...
"Delisa...D-e-l-i-s-a cinta Ummi....Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah!" Ia pelan sekali mengatakan itu. Kalah oleh desau angin pagi Lhok Nga yang menyelisik kisi-kisi kamar tengah. Tetapi suara itu bertenaga. Amat menggentarkan. Terdengar jelas di telinga kanan Ummi. Kalimat yang bisa meruntuhkan tembok hati.
...
Itu adalah salah satu paragraf dalam bab buku "Hafalan Shalat Delisa" yang ditulis tere-liye. Bocah 6 tahun asal Lhok Nga, Aceh yang dikisahkan sebagai bocah korban bencana tsunami Aceh 2004 lalu.
Kisahnya sederhana dengan bahasa seperti menulis di buku harian. (Well...setidaknya mirip seperti itulah kalo aku nulis di buku harian).
Itu hanya kisah seorang keluarga bahagia, Ummi Salamah dengan empat anaknya Fatimah, si kembar Cut Zahra dan Cut Aisyah dan Delisa. AbiUsman adalah seorang pekerja di kapal tanker yang pulang tiap 3 bulan sekali.
Secara garis besar, Delisa bocah 6 tahun tengah diajari hafalan sholat oleh Ummi-nya. Yang menarik, kakak-kakaknya ikutan mengajari dengan cara membacakan keras-keras doa tiap kali sholat. Biar Delisa bisa mengikuti dan menghafal sekaligus praktek. Ummi Salamah juga mengajar membaca Al Quran tiap kali sholat Shubuh.
Kisah Delisa memang fiktif alias 100% karangan semata.
Tapi kisahnya luar biasa. Tiga jam aku membaca, dua jam aku menangis. Dan satu setengah jam berikutnya aku masih menangis. Aku gak ngerti dimana atau kenapa aku harus menangis karena baca buku itu. Tapi perasaanku mengharu biru membaca buku bersampul kuning itu.
Ada beberapa kemungkinan.
1. Aku teringat akan Aceh dan merindukan keindahan alam lautnya. Sayang, di buku ini kondisi geografis Aceh kurang tergambar sempurna karena sungguh propinsi paling ujung Indonesia itu indah.
Indah kala aku mengunjunginya kesana Januari 2005 lalu. Bulan-bulan awal aku menjadi seorang pemburu berita. Salah satu tempat yang menempaku menjadi seperti ini. Emang sih cuma 10 hari disana.
Tapi aku merasa Aceh pasti wilayah yang sangat indah. Lautnya biru dan jernih. Bak ribuan berlian berkilau di permukaan lautnya yang tenang. Pasirnya putih. Cahaya matahari yang menyengat dan memanggang jadi tak terasa mengkhawatirkan.
Saat menjejak Calang, aku melihat keindahan yang sama. Bukitnya hijau. Udara pepohonan bergabung dengan udara laut. Hmm.....meski sesekali bau anyir mayat berdesakan menggoda hidungku, tetap saja indah. Hanya ada dua-empat rumah yang tersisa, meski menurutku itu bukan rumah. Tapi pohon kelapa masih tegak berdiri melambai-lambai mengisahkan bahwa dahannya pernah dilewati ratusan mayat korban tsunami. Aku melihat suatu lukisan Allah yang maha dahsyat disana.
Oke...boleh kalian bilang aku lebay a.k.a berlebihan.
Tapi bayangkan.
Dari kejauhan air laut biru dan berkilauan, awan pun berarak dengan anggun. Dipadu dengan Lhok Nga yang hancur penuh dengan mayat bercampur tanah hitam. Tanahnya hitam dan becek. Anyir mayat tak bisa dihindarkan. Tapi angin sepoi-sepoi dari pepohonan di bukit cukup berbaik hati memberi udara bagi paru-paru kita.
Subhanallah....itu sangat indah! Dan sungguh Allah Maha Kuasa.
2. Kisah Delisa bertutur sangat menyenangkan. Mengingatkan kita dengan cara bercermin, tak menggurui dan tak sok. Delisa juga digambarkan sungguh lucu dengan mata bening hijau, rambut kritingnya, kakinya yang lincah, pintar mengaji dan sekolah serta hobi main sepakbola. (ah...tipe anak idaman. ehheh).
Delisa bocah lugu yang mengamalkan ajaran agama yang diperolehnya. Dia ikhlas dan tulus.
Dia tidak bertanya kenapa kita harus menyembah Allah, dia tak juga mengeluh ketika kakak dan uminya meninggal terseret tsunami. Dia juga tidak protes ketika masakan abi-nya terlalu asin atau pedas.Tapi dia tetap manusia yang cemburu kala Umam, kawannya bermain sepakbola, bertemu dengan Ummi-nya.
Dia marah dan protes pada Allah. Dan beruntunglah dia karena disayang Allah, dia langsung diberi peringatan. Dia jatuh sakit dan kejang. Padahal dia korban tsunami, tak punya kaki kanan dan dua giginya tanggal!!!!
(Ah sungguh beruntung Delisa. Dan benar kata tere-liye, patutlah kita cemburu jika memang ada sosok Delisa di kehidupan ini).
Pada akhirnya dia ikhlas ditinggal Ummi-nya. Dia tersenyum kembali karena Ummi-nya yang di surga sudah mengajaknya jalan-jalan di taman firdaus.Dan juga Allah mengingatkan janjinya untuk menyelesaikan hafalan sholatnya dengan keikhlasan.
Sungguh melunakkan hati. Menyejukkan.
Hanya beberapa buku yang membuatku menangis, buku yang lain hanya membuatku muram. Pertama adalah buku 'Ayat-ayat Cinta' karangan Habiburrahman El Shirazy. Sayang, film buatan Hanung Bramantyo sangat jelek dan membuatku apatis pada buku-bukunya. (ah maafkan saya).
Yang kedua adalah Hafalan Sholat Delisa. Ah...sungguh melunakkan hati.
Terima kasih buat sosok yang sudah mempromosikan buku ini. Maka aku pun berkewajiban mempromosikan buku ini. Bukan...bukan...100% aku bukan sales buku atau dari penerbit ini.
Tapi sungguh, kalau punya waktu lengang, bacalah buku ini. Sungguh melunakkan hati.
Ah...telepon Ummi-ku dulu ah. I love you full Mommy!
"Delisa...D-e-l-i-s-a cinta Ummi....Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah!" Ia pelan sekali mengatakan itu. Kalah oleh desau angin pagi Lhok Nga yang menyelisik kisi-kisi kamar tengah. Tetapi suara itu bertenaga. Amat menggentarkan. Terdengar jelas di telinga kanan Ummi. Kalimat yang bisa meruntuhkan tembok hati.
...
Itu adalah salah satu paragraf dalam bab buku "Hafalan Shalat Delisa" yang ditulis tere-liye. Bocah 6 tahun asal Lhok Nga, Aceh yang dikisahkan sebagai bocah korban bencana tsunami Aceh 2004 lalu.
Kisahnya sederhana dengan bahasa seperti menulis di buku harian. (Well...setidaknya mirip seperti itulah kalo aku nulis di buku harian).
Itu hanya kisah seorang keluarga bahagia, Ummi Salamah dengan empat anaknya Fatimah, si kembar Cut Zahra dan Cut Aisyah dan Delisa. AbiUsman adalah seorang pekerja di kapal tanker yang pulang tiap 3 bulan sekali.
Secara garis besar, Delisa bocah 6 tahun tengah diajari hafalan sholat oleh Ummi-nya. Yang menarik, kakak-kakaknya ikutan mengajari dengan cara membacakan keras-keras doa tiap kali sholat. Biar Delisa bisa mengikuti dan menghafal sekaligus praktek. Ummi Salamah juga mengajar membaca Al Quran tiap kali sholat Shubuh.
Kisah Delisa memang fiktif alias 100% karangan semata.
Tapi kisahnya luar biasa. Tiga jam aku membaca, dua jam aku menangis. Dan satu setengah jam berikutnya aku masih menangis. Aku gak ngerti dimana atau kenapa aku harus menangis karena baca buku itu. Tapi perasaanku mengharu biru membaca buku bersampul kuning itu.
Ada beberapa kemungkinan.
1. Aku teringat akan Aceh dan merindukan keindahan alam lautnya. Sayang, di buku ini kondisi geografis Aceh kurang tergambar sempurna karena sungguh propinsi paling ujung Indonesia itu indah.
Indah kala aku mengunjunginya kesana Januari 2005 lalu. Bulan-bulan awal aku menjadi seorang pemburu berita. Salah satu tempat yang menempaku menjadi seperti ini. Emang sih cuma 10 hari disana.
Tapi aku merasa Aceh pasti wilayah yang sangat indah. Lautnya biru dan jernih. Bak ribuan berlian berkilau di permukaan lautnya yang tenang. Pasirnya putih. Cahaya matahari yang menyengat dan memanggang jadi tak terasa mengkhawatirkan.
Saat menjejak Calang, aku melihat keindahan yang sama. Bukitnya hijau. Udara pepohonan bergabung dengan udara laut. Hmm.....meski sesekali bau anyir mayat berdesakan menggoda hidungku, tetap saja indah. Hanya ada dua-empat rumah yang tersisa, meski menurutku itu bukan rumah. Tapi pohon kelapa masih tegak berdiri melambai-lambai mengisahkan bahwa dahannya pernah dilewati ratusan mayat korban tsunami. Aku melihat suatu lukisan Allah yang maha dahsyat disana.
Oke...boleh kalian bilang aku lebay a.k.a berlebihan.
Tapi bayangkan.
Dari kejauhan air laut biru dan berkilauan, awan pun berarak dengan anggun. Dipadu dengan Lhok Nga yang hancur penuh dengan mayat bercampur tanah hitam. Tanahnya hitam dan becek. Anyir mayat tak bisa dihindarkan. Tapi angin sepoi-sepoi dari pepohonan di bukit cukup berbaik hati memberi udara bagi paru-paru kita.
Subhanallah....itu sangat indah! Dan sungguh Allah Maha Kuasa.
2. Kisah Delisa bertutur sangat menyenangkan. Mengingatkan kita dengan cara bercermin, tak menggurui dan tak sok. Delisa juga digambarkan sungguh lucu dengan mata bening hijau, rambut kritingnya, kakinya yang lincah, pintar mengaji dan sekolah serta hobi main sepakbola. (ah...tipe anak idaman. ehheh).
Delisa bocah lugu yang mengamalkan ajaran agama yang diperolehnya. Dia ikhlas dan tulus.
Dia tidak bertanya kenapa kita harus menyembah Allah, dia tak juga mengeluh ketika kakak dan uminya meninggal terseret tsunami. Dia juga tidak protes ketika masakan abi-nya terlalu asin atau pedas.Tapi dia tetap manusia yang cemburu kala Umam, kawannya bermain sepakbola, bertemu dengan Ummi-nya.
Dia marah dan protes pada Allah. Dan beruntunglah dia karena disayang Allah, dia langsung diberi peringatan. Dia jatuh sakit dan kejang. Padahal dia korban tsunami, tak punya kaki kanan dan dua giginya tanggal!!!!
(Ah sungguh beruntung Delisa. Dan benar kata tere-liye, patutlah kita cemburu jika memang ada sosok Delisa di kehidupan ini).
Pada akhirnya dia ikhlas ditinggal Ummi-nya. Dia tersenyum kembali karena Ummi-nya yang di surga sudah mengajaknya jalan-jalan di taman firdaus.Dan juga Allah mengingatkan janjinya untuk menyelesaikan hafalan sholatnya dengan keikhlasan.
Sungguh melunakkan hati. Menyejukkan.
Hanya beberapa buku yang membuatku menangis, buku yang lain hanya membuatku muram. Pertama adalah buku 'Ayat-ayat Cinta' karangan Habiburrahman El Shirazy. Sayang, film buatan Hanung Bramantyo sangat jelek dan membuatku apatis pada buku-bukunya. (ah maafkan saya).
Yang kedua adalah Hafalan Sholat Delisa. Ah...sungguh melunakkan hati.
Terima kasih buat sosok yang sudah mempromosikan buku ini. Maka aku pun berkewajiban mempromosikan buku ini. Bukan...bukan...100% aku bukan sales buku atau dari penerbit ini.
Tapi sungguh, kalau punya waktu lengang, bacalah buku ini. Sungguh melunakkan hati.
Ah...telepon Ummi-ku dulu ah. I love you full Mommy!
Comments