menyatakan akan mendukung pemerintahan Jokowi-JK.

Tak ayal, muncul isu politik baru bahwa Jokowi akan merapat ke Koalisi Merah Putih (KMP). Apalagi, presiden diprediksi mendapat tekanan kuat dari partai pendukung yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Namun, Jokowi tampaknya tak mau menggubris isu tersebut. Ia melanjutkan pertemuan dengan pimpinan DPD-RI, pimpinan DPR-RI. Semuanya menyatakan dukungan pada presiden.

Presiden juga menemui para alim ulama dengan mengundang pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke istana. MUI meminta agar dalam mengambil keputusan selain pertimbangan hukum, dan lain sebagainya, juga menanyakan pada hati sanubarinya. “Tadi, Beliau katakan masalah-masalah yang ada ini akan dapat terselesaikan tidak terlalu lama,” kata Ketua MUI Din Syamsuddin, Selasa (3/2/2015).

Terakhir, Presiden Jokowi mengakui telah bertemu para Ketua Umum partai dari koalisi yang mendukungnya, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/2) sore, yaitu Megawati Soekarnoputri (PDIP), Wiranto (Hanura), Muhaimin Iskandar (PKB), Sutiyoso (PKIP), Romahurmuzy (PPP), dan Partai Nasdem yang diwakili Sekretaris Jendralnya Rico Capella.

Hasilnya, presiden diminta menunggu hasil sidang praperadilan. Pembacaan gugatan Budi akan dibacakan dalam sidang praperadilan pada Senin pekan depan setelah KPK sebagai termohon tidak hadir dalam sidang yang digelar pada Senin (2/2/2015) lalu.

Jokowi sendiri menghadapi sikap kepala batu dari Komjen Budi Gunawan yang menolak mundur sebagai calon kepala Polri, seperti permintaan Istana. Alasannya, menunggu hasil praperadilannya atas penetapan status tersangka oleh KPK.

Hal itu dibenarkan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti. “Kemarin kan Pak Mensesneg (Pratikno) sudah mengimbau untuk mengundurkan diri. Tapi, setelah kita komunikasikan, Pak Budi Gunawan masih akan menunggu proses praperadilannya,” kata Badrodin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/2/2015).

Mensesneg Pratikno mengatakan jika BG mau mengundurkan diri, makak tidak akan muncul polemik KPK dan Polri.

Setelah serangkaian blusukan politik, Presiden tampaknya sudah siap mengambil langkah. Ia sudah mengumbar janji, “Minggu depan, saya selesaikan semua.”


Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej