Skip to main content

Surat Cinta untuk Shireen Sungkar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ini saya dapat dari postingan M. Aan Mansyur di
http://pecandubuku.
blogspot. com.
Sebuah surat cinta dari seorang yang tinggal di Lorwembun, Kepulauan
Maluku, untuk bintang sinetron Shireen Sungkar. Semoga bermanfaat.

------------ --------- --------- --------
Surat Cinta buat Shireen Sungkar
Sun 2:11pm
DALAM pelajaran sastra di sekolah, bukan penyair atau pengarang yang
ditanyakan guru, tapi nama-nama pemain sinetron. Karena itulah, saya
mengirim surat ini padamu, Shireen.
***

RUANG guru. Pukul 11.00. Seorang membacakan sebuah kalimat kepada
seorang lain yang duduk di depan mesin ketik tua. *Sebutkan nama-nama
pemeran sinetron Cinta Fitri!* Perempuan yang duduk di depan mesin
ketik itu meminta diulangi. Perempuan di dekatnya mengulangi. Lebih
pelan. Kata per kata. "Sebutkan-nama- nama-pemeran- sinetron-
Cinta-Fitri. "Tanda seru," kata perempuan itu mengakhiri kalimatnya.

Shireen, adegan itu tidak diambil dari sebuah sinetron. Adegan itu
saya saksikan sendiri Juni lalu saat mengunjungi sebuah Sekolah
Menengah Pertama di Pulau Yamdena, Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
(Apakah gurumu pernah menyebut pulau seluas 3.333 km² itu di pelajaran
geografimu?)

Dua perempuan dalam adegan itu sedang mempersiapkan soal ulangan
Bahasa dan Sastra Indonesia untuk siswa mereka. Esok harinya puluhan
siswa kelas dua sekolah itu wajib menjawab soal itu agar tidak disebut
bodoh.

Sekolah itu terletak di sebuah desa bernama Lorwembun, Shireen. Jika
kau hendak ke sana, kau harus ke Ambon dulu dengan 4 jam penerbangan.
Dari Ambon ke Saumlaki, ibukota kabupaten itu, kau membutuhkan waktu 2
jam lagi. Dari Saumlaki ke Lorwembun kau membutuhkan waktu sehari
perjalanan. Naik bus di jalan yang tak beraspal setengah perjalanan.
Lalu naik sampan menyeberangi sungai. Kemudian naik speed boat
membelah laut, jika beruntung ada speed boat. Kalau tidak ada kau
harus rela menunggu hingga esoknya lagi.
Sungguh, Shireen, itu perjalanan yang sangat melelahkan.. !!!

Di Lorwembun tak ada listrik, Shireen. Telivisi yang hanya dimiliki
sedikit rumah di desa itu butuh bahan bakar yang mahal. Bahan bakar
itu hanya bisa didapatkan di Saumlaki, di mana satu-satunya pasar di
pulau itu berada. Agar mereka bisa beli bahan bakar, ibu-ibu harus
menjual hasil kebun mereka ke Saumlaki. Ubi, pisang dan kelapa.
Kebun-kebun itu jauh dari rumah mereka. Ada yang sampai 10 kilometer.
Mereka harus jalan kaki naik-turun gunung untuk mencapainya. Hasil
kebun itulah yang mereka jual agar bisa beli bahan bakar. Jika pergi
ke pasar, ibu-ibu itu membutuhkan 3 hari sebelum tiba di rumah mereka.
Mereka rela melakukan semua itu agar setiap malam anak-anak mereka
bisa menontonmu. Agar bisa melihatmu menangis tersedu-sedu di
telivisi. Agar mereka bisa meniru gayamu. Agar bisa menjawab soal
ulangan dari guru mereka, Shireen. Dan apakah kau tahu, saat di
Jakarta pukul 20.00 di Lorwembun sudah pukul 22.00? Apakah kau tahu,
Shireen?

***

RAYMOND Williams (kau pernah dengar namanya, Shireen?) pernah
mengatakan bahwa media hiburan utamanya televisi kini telah menjadi
institusi pendidikan jutaan anak di dunia.

Kau itu guru, Shireen, bagi anak-anak Lorwembun dan jutaan anak lain
di Indonesia. *Cinta Fitri*, yang sudah ratusan episode itu, adalah
mata pelajaran. Saya pernah mendengar produsermu akan membuat *Cinta
Fitri* bisa memecahkan rekor sebagai mata pelajaran terpanjang di
Indonesia. 777 episode. Itu sungguh angka yang cantik, Shireen!

Saya harus buru-buru menambahkan kata-kata Raymond Williams bahwa
bukan hanya jutaan anak yang jadi murid televisi. Guru-guru juga,
Shireen. Seperti sepasang guru yang membuat soal ulangan itu. Saya
juga tak akan pernah lupa, saya pernah melihat di acara *infotainment*
banyak guru sengaja datang ke tempat syutingmu dan berebutan ingin
berfoto bersama kau. Dan bahkan, saya juga melihat BJ Habibie datang
menemuimu, Shireen, dan mengatakan sangat menyukai mata pelajaran yang
kau ajarkan itu.

"Saya ada di sini karena saya mengikuti sinetron *Cinta Fitri* dari
episode pertama sampai sekarang. Baik di dalam negeri maupun di luar
negeri." Kau ingat kata-kata Mantan Presiden RI itu, bukan? Saya juga
membaca kalimatnya itu, Shireen, yang dikutip banyak media. Dan, ah,
saya lihat fotomu bersamanya ada di internet. Kalimat itu dia ucapkan
saat menghadiri *press conference* peluncuran *Cinta Fitri 3*. BJ
Habibie bahkan mengaku
memperhatikan semua gerakan, mimik dan bahasamu sampai
sedetail-detailnya. Pasti kau lebih tahu soal ini, Shireen!

***

SHIREEN, kau menjadi mimpi banyak orang. Ibu-ibu di Lorwembun (dan di
daerah lain) bermimpi anaknya menjadi seperti kau. Guru-guru bermimpi
muridnya menjadi seperti kau—atau seperti BJ Habibie. Para pria, muda
dan tua, bermimpi memiliki kekasih atau istri seperti kau, Fitri yang
lugu, baik hati dan taat itu. Gadis-gadis, bahkan yang berkulit gelap
dan berambut keriting, bermimpi menjadi kembaranmu. Saya juga,
Shireen, selalu bermimpi menjadi kekasihmu. Selalu, Sayang!

Sampaikan salam dan ucapan terima kasih pada teman-temanmu, Shireen,
yang telah menjadi guru kami. Sampaikan pula terima kasih kami kepada
produser dan sutradara yang merumuskan mata pelajaran favorit seperti
*Cinta Fitri*. Jangan lupa, sampaikan pula salam hormat dan terima
kasih kami kepada yang menciptakan institusi pendidikan tempatmu
mengajar. Sampaikan bahwa mereka sungguh berjasa! Sungguh mereka telah
berjasa membodohi kami semua!

*catatan: surat ini saya kirim ke Kompas, semoga dimuat agar lebih
banyak yang membacanya.*

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej