Skip to main content

Transparansi Dana BOS Buruk

BOS Jatim untuk periode Juli-September 2010 telah dicairkan Rp 495,03 miliar

SURABAYA – Tak banyak orangtua mengetahui penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Ini menyebabkan akuntabilitas dan transparansi dana patut dipertanyakan. Bahkan Bank Dunia menilai pertanggungjawaban dana BOS buruk.
Anggota Dewan Pendidikan Divisi Penelitian dan Pengembangan Jatim, Rusminingsih menegaskan, minimnya informasi mengenai BOS membuat tak banyak yang mengetahui penggunaan dana ini. “Ketika tak banyak yang mengetahui maka akuntabilitas dan transparansinya patut kita pertanyakan,” ujar Rusminingsih dihubungi ponselnya, Rabu (11/9).
Ia menilai, hal ini disebabkan kurangnya komunikasi antara sekolah dan orangtua serta tak proaktifnya institusi pendidikan untuk menyosialisasikan program ini. Rendahnya sumber daya manusia juga menjadikan banyak kepala sekolah yang ketakutan menggunakan dana BOS di luar aturan main yang ada. Padahal dalam Permendiknas No. 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan menyebut sekolah boleh meminta sumbangan berdasarkan kesepakatan sekolah, komite sekolah dan orangtua.
Di sekolah swasta, BOS malah dianggap menyulitkan sehingga penyalurannya kerap kali ditolak. Ada anggapan menerima BOS berarti sekolah itu tak boleh lagi menarik dana dari siswa. “Padahal BOS untuk swasta kan sifatnya membantu sekolah,” tutur Rusminingsih sembari menyebut hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi oleh struktur birokrasi kepada sekolah.
Ini diakui h mantan anggota Komite Sekolah SDN Kertajaya Adriyanto. Ia mengatakan, sebagai orangtua tak banyak informasi yang diberikan sekolah perihal BOS. Orangtua juga tidak paham mengenai penggunaan maupun alokasi dana ini. Padahal orangtua membuka peluang membantu jika sekolah kekurangan dana karena tak ingin kualitas pendidikan turun karena hanya bergantung dan terpaku pada dana BOS. ”Orangtua terbuka untuk mendiskusikan biaya pendidikan diluar BOS,” terangnya.
Pernyataan Rusminingsih dan Adriyanto ini didukung hasil penelitian Bank Dunia (World Bank) terhadap 3.600 orangtua di 720 sekolah se Indonesia. Responden sebagian besar berpendidikan SD, SMP dan SMA dan pekerjaan responden mayoritas petani dan pekerja swasta dan mayoritas laki-laki. Menggunakan metode system cluster dan multi stage random sampling mengungkapkan, 71,16% orangtua tidak mengetahui laporan BOS dan 92,65% tidak melihat papan pengumuman sekolah tentang penggunaan BOS. Selain itu, 89,58% orangtua siswa tidak berpartisipasi perencanaan BOS.
Education Sector Leader World Bank, Mae Chu Chang menilai penyaluran dan transparansi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan oleh pemerintah dinilai buruk. Minimnya informasi dana BOS dan penggunaannya hanya diketahui sebagian kecil orangtua siswa menyebabkan buruknya transparansi dan akuntabilitas BOS. “Namun sebaliknya, rendahnya pengetahuan dan partisipasi orangtua disebabkan rendahnya transparansi dan akuntabilitas sekolah dalam mengelola BOS,” katanya.
Kesimpulan lain, orangtua juga jarang diundang ke sekolah untuk dialog mengenai dana BOS. Tak adanya pengumuman sekolah tentang pemakaian dana BOS juga turut menyebabkan penyaluran dana BOS tidak maksimal karena kurangnya pengawasan.
Padahal orangtua sangat peduli dengan peningkatan kualitas seoklah.
Meski begitu, Dispendik Provinsi Jatim masih menilai penyaluran dan penggunaan dana BOS periode Juli-September berjalan baik dan terserap seluruhnya. “Hasil evaluasi dana BOS terserap baik dan tak ada penyimpangan,” ujar Kadispendik Jatim Harun.
Kasubag Penyusunan Program Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, Puryanto menambahkan mengatakan transparansi dan akuntabilitas penggunaan BOS bisa dipertanggungjawabkan dengan pengawasan dan audit dari BPKP, BPK termasuk tim independen pemantau dana BOS. Selain itu, pengisian penerima BOS juga terpantau ketat lewat Lembar Kerja Individu Sekolah (LKIS). “Jadi sangat akuntabel,” tuturnya.
Untuk diketahui, dana BOS untuk triwulan ketiga Juli-September telah dicairkan sebesar Rp 495.027.138.750. Tahun ini, Jatim dikucuri dana BOS sebesar Rp 1.989.725.128.000 untuk mengkover biaya pendidikan siswa SD/SDLB maupun SMP/SMPLB/SMPT.
Rinciannya siswa SD/SDLB yang dikover selama satu tahun sebanyak 3.228.094 siswa, sedangkan untuk SMP/SMPLB/SMPT sebanyak 1.238.113 siswa. Per tahun, siswa SD/SDLB yang berada di kota disuplai BOS sebesar Rp 400 ribu per siswa per tahun, sedangkan yang berada di kabupaten disuplai bantuan sebesar Rp 397 ribu per siswa per tahun.
Sementara BOS untuk siswa SMP/SMPLB/SMPT yang berada di kota disuplai sebesar Rp 575 ribu per siswa per bulan per tahun. Sedangkan untuk di kabupaten, suplainya lebih sedikit yaitu Rp 570 ribu per siswa per bulan per tahun. Dana BOS ini sendiri diperuntukkan untuk kepentingan siswa seperti membayar biaya pendidikan, bahan-bahan habis dipakai, buku, biaya UKS. sit




BOS Jatim Tahun 2010

Dana Rp 1.989.725.128.000
Siswa SD/SDLB 3.228.094 siswa
SMP/SMPLB/SMPT 1.238.113 siswa

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jatim

Comments

Popular posts from this blog

Surabaya "hot potatoes"

Dua hari ini, Surabaya panas membara. Panas dalam arti sebenarnya. Membara dalam arti kiasan saking panasnya. Lek jare arek Suroboyo: "Hot potatoes" alias panas ngentang-ngentang. Atau : "The hot is not public" alias panas ra umum, ora njamak panase. Intinya panas di Surabaya dalam setahun belakangan ini benar-benar tak seperti biasane. Hampir 15 tahun tinggal di Surabaya - meski dalam periode tertentu meninggalkan kota ini - tau betul lah kalo Surabaya itu kota panas. Panas karena sinar matahari yang benar-benar menyengat. Bukan karena air laut - seperti Semarang, atau Jakarta - panas ditambah polusi yang parah. Mungkin tak sepanas Pontianak yang berada di garis khatulistiwa, tapi coba deh tinggal disini selama seminggu. Yang jelas, penjelasan Wikipedia bersuhu udara rata-rata 23,6 °C hingga 33,8 °C gak pas jeh. Dalam sebulan ini mencoba mengamati suhu di Surabaya terutama di siang hari. Nyaris gak pernah di bawah 33 derajat celcius. Bahkan hari ini,

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51. NANI MASHITA Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas mej