Skip to main content



Bayi Usus Terburai
Dirawat di Sardjito

JOGJA – Seorang bayi perempuan berusia 11 hari dirawat di RSUP dr Sardjito karena ususnya terburai keluar. Hingga kini, rumah sakit masih belum mengungkap tindak lanjut penanganan medis terhadap bayi pasangan Ferdian Nugraha-Sumarni tersebut.
Bayi yang belum diberi nama itu masih mendapat perawatan intensif di ruang IPM Perinatal lantai 2 Gedung Bedah Sentral Terpadu (GBST) RSUP dr Sardjito. Bayi tersebut dirawat di dalam inkubator. Saat dikunjungi, bayi itu terlihat lemah. Kaki mungilnya tampak disangga sebuah kain yang digulung seperti guling. Telapak kakinya terlihat dibungkus kaos kaki yang warnanya berbeda.
Selang oksigen masuk di lubang hidung si bayi. Di perutnya, terlihat gumpalan yang ditutupi kain kassa dan perban. Diperkirakan isinya usus yang terburai itu.
Si ibu, Sumarni, siang itu tampak menatap kosong ke arah inkubator tempat putri pertamanya dirawat. Tak ada kesedihan secara berlebihan saat memperhatikan anaknya tersebut. ’’Saya tetap tabah dan tersenyum saja, karena kalau saya sedih nanti malah sakit,’’ tuturnya ketika ditemui di RS, Kamis (24/3).
Perempuan 20 tahun itu setia menemani putrinya selama dirawat di GBST sejak melahirkan 14 Maret lalu. Dalam sehari, enam kali Sumarni mengunjungi buah hati hasil cinta kasihnya dengan Ferdian Nugraha tersebut. Saat menemani, biasanya dia sering mengajak berbicara si bayi. Sesekali dia menowel kulit putrinya. ’’Biasanya dia langsung mulet,’’ kata perempuan kelahiran 18 Oktober 1990 itu.
Sumarni baru bisa bertemu putrinya lima hari setelah melahirkan secara normal lewat bidan Erni. Warga Gambrengan, Ngemplak Seneng, Manisrenggo, Klaten, itu mengatakan, saat melakukan USG pada usia kandungan tujuh bulan, tidak terlihat tanda-tanda kelainan pada janinnya. Dia juga tidak pernah mengeluh saat masa kehamilan terjadi. ’’Semuanya lancar dan normal,’’ katanya dengan suara lirih.
’’Wajahnya mirip istri saya, tapi rambutnya lebat seperti saya,’’ sahut Ferdian Nugraha, suaminya.
Akibat aturan di rumah sakit, pria jangkung itu hanya bisa melihat dari jauh kondisi anaknya. Hanya Sumarni yang boleh mendekati bayinya. ’’Tapi juga belum boleh disusui,’’ imbuh Sumarni.
Ferdian menceritakan, istrinya melahirkan sekitar pukul 02.00 dengan berat badan 2,6 kg dan panjang 48 cm. Pemilihan bidan untuk membantu proses persalinan karena buruh instalasi listrik di sebuah pekerjaan kontraktor tak punya penghasilan tetap.
Setelah bayinya lahir, dia terkejut ketika diberi tahu jika usus bayinya terburai sehingga harus mendapatkan pertolongan medis secepatnya. Tidak sampai setengah jam, bidan langsung merujuk bayi Sumarni ke RSUP dr Sardjito.
’’Istri saya bahkan tidak sempat ketemu setelah melahirkan, saya juga tidak sempat melihat waktu itu,’’ kata pria 19 tahun itu.
Saat dirujuk, bayinya langsung ditangani di Instalasi Gawat Darurat RSUP dr Sardjito. Namun, tidak sampai sejam, pihak dokter memutuskan untuk merawat pasien itu di ruang IPM Perinatal.
Ferdian menuturkan upaya dokter untuk mengoperasi usus yang terburai saat itu gagal karena usus masih mengalami pembengkakan. Yang dia tahu, dokter langsung membungkus usus bayinya dengan kain kasa dan perban. ’’Saya sedih sekali melihat kondisi anak saya,’’ katanya sembari menerawang.
Sama seperti Sumarni, Ferdian mencoba tabah menerima cobaan yang dialami putrinya tersebut. Termasuk mencoba mendapat surat keterangan tanda miskin (SKTM) dari kelurahan asalnya. Dia tak bisa membayangkan biaya perawatan yang harus dikeluarkan untuk mengobati anaknya. Dia mencontohkan per hari, kamar perawatan putrinya tersebut mencapai Rp 2 juta. Belum termasuk obat-obatan dan peralatan medis lainnya seperti boks urine atau jarum infus khusus bayi. ’’Saya masih mencoba agar bisa mendapat kartu SKTM,’’ katanya.
Mengenai nama penyakit yang diderita putrinya, Ferdian mengaku tidak tahu. Sejauh ini kondisi bayinya baik-baik saja. Tetapi jadwal operasi masih belum ditentukan. Dia sendiri sudah diberitahu mengenai kemungkinan terburuk jika operasi benar-benar terjadi. Risiko terburuk operasi, kutip Ferdian, bisa terjadi ketika dilakukan pembiusan dan pascaoperasi. ’’Ya saya berharap mudah-mudahan bisa sembuh,” katanya.
Kepala Sub Bagian Humas RSUP dr Sardjito, drg Sri Erliani, membenarkan bahwa pihaknya tengah merawat seorang bayi yang mengalami kelainan. Hanya saja, dia belum bisa memastikan penyakit yang diderita bayi tersebut. ’’Hingga kini tim dokter masih melakukan observasi terhadap kondisi bayi. Nanti akan kita sampaikan kepada pers,” katanya.
Ditanya soal tindakan operasi yang akan dilakukan untuk menyelamatkan bayi, juga belum dipastikan. Pihak rumah sakit sudah membentuk tim penanganan yang beranggotakan, antara lain dokter spesialis anak dan dokter spesialis bedah. Tim itu dipimpin oleh dr Ekawati SpA. (sit/ari)


Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej