SURABAYA – Skandal Bank Century potensial memunculkan impeachment (pemakzulan) terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jika ditemukan bukti adanya pelanggaran hukum. Sebab, Presiden SBY adalah pemegang otoritas dan tanggung jawab tertinggi terhadap kebijakan di bawahnya.
Peringatan itu disampaikan Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga di Surabaya, Rabu (2/12). ”Kami menuntut Presiden RI bertanggung jawab terhadap kesalahan kebijakan yang diambil dalam melakukan bailout (dana talangan) Bank Century senilai Rp 6,7 trilun,” kata Airlangga Pribadi Kusman SIP, koordinator Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga, di kampusnya pagi tadi.
Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga beranggotakan 13 dosen Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Mereka menjadwalkan jumpa pers khusus pukul 10.00 WIB pagi tadi menanggapi panasnya kasus Bank Century.
Selain Airlangga, anggota Serikat Dosen Progresif Unair yang berasal dari FISIP adalah Joko Susanto SIP MPhil, Bambang Boediono MS, Novri Susan SSos MA, A Safril Mubah SIP, Dina Septiani, Moch Yunus, Fachrul Muzaqqi, Hari Fitrianto, dan Fendy Eko Wahyudi. Tiga anggota lainnya dari FH, yaitu Herlambang Perdana Wiratraman, Joeni Arianto, dan Franky Butar-Butar.
Kata Airlangga, SBY memegang otoritas dan tanggung jawab tertinggi terhadap setiap kebijakan yang ada di bawahnya. Termasuk bailout Bank Century pada akhir 2008 yang menyulut potensi penyalahgunaan kebijakan ekonomi untuk kepentingan kekuatan-kekuatan politik tertentu. Permasalahan itu tidak bisa berhenti hanya di level Gubernur Bank Indonesia yang saat itu dijabat Boediono dan Menteri Keuangan yang saat itu dijabat Sri Mulyani.
Atas kasus bailout Century ini, pihaknya menuntut presiden bertanggung jawab. Selain itu, mendesak Pansus Hak Angket Bank Century untuk mengusut tuntas skandal ini. Investigasi harus dilakukan secara mendalam, sehingga bisa membongkar siapa yang memberi dan menerima. ”Bila terbukti presiden terlibat langsung, kemungkinan besar impeachment terhadap presiden bisa terjadi,” jelasnya.
Airlangga menambahkan, Boediono yang pada saat keputusan itu diambil menjabat Gubernur BI dan Sri Mulyani menjabat Menkeu terkait langsung dengan skandal ini. Keterlibatan mereka harus diusut tuntas.
Pihaknya berharap terungkapnya kasus Bank Century menjadi pintu bagi pengusutan kembali kasus-kasus perbankan lainnya, seperti kasus Bank Bali dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
KPK Siap Usut Boediono
Sementara itu, Plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkap kemungkinan pihaknya memeriksa Wapres Boediono dalam penyelidikan kasus Century.
Apakah siap memeriksa Boediono? ’’Tentunya segala pihak yang menurut kami perlu dengar keterangannya, ya akan kami dengar,’’ ujar Tumpak di sela Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi, di Jakarta, pagi tadi.
Tumpak menjelaskan, KPK sebentar lagi juga akan meminta BPK untuk memaparkan audit Bank Century. ’’Supaya bisa lebih jelas buat kami,’’ kata Tumpak. Hasil penyelidikan kasus Century ini, kata dia, akan diteliti dan disimpulkan apakah ada peristiwa pidana atau tidak. ’’Kalau ada (unsur pidana) tentu akan ditingkatkan ke penyidikan,’’ imbuhnya.
Tumpak berharap dapat bekerja sama dengan PPATK untuk mendapatkan data mengenai aliran dana talangan Rp 6,7 triliun Bank Century. ’’Melalui koordinasi yang baik mungkin kita akan terima dari data PPATK,’’ kata Tumpak.
Sebelumnya, mantan Ketua Amien Rais mendesak Boediono dan Sri Mulyani nonaktif dari jabatan Wapres dan Menkeu selama pengusutan kasus ini oleh Pansus angket Century DPR. Bahkan, Amien mengatakan sebaiknya Boediono dan Sri Mulyani diganti agar tak mengganggu pemerintahan Presiden SBY.
Terlalu Jauh
Salah seorang inisator angket, Mukhammad Misbakhun, menganggap pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden SBY sebagai isu jalanan. Hak angket Bank Century masih tidak ingin menarget orang namun mengungkap kebenaran.
”Kemungkinan dijatuhkannya impeachment kepada SBY terlalu jauh. Skandal Century ini tidak serta merta bisa menjatuhkan SBY, tidak seperti kala DPR melengserkan Gus Dur lewat skandal Bulloggate,” kata Misbakhun yang dihubungi Rabu (2/12) siang tadi. ’’Target kita bukan impeachment. Itu terlalu dini,’’ tambahnya.
Anggota DPR dari Fraksi PKS ini memahami bahwa ada rasa ketidakadilan masyarakat terkait pencairan dana talangan tersebut. Tetapi Pansus hak angket harus menjaga kredibilitasnya supaya tidak terpengaruh dengan isu yang beredar diluar parlemen. ’’Jangan juga isu jalanan seakan-akan jadi kebenaran. Harus dicari fakta dan kebenarannya,’’ katanya.
Dia mambantah bahwa penolakan wacana pemakzulan terhadap Presiden Yudhoyono berkaitan dengan posisi PKS sebagai kawan koalisi Partai Demokrat. Dia menyatakan siap berada di depan untuk membela pemerintahan yang baik dan bersih. Dia mendukung pernyataan presiden bahwa skandal ini harus diusut supaya tak jadi fitnah.
Namun jika ada pribadi yang terkena dalam pengusutan skandal ini lewat hak angket, itu sebuah konsekuensi. Partai pun tak khawatir jika figur yang didukung dalam Pemilu lalu akhirnya lengser keprabon. "Semua serba mungkin, tetapi harus benar-benar diusut supaya data-data yang ada bisa dibuktikan," ujarnya.
Sikap yang sama juga diberlakukan bagi Boediono, yang mana Pansus angket bakal melihat posisinya secara proporsional. Mundur tidaknya Boediono dari jabatan Wapres, harus dicari keterkaitan dulu meski hasil audit BPK menyatakan kesalahan BI melanggar undang-undang. Saat pencairan bailout, Boediono menjadi gubernur BI. "Ini jangan preseden bahwa pansus memaksa orang dalam jabatan tertentu harus mundur. Harus ada pengujiannya dulu," katanya.
Menurut Eva Sundari, mekanisme pemakzulan presiden tak semudah seperti zaman saat Gus Dur masih jadi presiden. Pasalnya dalam undang-undang no 27/2009 soal MPR, DPR, DPD, dan DPRD mekanismenya berubah.
Dia menjelaskan apabila DPR menemukan pelanggaran dari pemerintah atas kebijakan tertentu maka dan DPR bisa menggunakan hak berpendapat. Hak ini levelnya jauh lebih tinggi ketimbang hak angket. Untuk menggunakan hak ini maka DPR akan membentuk pansus lagi dan menyatakan bakal memakzulkan presiden.
’’Tapi yang memutuskan meng-impeachment atau tidak menunggu rekomendasi Mahkamah Konstitusi. Nanti mereka yang menganalisis itu. Jadi tak mudah seperti zaman Gus Dur,’’ ujarnya.
Menurut dia, pemakzulan SBY tak menjadi tujuan akhir Pansus. Dalam usulan hak angket ada lima poin yang ingin ditarget namun tidak menyentuh hingga SBY. "Tapi kalau dalam proses penyelidikan misalkan saksi disuruh kok, maka bisa saja terjadi," pungkasnya.
PDIP sendiri sudah memutuskan lima nama yang masuk ke pansus hak angket. Mereka adalah Eva Sundari, Ganjar Pranowo, Gayus Lumbuun, Maruarar Sirait dan Hendrawan Supratikno. PDIP akan mengusulkan Gayus menjadi ketua pansus. sis, sit, mer
www.surabayapost.co.id
Peringatan itu disampaikan Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga di Surabaya, Rabu (2/12). ”Kami menuntut Presiden RI bertanggung jawab terhadap kesalahan kebijakan yang diambil dalam melakukan bailout (dana talangan) Bank Century senilai Rp 6,7 trilun,” kata Airlangga Pribadi Kusman SIP, koordinator Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga, di kampusnya pagi tadi.
Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga beranggotakan 13 dosen Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Mereka menjadwalkan jumpa pers khusus pukul 10.00 WIB pagi tadi menanggapi panasnya kasus Bank Century.
Selain Airlangga, anggota Serikat Dosen Progresif Unair yang berasal dari FISIP adalah Joko Susanto SIP MPhil, Bambang Boediono MS, Novri Susan SSos MA, A Safril Mubah SIP, Dina Septiani, Moch Yunus, Fachrul Muzaqqi, Hari Fitrianto, dan Fendy Eko Wahyudi. Tiga anggota lainnya dari FH, yaitu Herlambang Perdana Wiratraman, Joeni Arianto, dan Franky Butar-Butar.
Kata Airlangga, SBY memegang otoritas dan tanggung jawab tertinggi terhadap setiap kebijakan yang ada di bawahnya. Termasuk bailout Bank Century pada akhir 2008 yang menyulut potensi penyalahgunaan kebijakan ekonomi untuk kepentingan kekuatan-kekuatan politik tertentu. Permasalahan itu tidak bisa berhenti hanya di level Gubernur Bank Indonesia yang saat itu dijabat Boediono dan Menteri Keuangan yang saat itu dijabat Sri Mulyani.
Atas kasus bailout Century ini, pihaknya menuntut presiden bertanggung jawab. Selain itu, mendesak Pansus Hak Angket Bank Century untuk mengusut tuntas skandal ini. Investigasi harus dilakukan secara mendalam, sehingga bisa membongkar siapa yang memberi dan menerima. ”Bila terbukti presiden terlibat langsung, kemungkinan besar impeachment terhadap presiden bisa terjadi,” jelasnya.
Airlangga menambahkan, Boediono yang pada saat keputusan itu diambil menjabat Gubernur BI dan Sri Mulyani menjabat Menkeu terkait langsung dengan skandal ini. Keterlibatan mereka harus diusut tuntas.
Pihaknya berharap terungkapnya kasus Bank Century menjadi pintu bagi pengusutan kembali kasus-kasus perbankan lainnya, seperti kasus Bank Bali dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
KPK Siap Usut Boediono
Sementara itu, Plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkap kemungkinan pihaknya memeriksa Wapres Boediono dalam penyelidikan kasus Century.
Apakah siap memeriksa Boediono? ’’Tentunya segala pihak yang menurut kami perlu dengar keterangannya, ya akan kami dengar,’’ ujar Tumpak di sela Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi, di Jakarta, pagi tadi.
Tumpak menjelaskan, KPK sebentar lagi juga akan meminta BPK untuk memaparkan audit Bank Century. ’’Supaya bisa lebih jelas buat kami,’’ kata Tumpak. Hasil penyelidikan kasus Century ini, kata dia, akan diteliti dan disimpulkan apakah ada peristiwa pidana atau tidak. ’’Kalau ada (unsur pidana) tentu akan ditingkatkan ke penyidikan,’’ imbuhnya.
Tumpak berharap dapat bekerja sama dengan PPATK untuk mendapatkan data mengenai aliran dana talangan Rp 6,7 triliun Bank Century. ’’Melalui koordinasi yang baik mungkin kita akan terima dari data PPATK,’’ kata Tumpak.
Sebelumnya, mantan Ketua Amien Rais mendesak Boediono dan Sri Mulyani nonaktif dari jabatan Wapres dan Menkeu selama pengusutan kasus ini oleh Pansus angket Century DPR. Bahkan, Amien mengatakan sebaiknya Boediono dan Sri Mulyani diganti agar tak mengganggu pemerintahan Presiden SBY.
Terlalu Jauh
Salah seorang inisator angket, Mukhammad Misbakhun, menganggap pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden SBY sebagai isu jalanan. Hak angket Bank Century masih tidak ingin menarget orang namun mengungkap kebenaran.
”Kemungkinan dijatuhkannya impeachment kepada SBY terlalu jauh. Skandal Century ini tidak serta merta bisa menjatuhkan SBY, tidak seperti kala DPR melengserkan Gus Dur lewat skandal Bulloggate,” kata Misbakhun yang dihubungi Rabu (2/12) siang tadi. ’’Target kita bukan impeachment. Itu terlalu dini,’’ tambahnya.
Anggota DPR dari Fraksi PKS ini memahami bahwa ada rasa ketidakadilan masyarakat terkait pencairan dana talangan tersebut. Tetapi Pansus hak angket harus menjaga kredibilitasnya supaya tidak terpengaruh dengan isu yang beredar diluar parlemen. ’’Jangan juga isu jalanan seakan-akan jadi kebenaran. Harus dicari fakta dan kebenarannya,’’ katanya.
Dia mambantah bahwa penolakan wacana pemakzulan terhadap Presiden Yudhoyono berkaitan dengan posisi PKS sebagai kawan koalisi Partai Demokrat. Dia menyatakan siap berada di depan untuk membela pemerintahan yang baik dan bersih. Dia mendukung pernyataan presiden bahwa skandal ini harus diusut supaya tak jadi fitnah.
Namun jika ada pribadi yang terkena dalam pengusutan skandal ini lewat hak angket, itu sebuah konsekuensi. Partai pun tak khawatir jika figur yang didukung dalam Pemilu lalu akhirnya lengser keprabon. "Semua serba mungkin, tetapi harus benar-benar diusut supaya data-data yang ada bisa dibuktikan," ujarnya.
Sikap yang sama juga diberlakukan bagi Boediono, yang mana Pansus angket bakal melihat posisinya secara proporsional. Mundur tidaknya Boediono dari jabatan Wapres, harus dicari keterkaitan dulu meski hasil audit BPK menyatakan kesalahan BI melanggar undang-undang. Saat pencairan bailout, Boediono menjadi gubernur BI. "Ini jangan preseden bahwa pansus memaksa orang dalam jabatan tertentu harus mundur. Harus ada pengujiannya dulu," katanya.
Menurut Eva Sundari, mekanisme pemakzulan presiden tak semudah seperti zaman saat Gus Dur masih jadi presiden. Pasalnya dalam undang-undang no 27/2009 soal MPR, DPR, DPD, dan DPRD mekanismenya berubah.
Dia menjelaskan apabila DPR menemukan pelanggaran dari pemerintah atas kebijakan tertentu maka dan DPR bisa menggunakan hak berpendapat. Hak ini levelnya jauh lebih tinggi ketimbang hak angket. Untuk menggunakan hak ini maka DPR akan membentuk pansus lagi dan menyatakan bakal memakzulkan presiden.
’’Tapi yang memutuskan meng-impeachment atau tidak menunggu rekomendasi Mahkamah Konstitusi. Nanti mereka yang menganalisis itu. Jadi tak mudah seperti zaman Gus Dur,’’ ujarnya.
Menurut dia, pemakzulan SBY tak menjadi tujuan akhir Pansus. Dalam usulan hak angket ada lima poin yang ingin ditarget namun tidak menyentuh hingga SBY. "Tapi kalau dalam proses penyelidikan misalkan saksi disuruh kok, maka bisa saja terjadi," pungkasnya.
PDIP sendiri sudah memutuskan lima nama yang masuk ke pansus hak angket. Mereka adalah Eva Sundari, Ganjar Pranowo, Gayus Lumbuun, Maruarar Sirait dan Hendrawan Supratikno. PDIP akan mengusulkan Gayus menjadi ketua pansus. sis, sit, mer
www.surabayapost.co.id
Comments