Skip to main content

Laptop dan Gedung Rp 11 Miliar untuk DPRD Jatim


Imej bahwa anggota dewan yang terhormat ternyata hanya sekumpulan tikus-tikus pengerat tanpa ada kuasa memperjuangkan rakyat bisa jadi benar. Hobi mengedepankan kepentingan pribadi, rakus dan tutup mata telinga hati, menjadi hal yang lazim dilakukan anggota dewan. 

Tengok saja kelakuan anggota DPRD Jatim periode 2009-2014 yang ini lebih keterlaluan ketimbang anggota dewan sebelumnya.Kenapa saya bilang seperti itu? Ada beberapa hal yang bisa jadi acuan, salah satunya adalah pengesahan peraturan daerah. Meski periode ini juga membuat perda, namun tidak pernah sefenomenal yang disetujui oleh anggota dewan periode 2004-2009. 

Salah satu yang paling fenomenal adalah disahkannya Perda nomor 11/2005 tentang Pelayanan Publik yang diikuti dengan pembentukan Komisi Pelayanan Publik (KPP). Meski tertatih-tatih di awal pemberlakuannya, saat ini pelayanan publik di Jatim masuk jadi yang terbaik di Kementerian PAN. Perda lain adalah Perda nomor 9/2007 tentang Strenkali. Secara garis besar, perda ini mengizinkan warga stren tetap menempati strenkali dengan menjaga kebersihan lingkungan. Pemda/pemprov juga tidak bisa menggusur warga yang sudah menempati lahan strenkali. Sayang, setelah perda ini disahkan di dewan, kabarnya perda ini masih nyangkut di Kemendagri karena dianggap tidak sesuai dengan perundang-undangan yang lebih tinggi. 

Selain itu, di periode ini juga terjadi luapan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo. Tanpa mengabaikan peran pihak lain, dewan ikut serta memfasilitasi dan memperjuangkan aspirasi warga untuk mendapat ganti rugi yang layak. Anggota dewan juga membentuk pansus yang melejitkan anggotanya seperti M. Mirdasy ataupun Edy Wahyudi. 

Memang, di periode ini juga banyak masalah yang tersangkut seperti pembangunan PIA Jemundo yang diduga dikorupsi (belakangan terdakwa dibebaskan oleh MA), masalah tol tengah kota dan yang paling fenomenal adalah dugaan korupsi berjamaah dana P2SEM. Sayang, pihak berwajib baru menjaring beberapa anggotanya termasuk Ketua DPRD Jatim Fathorrasjid masuk bui. Seorang anggota dewan pernah bercerita bahwa dia terpaksa menyisihkan dana P2SEM yang dikemplangnya kepada penyidik agar lolos dari sasaran target. Anggota dewan yang lain bahkan menyerahkan seluruh dana P2SEM dengan jaminan bebas dari penyelidikan.

Back to periode sekarang. Honestly, agak kecewa dengan mereka-mereka yang duduk di kursi empuk anggota dewan. Target penyelesaian perda mereka selalu mbleset, jaraaaang banget ngantor di dewan dan secara intelektual, mereka tidak punya frame memperjuangkan kepentingan masyarakat. Kebanyakan dari mereka memang anggota baru dan juga muda. Lucunya, 'kebodohan' mereka malah jadi aturan lazim. 

Patokan yang paling gampang lihat siapa yang paling sering nongol di media. Beberapa kali anggota dewan yang dimunculkan itu-itu saja, beberapa mungkin terdengar agak basi dalam menanggapi permasalahan di Jatim. 

Yang paling baru adalah keinginan untuk membangun kamar khusus per anggota seperti di DPR RI setelah sebelumnya mereka minta diberi 'pinjaman' laptop dari APBD Jatim dengan anggaran Rp 800-an juta. 

DPRD Jatim saat ini memang tengah membangun gedung tiga lantai tepat di belakang gedung dewan yang lama. Sejak setahun terakhir, pembangunan tersebut bakal tuntas tahun ini dengan dana Rp 11 miliar. Menurut Kepala PU Cipta Karya Budi Susilo, akhir tahun lalu pembangunan sudah tuntas. Awal tahun diakhiri dengan penghalusan gedung. 

Rencana awal, gedung tersebut akan digunakan untuk anggota dewan yang minta jatah masing-masing satu kamar. Namun rencana ini batal dan membuat pegawai sekwan yang dipindah ke gedung baru. Sedangkan gedung lama akan direnovasi untuk ruang kerja anggota dewan. Informasi yang dihimpun tiap anggota akan dibangunkan kamar seluas 3x3 meter persegi yang disekat menjadi ruang kerja dan ruang tamu. Di sana juga disiapkan semacam bar kecil, televisi serta dilengkapi dengan pendingin ruangan. Tidak hanya itu, masing-masing anggota dewan akan diberi staf ahli untuk membantu kerja mereka. Karena keterbatasan anggaran, pembangunan kamar khusus dewan itu dilakukan bertahap.

Nah, keinginan ini tampaknya diam-diam ingin direalisasikan anggota dewan periode saat ini. Diduga untuk meminimalisir protes, kegunaan bangunan itu akan di-switch dulu dengan kegiatan pegawai sekwan yang selama ini menumpuk di gedung dewan lama. Pembangunan kamar kerja sendiri sempat disampaikan anggota dewan periode sebelumnya. Ide yang disampaikan dengan membangun tower dengan melakukan tukar guling dengan lahan dinsos milik Pemkot Surabaya disamping gedung dewan. Nantinya lahan tersebut akan diganti dengan lahan milik Pemprov Jatim di Margomulyo. Rencana prestisius ini akhrinya batal gara-gara mendapat tentangan keras masyarakat.

  
What a waste! Anggaran lagi-anggaran lagi dikeluarkan untuk renovasi gedung lama.
Anggota dewan kapan ya berubahnya ??? 

Comments

Mashita Mashita said…
tengkyu rendy....makasih buat atensinya. semoga bisa posting hal-hal yang informatif.

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej