Skip to main content

Takut kalau ga pegang handphone? Mungkin Anda mengidap Nomophobia


Zaman sekarang udah ga heran deh ngeliat sahabatan, duduk mengelilingi meja dengan berbagai makanan dan minuman. Taaaapiii..mereka gak saling ngobrol satu sama lain. Sibuk ama handphone masing-masing.

Gak heran juga ada sepasang kekasih, atau suami isteri duduk berdua. Anehnya, mereka diem-dieman.

Berantem? Enggak.

Mereka asyik ngeliatin gadget-nya masing-masing. Mereka kayaknya gak sadar ada sosok yang lebih nyata ada di depan mereka.

Gak aneh juga kalau kadang kita kebingungan saat sehari aja gak pegang hape. Jangankan sehari, satu jam aja gak pegang hape udah panik.

Bahkan, kita jadi bergantung kepada ponsel. Apa-apa larinya ke ponsel.

Serasa jadi kebutuhan utama.
Reaksi ketika ponsel itu tidak berada di genggaman tangan, muncul berbagai hal yang bahkan berakibat pada kondisi psikologis.

Penasaran saya memuncak ketika lagi nontot NCIS, dimana salah satu aktrisnya ketemu pemain lain. Dimana dia memiliki ketakutan karena tidak membawa hape dan tak menemukan hapenya.

Itu disebut Nomophobia, ketakutan berlebihan karena berjauhan dengan ponsel. Sebuah studi yang dilakukan UK Post Office mendefinisikan mereka yang mengalami peristiwa seperti ini disebut telah terjangkit Nomophobia sebuah akronim dari “No Mobilephone Phobia”.

Perasaan ketergantungan tersebut mampu membuat orang menjadi cemas, khawatir, takut, dan tidak nyaman bila jauh dari ponselnya. Bahkan ada juga orang nomophobia yang tak hanya merasa takut “jauh” dari ponselnya, melainkan juga merasa takut bila tidak mendapatkan sinyal handphone.

Ketakutan itu timbul karena mereka tidak bisa melakukan panggilan, mengirim pesan, browsing, atau melakukan kontak apapun dengan orang lain (keluarga dan teman) lewat ponselnya bila tidak ada sinyal.

Tak hanya merasa takut kehilangan ponsel dan sinyal, ada juga orang nomophobia yang merasa takut dan cemas bila batere ponselnya habis. Lagi-lagi penyebabnya karena bila batere ponsel habis, maka mereka tidak bisa melakukan aktivitas apapun pada ponselnya. Bisa dibilang orang nomophobia akan merasa “mati gaya” bila jauh dari ponselnya. Selain perasaan cemas, reaksi ketakutannya dalam tingkat yang cukup parah bisa juga dalam berkeringat dingin dan detak jantung lebih cepat.

Penasaran termasuk nomophobia atau nggak? Begini tes dan nilainya. Sumber dari Tribunnews gaes....cekidot

Nilai:

1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Kurang Setuju
4. Setuju
5. Cukup Setuju
6. Sangat Setuju
7. Sangat Sangat Setuju

Berilah nilai rentang 1 - 7 seperti di atas untuk pernyataan-pernyataan di bawah ini:

1. Saya akan merasa tidak nyaman tanpa akses yang terus-menerus untuk memperoleh berbagai informasi melalui smartphone saya.

2. Saya akan kesal jika saya tidak bisa mendapat informasi pada smartphone ketika saya ingin memperolehnya.

3. Karena tidak bisa mendapatkan hal yang saya inginkan di smartphone saya akan merasa panik.

4. Saya akan kesal jika saya tidak bisa menggunakan smartphone dan / atau kemampuannya ketika saya ingin melakukannya.

5. Kehabisan baterai di smartphone saya akan membuat saya panik.

6. Jika saya kehabisan pulsa atau mencapai batas penggunaan paket data bulanan, saya akan panik.

7. Jika mendapati sinyal buruk atau tidak bisa terhubung ke Wi-Fi, maka saya terus akan memeriksa untuk melihat apakah saya mendapatkan sinyal atau bisa menemukan jaringan Wi-Fi.

8. Jika saya tidak bisa menggunakan smartphone saya, saya akan takut tidak bisa terhubung ke orang lain atau melakukan hal yang biasa saya kerjakan.

9. Jika saya tidak bisa mengecek smartphone saya untuk sementara waktu, saya akan merasa keinginan untuk mengeceknya.

10.Saya akan merasa cemas karena saya tidak bisa langsung berkomunikasi dengan keluarga dan / atau teman-teman saya.

11. Saya akan khawatir karena keluarga dan / atau teman-teman saya tidak bisa menghubungi saya.

12. Saya akan merasa gugup karena saya tidak akan dapat menerima pesan teks dan panggilan.

13. Saya akan cemas karena saya tidak bisa tetap berhubungan dengan keluarga dan / atau teman-teman saya.

14. Saya akan gugup karena saya tidak bisa tahu kondisi seseorang yang sangat tergantung kepada saya.

15. Saya akan merasa cemas karena koneksi saya terus-menerus untuk keluarga saya dan teman-teman akan terganggu.

16. Saya akan galau karena saya akan terputus dari komunitas online saya.

17. Saya akan tidak nyaman karena saya tidak bisa tetap up-to-date dengan media sosial dan jaringan online.

18. Saya akan merasa canggung karena saya tidak bisa mengecek pemberitahuan untuk pembaruan koneksi dan jaringan online.

19. Saya akan merasa cemas karena saya tidak bisa memeriksa pesan email saya.

20. Saya akan merasa aneh karena saya tidak tahu apa yang harus dilakukan.'


Nilai

20: Sama Sekali Tidak Terkena Nomophobia.

Anda memiliki hubungan yang sangat sehat dengan perangkat Anda dan tidak ada masalah jika saling terpisah.

21-60: Nomophobia Ringan.

Anda akan sedikit gelisah ketika Anda lupa bawa ponsel selama sehari atau terjebak di suatu tempat tanpa WiFi, tetapi tingkat kecemasan tidak terlalu besar.

61-100: Nomophobia Sedang.

Anda cukup lekat ke perangkat Anda. Anda sering memeriksa up date saat Anda sedang berjalan atau berbicara dengan teman, dan Anda sering merasa cemas ketika Anda terputus. Tampaknya Anda mulai perlu melakukan detoks digital.

101-140: Nomophobia Parah.

Anda hampir tidak dapat pergi untuk waktu 60 detik tanpa memeriksa telepon Anda. Ini hal pertama yang Anda lihat di pagi hari dan yang terakhir di malam hari, dan mendominasi sebagian besar kegiatan Anda.

Mungkin sudah saatnya untuk melakukan intervensi serius dari pihak lain, misalnya orang tua atau bahkan psikolog.

Apa hasil tes saya? Hehehehe...ya termasuk nomophobia ringan

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej