Detik terasa lama berlalu ketika cahaya matahari yang
malu-malu menyinari danau yang terbentuk akibat erupsi gunung berapi. Kabut
masih menyelimuti Pulau Samosir yang memiliki 11 kecamatan dengan jumlah
penduduk sekira 27 ribu. Kabut tebal juga terlihat di Parapat, yang berada di
seberang Pulau Samosir. Suasana terasa sejuk karena Pulau Samosir berada pada
1000 meter di atas permukaan laut, seolah membawa kita ke dunia lain dan rela
melupakan segala tumpukan pekerjaan. Hmm…
Denyut kehidupan Kabupaten Samosir memang lebih lambat bila
dibandingkan dengan roda ekonomi yang berputar di pusat ekonomi di Indonesia.
Tapi, begitu menginjakkan kaki di pulau tersebut, turis seolah akan hanyut dan
lupa akan waktu dengan ketenangan yang ditawarkan oleh Danau Toba dan Pulau
Samosir di tengahnya.
Siapa yang menyangka keindahannya yang membius itu terbentuk
dari sebuah peristiwa maha dahsyat puluhan ribu tahun lalu. Danau Toba adalah
sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30
kilometer dan merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.
Dalam sejarahnya, Danau Toba terbentuk sekitar 73 ribu
hingga 75 ribu tahun yang lalu akibat letusan gunung vulkanik super yang
disebut Gunung Toba. Letusan ini membawa bahan-bahan vulkanik seperti batuan
ignimbrite, abu vulkanik sebanyak 2.800 km kubik. Debu vulkanik ini menyebar ke
separuh bumi mulai dari Cina hingga Afrika Selatan selama satu minggu.
Dahsyatnya letusan ini juga ditandai dengan lontaran debu yang mencapai 10
kilometer di atas permukaan laut.
Danau Toba dilihat dari Menara Pandang Tele (Nani Mashita) |
Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti
bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Peristiwa ini bahkan
menyusutkan jumlah manusia hingga 60
persen dari populasi manusa saat itu sekitar 60 juta orang. Letusan ini
menciptakan sebuah kaldera yang terisi air dan dikenal sebagai Danau Toba serta
Pulau Samosir yang tercipta dari tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar.
Pada akhirnya, Danau Toba menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera
Utara selain Bukit Lawang, Berastagi dan Nias, yang menarik wisatawan domestik
maupun mancanegara.
Dari Medan, kita berkendara ke arah selatan menuju Parapat
yang menghabiskan perjalanan kurang lebih lima jam. Jika menggunakan kendaraan
umum, bisa naik dari bus pariwisata di Terminal Amplas, Jl. Sisingamaraja
dengan tarif sekira Rp35 ribu dan hanya beroperasi hingga tengah hari saja.
Namun, perjalanan menggunakan bus jauh lebih lama bila memakai travel L300 atau
yang disebut warga setempat sebagai taksi. Tarifnya lebih mahal yaitu Rp75 ribu
untuk mencapai ke Parapat.
Selanjutnya, Anda bisa menyeberang ke Pulau Samosir bisa
melewati Pelabuhan Tigaraja di Parapat dan langsung ke Tuk-tuk, yang jadi
memiliki banyak hotel maupun penginapan. Biaya penyeberangan hanya Rp5000 per
orang dengan jadwal penyeberangan dimulai pukul 08.00 WIB dan berangkat tiap
dua jam sekali. Jangan kaget bila saat menunggu ferry berangkat, Anda akan
disapa Horas. Itu adalah ucapan khas orang Batak.
Jika menggunakan kendaraan pribadi, Anda bisa menyeberang
lewat Pelabuhan Ajibata menggunakan kapal ferry menuju Tomok selama kurang
lebih 45 menit dengan biaya 100 ribu. Penyeberangan menggunakan paling lambat
adalah pada pukul 20.30 WIB sehingga kalau Anda kemalaman, bisa menginap di
berbagai hotel di Parapat dengan tarif mulai Rp50 ribu hingga Rp440 ribu. Harga
ini naik dua kali lipat ketika masa liburan tiba.
Di Pulau Samosir, Kecamatan Tuktuk merupakan lokasi
penginapan paling lengkap. Salah satu yang bisa jadi acuan adalah Toledo Inn.
Kamar dengan balkon yang menghadap langsung ke danau yang indah ini membuat
menginap terasa lebih rileks. Bahkan, hotel ini juga memiliki sebuah kolam
renang buatan yang memanjakan wisatawan. Namun, jangan coba-coba untuk melewati
batas yang ditetapkan karena kedalaman Danau Toba antara 500 meter hingga 900
meter.
Sayangnya, saat berkunjung kesana mentari tampaknya enggan
muncul. Angin pun terasa sangat kencang dibandingkan hari-hari biasanya. Meski
begitu, sarapan nasi goreng dengan secangkir kopi hangat yang menghadap ke
Danau Toba benar-benar membuat hidup terasa lebih menyenangkan.
Menara Pandang Tele
Sejatinya, berkeliling di Pulau Samosir dalam sehari saja
tidaklah membuat puas mata memandang. Disini, banyak lokasi wisata di Pulau
Samosir seperti Danau Sidihoni dan Aek Natongan, yang merupakan danau di atas
danau. Lalu ada pula pemandian air panas (Aek Rangat) yang bercampur belerang
di Pangaruran, air terjun Sampuran Efrata di desa Sosor Dolok di Kota Harian,
Aek Sipitu Dai (mata air tujuh rasa), kawasan cagar budaya pusuk buhit,
dan Menara Pandang Tele.
Tapi perjalanan menuju Berastagi dengan melewati jalur Tele tidak boleh
dilewatkan begitus saja. Disana, ada sebuah menara pandang Tele yang berada di
puncak pegunungan yang melingkari Pulau Samosir. Anda bisa memanfaatkan
kendaraan Sampri (Samosir Pribumi, red)
yang melayani trayek Kabanjahe-Pangururan, dengan tarif 35 ribu.
Perjalanan menuju Menara Pandang Tele memang tidak akan
sia-sia karena ‘ditemani’ dengan pemandangan Danau Toba. Namun, dari sisi ini
sudah terlihat banyak keramba-keramba milik masyarakat yang membudidayakan
berbagai ikan seperti mujair. Keberadaan ini mengkhawatirkan sejumlah pihak
karena ditakutkan mengganggu ekosistem danau toba yang asli yaitu ikan
pora-pora.
Jalur dilanjutkan membelah pegunungan yang berkelok-kelok
dengan hutan pinus yang menjulang tinggi ke langit. Kaca mobil pun layak
diturunkan untuk menikmati udara segar di pegunungan ini. Hanya saja, ada
beberapa titik yang menunjukkan bekas longsoran serta ketiadaan lampu
penerangan membuat pengendara harus ekstra hati-hati. Sepanjang perjalanan , pemandangan alam yang
luar bisa cantik luar biasa membuat turis selalu bersyukur atas keindahan alam
Indonesia. Ternyata Indonesia memiliki
pemandangan seindah pegunungan di Swiss dan diberkatilah Sumatera Utara dengan
adanya Danau Toba yang indah!
Menara ini dibangun pada era akhir 1980-an dan diresmikan
pada 22 April 1988 oleh Bupati Tapanuli Utara saat itu, Drs. G. Sinaga. Saat
dibangun, wilayah ini masih bagian dari
Kabupaten Tapanuli Utara sebelum akhirnya mekar menjadi Toba Samosir dan
akhirnya Kabupaten Samosir.
Dari lantai dasar menara, Gunung Pusuk Buhit, Danau Toba,
desa-desa di sekeliling Tele dan sejumlah air terjun terlihat cukup jelas. Dari
sini juga terlihat pemukiman warga di lembah Gunung Pusuk Buhit, di Sianjur
Mulamula yang konon disebut sebagai asal muasal masyarakat Batak. Sayangnya,
tidak ada fasilitas cukup berarti yang disediakan di menara Tele seperti
teropong. Bahkan, kondisinya juga terlihat kurang terawat dengan coretan
graffiti di lantai tiga. Selain itu, pengamanan untuk naik ke lantai tiga pun
seadanya saja dengan hanya berupa pegangan tangga saja. Naiklah di lantai
paling atas, dan kita seolah melihat keajaiban tangan Tuhan.
Air Terjun Sipiso-piso
Keajaiban lain yang harus ditengok adalah air terjun
Sipiso-piso yang ada di Kabupaten Karo dengan tarif masuk sebesar Rp4000 per
orang. Dari Tele, kami meluncur menuju ke Merek. Jika menggunakan kendaraan
umum, Anda bisa turun di perempatan Merek lalu naik becak ke arah air terjun
Sipiso-piso. Dari Medan, membutuhkan waktu perjalanan selama 3 jam dari Kota
Medan dengan menggunakan mobil.
Meski infrastruktur jalan yang kurang baik, namun hadir di
tempat itu juga menawarkan sebuah kepuasan batin. Sejauh mata memandang
hanyalah keindahan dan udara yang segar mengisi paru-paru yang biasanya berkutat
dengan asap knalpot. Konon, air terjun ini dinamakan Sipiso-piso karena bentuk
air yang jatuh ke bawah, berbentuk seperti hujaman pisau.
Air terjun sipiso-piso yang selalu bergemuruh (Nani Mashita) |
Disini, ada tangga khusus yang disediakan bagi pengunjung
yang ingin melihat dari dekat yang kadang-kadang disebut memiliki 1000 anak
tangga. Tidak butuh waktu lama untuk bisa mencapai dasar tangga yang cukup
curam itu. Sebaliknya, untuk kembali ke lokasi parkir butuh waktu sekitar 1
jam. Sayangnya, saat itu matahari mulai terbenam ke barat sedangkan jalur
tangga tidak memiliki penerangan cukup dan menyiutkan nyali untuk turun kesana.
Pemandangan dari atas juga tidak kalah menariknya. Pengelola menyiapkan space
cukup sekedar untuk duduk dan menikmati suasana air terjun Sipiso-piso.
Apalagi, danau toba sisi bagian utara ini terlihat begitu misterius dengan
kabut yang mulai turun.
Jika ingin lebih lama disini, Anda bisa mengunjungi Taman
Simalem Resort yang terkenal sebagai salah satu objek wisata terbaru, bahkan
termegah di ranah provinsi Sumatera Utara. Terletak di kawasan Bukit Merek
Sidikalang (antara Merek-Sidikalang), lokasi ini juga memiliki objek wisata
pegunungan dan pemandangan Danau Toba dengan luas areal kawasan wisata ini
mencapai 206 ha dgn lebih dari 25 ha memiliki tanaman buah-buahan khas Sumatera
Utara.
Taman Simalem Resort merupakan salah satu ekowisata yang
terletak di perbukitan barat laut Danau Toba yang berada di ketinggian 1.500
diatas permukaan laut. Kawasan ini menggabungkan konsep pertanian dan kegiatan
ekowisata. Dari berbagai referensi yang ada, ternyata Kawasan Wisata Taman
Simalem Resort ini dikembangkan oleh perusahaan swasta PT Merek Indah Lestari,
bekerja sama dengan Nexus Investment asal Singapura. Untuk penginapannya
benar-benar terletak di dalam hutan alam perbukitan dengan pemandangan air
terjun, sungai, dan pepohonan hijau yang lebat.
Berastagi
Daerah ini disebut sebagai Puncak-nya Sumatera Utara. Berada
di ketinggian 1.600 dpl, suhu di wilayah makin dingin setelah hujan mengguyur
kota yang memiliki Tugu Perjuangan itu. Kota ini adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karo, berjarak sekitar
66 kilometer dari Kota Medan. Berastagi diapit oleh 2 gunung berapi aktif yaitu
Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Sayangnya, kami hanya berkesempatan menikmati
gagahnya Gunung Sinabung sembari sarapan di hotel.
Perumahan mewah di kawasan Berastagi dengan latar belakang Gunung Sibayang (Nani Mashita) |
Kota Berastagi sangat mudah dijelajahi baik dengan berjalan
kaki maupun menggunakan transportasi umum dengan satu jalan utama. Transportasi antar desa biasanya menggunakan
opelet atau minivan bus di terminal. Disini, dikenal sebagai penghasil sayuran
dan buah-buahan, salah satu yang terkenal adalah kol, wortel, tomat dan cabai
merah. Produksi ini bahkan diekspo ke Malaysia dan Singapura. Berastagi
membangun sebuah monument khusus yangmenunjukkan daerahnya adalah tempat
sayuran yaitu monument dengan kol di atasnya. Selain itu, juga terkenal dengan
produksi jeruk manis dan markisa. Maka siap-siaplah menawar untuk bisa
mencicipi kelezatan markisa!
Selain pasar buah, Berastagi memiliki destinasi wisata baru
yaitu Taman Alam Lumbini, yang terletak di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolatrayat,
Kabupaten Karo, 50 km dari Medan. Taman
seluas 3 hektar ini memiliki replika
dari Pagoda Shwedagon yang ada di Kota Yangoon, Myanmar, yang selesai dibangun
pada 2010 lalu. Karena ini, vihara ini mendapat sertifikat rekor MURI sebagai
pagoda tertinggi dan acara kebaktian yang dihadiri bikhu terbanyak.
Meski jadi tempat ibadah orang Buddha, namun lokasi ini
terbuka untuk umum. Di pintu masuk, ada
dua buah patung gajah sebelum masuk ke areal vihara. Sebagai tempat sembahyang, maka pengunjung
diwajibkan melepas alas kakinya dan mematikan alat telekomunikasi. Disini, didalamnya terdapat 108 relik suci,
2958 rupang Budha, 30 rupang Arahat dan di sekitar pagoda ini juga terdapat
objek-objek suci Budha lainnya.
Replika Pagoda Shwedagon di Myanmar ternyata ada di Taman Alam Alam Lumbini, yang terletak di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolatrayat, Kabupaten Karo.(Nani Mashita) |
Hampir semua yang ada di dalam pagoda ini dibawa langsung
dari Myanmar termasuk juga pucuk pagoda diatas stupa setinggi 46,8 meter .
Rupang Budha dan relik-relik suci tersebut juga ditaruh ke dalam delapan stupa
yang mengelilingi pagoda yang membentuk mandala di Taman Alam Lumbini. Pucuk
pagoda (Seinpu) Shwedagon yang dibuat dan dibawa dari Myanmar ini terbuat dari
batu dan logam mulia yang sangat indah. Pintu masuk pagoda yang terbuat dari
kayu ukiran yang besar juga dibawa dari Myanmar, pintu kayu ukir ini punya
nilai seni tersendiri.
Jika masuk kedalam pagoda ini maka kita akan melihat 4
rupang Budha dengan ukuran sedang yang ada di bagian tengah yang menghadap ke 4
sisi ruangan dimana pengunjung yang datang yang ingin sembahyang ada di empat
sisi.
Istana Maimoon
Istana Maimoon adalah salah satu dari ikon kota Medan,
Sumatera Utara, terletak di kelurahan Sukaraja, kecamatan Medan Maimun. Tempat ini terkadang juga disebut sebagai
Istana Putri Hijau dan merupakan jejak kebesaran Kerajaan Deli. Didominasi
dengan warna kuning, pembangunan istana diselesaikan pada 25 Agustus 1888 di
masa kekuasaan Sultan Makmun al-Rasyid
Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun adalah putra sulung Sultan Mahmud Perkasa Alam,
pendiri kota Medan. Disini masih
dipajang berbagai koleksi istana seperti foto-foto, tempat singgasana hingga
perabotan tangga Belanda Kuno termasuk senjata. Sejak tahun 1946, Istana ini
dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli.
Seorang bocah berfoto mengenakan pakaian ala putri di depan singgasana raja di Istana Maimoon (Nani Mashita) |
Salah satu koleksi senjata yang terkenal adalah meriam
puntung yang legendaris. Dikisahkan, di Kerajaan Timur Raya, ada seorang putri
cantik yang bernama Putri Hijau dengan dua orang saudara laki-laki, yaitu
Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Saat Raja Aceh meminang, dua saudaranya
menolak sehingga sang raja menjadi marah. Raja ini lantas menyerang Kerajaan
Timur Raya dengan mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara ini masuk ke
kerajaan, konon Mambang Khayali berubah menjadi meriam dan menembak membabi
buta ke pasukan Aceh. Meriam ini akhirnya terpecah jadi dua yang mana bagian
depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe.
Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke
halaman Istana Maimoon.
Istana ini memiliki luas kurang lebih 2.772 m, dengan
halaman yang luasnya mencapai 4 hektar dengan gaya arsitektur perpaduan antara
Moghul, Timur Tengah, Spanyol, India, Belanda dan Melayu. Pengaruh Islam ada
pada lengkungan pada atap yang sangat popular di kawasan Timur Tengah sedangkan
arsitektur Belanda tampak pada bentuk pintu dan jendela yang lebar dan tinggi.
Tapi, terdapat beberapa pintu yang menunjukkan pengaruh Spanyol.
Sisa-sisa kemegahan Istana Maimoon masih dapat dinikmati hingga kini (Nani Mashita) |
Saat akan masuk, pengunjung akan dimintai tarif sebesar
Rp5000 saja.
Istana ini memiliki tiga bagian yaitu ruang utama, sayap
kanan dan sayap kiri. Di ruang induk atau utama, terdapat singgasana kerajaan
berada dengan warna kuning emas menyala. Sebuah lampu kristal berukuran besar
tampak menggantung disana. Ruangan ini biasanya digunakan untuk penobatan raja.
Disini, ada 30 ruangan dengan desain interior yang unik hasil perpaduan
berbagai negara.
Masjid Raya Medan
Masjid yang disebut dengan Masjid Raya Al Mashun ini
dibangun pada 1906 dan selesai pada 1909 dan awalnya dibangun menyatu dengan
kompleks Istana Maimoon. Masjid ini
berbentuk segi delapan dengan sayap di bagian selatan, timur, utara dan barat
yang pembangunannya menghabiskan dana satu juta gulden. Konon, pembangunan ini
ditanggung oleh seorang tokoh dari etnis Tionghoa Medan yaitu Tjong A Fie.
Arsitektur Masjid Raya Medan merupakan perpaduan Eropa, Melayu, Maroko dan Timur Tengah (Nani Mashita) |
Bahan bangunan masjid ini ada yang diimpor dari Italia dan
Jerman untuk marmer, kaca patri dari Cina dan lampu gantung asal Perancis.
Didesain dengan simetri segi delapan dengan desain dari Maroko, Eropa, Melayu
dan Timur tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing.
Gerbang mesjid ini berbentuk bujur sangkar beratap datar. Sedangkan menara
mesjid berhias paduan antara Mesir, Iran dan Arab. Bentuk kubahnya mengingatkan
kita pada Mesjid Raya Banda Aceh.
Meski infrastruktur yang kurang maksimal, namun berkunjung
ke Sumatera Utara memang tidak akan membosankan karena keindahan alamnya
Comments