IBARAT kembang
desa, Madura kini menjadi rebutan untuk dikembangkan sebagai wilayah industri
tebu baru di Jawa Timur. Namun, mengolah tebu di lahan Madura tidak semudah
pengerjaannya di lapangan, terutama yang berkaitan dengan kultur masyarakat.
Awalnya, optimisme
disebar dengan rencana pengembangan lahan tebu ini. Pasalnya, Madura memiliki
keuntungan tersendiri terkait kondisi lingkungan yang memadai, ditambah sinar
matahari, kecepatan angin, suhu, kelembaban udara, air, dan kesesuaian lahannya
yang mendukung budidaya tebu secara baik. Dengan ‘kekayaan’ sinar matahari,
tebu Madura memang berpotensi memiliki kualitas terbaik. Kementerian Pertanian
juga ikut mendorong perluasan areal tebu di Madura hingga 4.000 hektar dengan
menyiapkan dana Rp 89 miliar. Dana sebesar ini
untuk membantu bibit, traktor, dan tenaga pendamping. Hingga saat ini,
lahan tebu yang sudah dikembangkan di Madura sekitar 1.300 hektar.
Mengutip PTPN X Mag, PTPN X (Persero) membidik dua kabupaten yaitu Sampang dan Bangkalan sebagai pilot project menghidupkan tanaman tebu di Madura. Di Sampang, dari hasil pemetaan yang dilakukan PTPN 10 dari total luasan 122.510 ha, setidaknya ada 106.571,476 ha lahan yang potensial untuk ditanami tebu yang tersebar di 13 kecamatan dan 63 desa. Sedangkan di Kabupaten Bangkalan yang memiliki 17 kecamatan dan 72 desa dengan luasan lahan 130.525, lahan yang potensial ada 55.549, 250 ha. Secara keseluruhan di Madura ada lahan seluas 60 ribu hektar yang potensial untuk ditanami tebu. PTPN X sendiri memiliki total lahan sebesar 70.130 ribu. Di musim tanam 2011-2012, disediakan bibit KBD seluas 64,8 ha dengan tujuh jenis tebu yaitu PS 862, PS 881, VMC 7616, PSJT 941, Kidang Kencono, PS 864 dan Bulu Lawang. Jika nanti dianggap memadai, sebuah pabrik gula siap didirikan oleh Kementerian BUMN dan menjadikan Madura sebagai jawaban dalam merealisasikan swasembada gula.
petani tebu di madura (setkab.go.id) |
Di Burneh, para petani juga mengeluhkan terlambatnya pembayaran hasil penjualan tebu yang sudah dipanen sejak tiga bulan lalu. Petani pun berbondong-bondong menagih kepada PT Perkebunan Nusantara X (Persero) menagih uang keringat hasil merawat tebu. Belum jelasnya sistem pembayaran pada petani memunculkan ancaman petani untuk berhenti menanam tebu di lahannya.
Hal ini tentu memantik pertanyaan terkait sejauh mana keseriusan PTPN X maupun pihak lain yang tertarik mengembangkan lahan tebu di Madura. Lahan-lahan tidur yang selama ini ada di Madura memang baik untuk dikembangkan menjadi lahan produktif. Sejauh ini, masyarakat di akar rumput tidak keberatan jika diajak untuk program yang sudah dicanangkan oleh Pemprov Jatim.
Tetapi keraguan yang muncul tentu harus dicarikan jawabannya. Keluhan yang mencuat harus segera dijawab oleh pihak yang mengurus masalah pengembangan lahan tebu di Madura. Jangan terbuai dengan bayangan menjadikan Madura sebagai lumbung tebu di Jatim. Apalagi sampai terlena dengan hitung-hitungan keuntungan kapital yang bisa dicapai bila program ini sukses.
Maka transparansi program pengembangan tebu di Madura harus benar-benar dikomunikasikan kepada seluruh pihak. Petani jangan hanya sebagai tumbal demi kesuksesan pihak-pihak tertentu karena petani adalah ujung tombak. Jangan sampai, petani diombang-ambingkan dengan ketidakjelasan pembayaran upah dari keringat yang diperas untuk menanam tebu. Dan yang lebih penting adalah, seluruh program ini dilakukan demi kemakmuran masyarakat Madura, jangan cuma bos-bos perusahaan gula yang mendapatkan untung. Manisnya tebu harus juga dirasakan oleh petani Madura. Semoga.
Comments