Skip to main content

Ga jaman pakai calo, cara urus STNK dan balik nama BPKB

Saben tiap tahun, Samsat selalu dipenuhi dengan orang-orang yang mengurus STNK dan BPKB. Dan tiap tahunnya, Samsat di Jatim pasti diserbu warga lantaran Pemprov Jatim punya program penggratisan denda pajak STNK dan kendaraan. Saya pun gak ketinggalan ngurus pajak STNK dan BPKB. Apalagi ternyata saya lupa bayar pajak selama 3 TAHUN (eeeeeaaaa....itu lupa atau khilaf).

Suasana Samsat Ketintang
Berbekal beberapa ratus ribu rupiah, dengan pede ngacir ke SIM Corner yang ada di Pakuwon Trade Center (PTC). Dan ternyata jreng jreng jreng ditolak soalnya masih pakai nama pembeli pertama, yang KTP-nya gak boleh dipinjem. Hiks...!

Sebagai emak-emak milenial, saya pun coba untuk meminta ada keringanan kepada pak polisi supaya saya boleh bayar pajak tanpa pakai KTP. Tapi sayangnya pak polisinya kukuh menolak permintaan saya dan menyarankan untuk mengurus balik nama mumpung ada gratisan denda pajak dan BPKB. Dia pun menghitung biaya yang dibutuhkan yaitu sekitar Rp 1,5 juta. Duuuerrrrrrr..........!!!!!

Aduh biyuuuuung....
Maunya nangis kok mahal banget. Tapi ya gimana lagi...gak bayar pajak tiga tahun plus balik nama BPKB. Entah gimana lah caranya, alhamdulillah nemu duit segitu. Wkkwkwkw...

Berbekal bismillahirrahmanirrahim, saya weerrr....ke Samsat Tandes. Sampai disana langsung dberi arahan langsung dari bapak-bapak petugas disana. Awalnya menunjukkan STNK, lalu distempel untuk melanjutkan proses balik nama. Setelah itu difotokopi, lalu ambil formulir gesek nomor rangka. Lalu antre untuk gesek nomor rangka. Setelah kurang lebih satu jam menunggu saya pun masuk ke dalam kantor Samsat untuk melanjutkan proses selanjutnya.

Taaaaaaaaaapiiiiiiii ternyataaaaaaaaaaaa...saya SALAH SAMSAT!


Di Samsat Ketintang ada charging corner gratis
 Oh my good setengah nyengir kepengen ketawa sama setengah pengen nangis. Gimana gak pengen nangis, udah sejam di Samsat dan tidak ada satupun petugas yang sadar kalo saya salah tempat. Tapi saya kuatkan hati untuk tersenyum dan mengikuti petunjuk petugas di dalam kantor tadi untuk ke Samsat Ketintang.

Maka saya pun ke Samsat Ketintang dan menjelaskan kalau sudah menjalankan proses gesek nomor rangka tapi salah Samsat. Tetapi bapak polisi meminta agar tetap menjalankan prosedur, yaitu meminta formulir lagi untuk gesek rangka (mgkn kop-nya beda, saya ga baca detail). Beruntung, saya gak harus menjalani ulang gesek nomor rangka dan dipersilakan masuk ke dalam untuk proses verifikasi.

Proses verifikasi ini cukup lama ya gaesss karena emang seabrek-abrek orang yang mengurus pajak disini. Jadi secepat apapun petugasnya ya tetep kerasa lama. Untung aja suasana dalam ruangan cukup sejuk dengan AC yang dipasang suhu 16 derajat. Kwkwkwkwk...biar ttp adem, seimbang dengan jumlah orang yang ada di dalam ruangan.

Setelah itu nanti diarahkan ke meja dari dispenda, untuk keluarkan surat pembayaran pajak. Setelah itu diarahkan ke kasir. Karena saya gak bayar 3 tahun, maka pajaknya ya sekitar Rp550.000. Glek!!!

Tempat pelaporan surat mutasi keluar kendaraan di Samsat Ketintang
Setelah bayar, kembali ke meja tadi untuk mendapatkan lembaran pembayaran pajak kendaraan. Yang warnanya cokelat itu loh, pasangannya STNK.

Dari sana, saya diminta naik ke lantai dua untuk mendaftarkan kendaraan keluar dari Samsat Ketintang ke Samsat tujuan, yaitu Samsat Tandes. Setelah dicatat, saya disuruh turun dan diminta menuju ke loket surat keluar. Saya kira langsung jadi, ternyata masih nunggu 2 minggu dan balik 17 Oktober 2019.

Sesuai dengan waktu yang ditentukan, saya balik ke Samsat Ketintang untuk mengambil surat keterangan mutasi keluar. Beruntung pak polisinya kerjanya sigap, gak sampai satu jam saya antre, surat mutasi keluar sudah diterima di tangan. Pak polisi menyuruh saya segera ke Samsat Tandes untuk mengurus proses selanjutnya.

ID Card pengunjung Samsat Ketintang
Di Samsat Tandes, saya masuk ke dalam dan sempat nyasar ke lantai dua. Harusnya sih melewati meja verifikasi dulu sebelum naik ke lantai dua. Baiklah...saya turun dan antre lagi di meja verifikasi. Kurang lebih setengah jam, berkas kendaraan saya sudah lolos verifikasi dan dipersilakan naik ke lantai dua.

Di lantai dua, berkas tadi diserahkan ke petugas untuk diberi ganti dengan selembar kertas pengganti STNK. Disini, biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp225.000. (mulai nangis) dan disuruh kembali ke Samsat Tandes keesokan harinya dengan menyerahkan lembaran kertas pengganti tadi.

Hmmm hati mulai sewot tapi disabar-sabarin coz tinggal dikit lagi.



Suasana antrean proses verifikasi di Samsat Tandes
 Esoknya saya datang ke Samsat Tandes lagi dengan menyerahkan lembar kertas pengganti STNK tadi. Daaaaaaan setelah mendapatkan berkas lagi, disuruh antre ke kasir. Setelah antre setengah jam, saya disuruh bayar lagi Rp350an ribu (nangis beneran deh😭😢😢 ).

Tarik nafas panjang dan dengan sikap pasrah ikhlas, saya bayarkan uang sebesar itu kepada petugas. Ohya asiknya nih, kita bisa bayar pakai debet jadi gak perlu wira-wiri cari uang tunai. Keren yaaaakkk...




Suasana menunggu proses pembuatan STNK dan pembayaran balik nama BPKB 

Setelah sedikit gela dan menunggu selama setengah jam, akhirnya STNK saya jadi! Dan saya disuruh turun menuju ke gudang plat di bagian belakang Samsat Tandes. Duh rasanya dag dig dug karena ada info dari teman dia tidak mendapatkan plat nomor dan harus menunggu selama tiga jam. Jadi deg degan apakah kebagian plat nomor atau tidak.

Ternyata, setelah saya serahkan STNK tadi kepada petugas, gak sampai 15 menit udah jadi deh plat nomor baru motorku. Cihuyyy...rasanya tuh legaaaaaaa. Tinggal nunggu buku BPKB jadi yang jadwalnya 3 bulan alias Januari 2020 mendatang.

Alhamdulillah ya ....

Emang udah gak jaman lah ngurus ini itu pakai calo kalo emang bisa dikerjakan sendiri. Buktinya emak-emak kayak saya bisa ngurus sendiri dan gak harus deg degan ada calo. Emang sih masih ada calo yang sliweran di Samsat tapi kerjanya dia slow gak terang-terangan. Ada juga yang masih suka pakai jasa pengurusan STNK dan BPKB. Padahal loh...gampang cyiint. Teman saya ngurus sehari jadi (perpanjangan STNK). Jadi kalo bisa urus sendiri kenapa harus pakai calo? Mudah dan gak nakutin deh kantor Samsat sekarang. Suweeeeeeeeerrrrrrrr

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej