Skip to main content

Posts

Showing posts from 2011

Perempuan dan Serat Centini

Serat Centini...sebuah karya yang sangat terkenal. Ada banyak ulasan mengenai karya yang ditulis pada abad XIX oleh tiga orang abdi dalem Kasunanan Surakarta, yaitu: Kyai Yasadipura I, Kyai Ranggasutrasno dan Raden Ngabehi Sastradipura (Kyai Haji Ahmad Ilhar) tersebut. Mengutip laman http://seratcenthini.wordpress.com/ penulisan itu atas perintah putra mahkota, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangku Nagara III yang kemudian menjadi raja bergelar Sunan Paku Buwana V (1820–1823). Serat Centhini menceritakan perjalanan hidup Syaikh Among Raga, salah seorang keturunan Sunan Giri yang melarikan diri setelah Keraton Giri diserang dan diduduki oleh tentara Sultan Agung yang dibantu Pangeran Pekik dari Surabaya. Syaikh Among Raga bersembunyi dan tinggal di satu pesantren ke pesantren lain sebagai santri kelana. Di situlah Syaikh Among Raga banyak mendapatkan pengajaran agama Islam, khususnya tentang kitab-kitab klasik (kitab kuning). Serat Centhini menyebutkan tidak kurang dari 20 na

UNY Ingin Jadi Yang Terdepan di Pendidikan Karakter

Foto: M. Asim Pendidikan karakter menjadi isu yang digulirkan dengan tujuan perbaikan sistem pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta ingin berperan lebih dalam pendidikan karakter tersebut. Berikut perbincangan dengan Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab MA MPd. ********** Pendidikan karakter sekarang banyak dibahas berbagai pakar pendidikan. Tapi sebenarnya apa latar belakang pendidikan karakter? Pendidikan idealnya adalah untuk menciptakan insan yang berketuhanan sekaligus berkebangsaan berdasarkan Pancasila. Pendidikan karak ter ini mencoba mengartikulasikan hal itu dan memantapkannya. Sebenarnya bagaimana mengaplikasikan pendidikan karakter dalam sistem pendidikan kita? Pendidikan karakter itu sebenarnya bisa di berbagai jalur. Bisa dimasukkan ke berbagai mata kuliah, ada di akademik. Artinya bahwa pendidikan pesan dari pendidikan nilai itu bisa dimasukkan ke semua pelajaran. Apapun itu mulai dari sosial hingga Matematika. Pendidikan karakter ini kan sebenarnya prose

Metafor dan Metamorfosis: Membaca Kembali ‘Malangsumirang’

OLEH: GOENAWAN MOHAMAD Pidato Penerimaan “Anugerah Hamengku Buwono IX’, Universitas Gadjah Mada, 19 Desember 2011. I Tak perlu saya kemukakan dengan paragraf-paragraf yang panjang rasa terima kasih saya atas kehormatan istimewa yang saya terima hari ini. Bagi saya, anugerah ini, di bawah nama ‘Hamengku Buwono IX’, menjadi tambah berharga karena apa yang saya kenang dari tokoh besar Yogyakarta dan Republik Indonesia itu. Yang saya kenang berasal dari tanggal 8 Oktober 1988. Itu hari pemakaman agung Sri Sultan. Hari itu saya berada di kota ini, bertugas meliput peristiwa besar itu, dan ikut menyumbang laporan yang dimuat di Majalah TEMP0 ini. Izinkan saya membacanya di sini: Tiga abad yang lalu, gunung bergemuruh ketika Sultan Agung mangkat. Babad Tanah Jawi mencatat itu. Pekan lalu, Sultan Hamengku Buwono IX wafat, dan tak ada gemuruh gunung dan tak ada gempa. Yang ada gemuruh lain: ratusan 1 * Pidato penerimaan Anugerah ‘Hamengku Buwono IX’ dari Universitas Gadjah Mada, 19 De

Beranjak Pergi............

Satu per satu teman-teman beranjak pergi. Bukan ke surga. Apalagi ke neraka. Mereka hanya pergi ke tempat lain. Aku harap di tempat yang lebih baik dari sekarang. Senang ? Tentu. Mereka memilih dan mengambil keputusan melanjutkan hidup. Teman-teman yang berjuang untuk meraih mimpi. Mimpi mereka sendiri. Tapi sekaligus aku sedih. Karena tiba-tiba saja hidup menjadi sepi. Tidak ada lagi teman yang suka lemot. Tidak ada lagi yang pendiam namun lidahnya tajam. Gak ada yang heboh main PS di kantor. Tidak ada lagi lontaran konyol dan sikap yang bikin ketawa ngakak. Gak ada lagi yang narsis disini. Udah pada tua. Ya ada sih yang masih asyik. Tapi jarang. Ngomong pada serius semua. Jelas soal masa depan yang direncanakan. Uang yang dibutuhkan. Ah…bukannya tidak mau bicara soal masa depan kawan. Tapi aku kangen kalian. Pengen kumpul lagi. Meski sekedar ngopi hingga pagi. Meski dengan hanya obrolan tak berarti. I miss when we were together *big-big-big-big-b

Kisah Para Pengajar Muda dalam Buku Indonesia Mengajar

Program Indonesia Mengajar yang dirintis Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan melahirkan kisah pengajar-pengajar muda bersemangat yang inspiratif. Kisah tersebut dituangkan dalam sebuah buku berjudul Indonesia Mengajar. Kebetulan, saya bertemu dengan salah satu pengajar muda saat penerbit buku Bentang Pustaka meluncurkan dan mendiskusikan buku Indonesia Mengajar di lobi MAP Fisipol UGM Agus Rachmanto. Agus tidak memiliki latar belakang mengajar karena dia lulusan dari Ilmu Administrasi Negara Fisipol Universitas Gadjah Mada angkatan 2008. Namun, saat itu dia membaca tantangan dari Anies Baswedan yang mengajak pemuda untuk mengajar di daerah pedalaman. “Saya kira itu menarik. Lagipula selama ini saya kuliah di UGM, ada subsidi Negara. Jadi program Indonesia mengajar menjadi salah satu cara saya untuk membayar ‘hutang’ pada masyarakat,” tutur pria asal Kebumen itu. Agus merupakan penerima beasiswa dari PPSDMS Nurul Fikri serta PPKB UGM sebagai mahasiswa berprestasi yang diwu

Menuju Bumi Para Dewa

SEPERTI namanya, dataran tinggi Dieng menyimpan berjuta misteri yang begitu memikat untuk diungkap. Selain keindahan alamnya, saya merasakan kehangatan dan kesederhanaan masyarakat Dieng Kulon saat berkunjung ke tempat tersebut akhir Oktober lalu. ************ Mengutip laman Wikipedia, Dieng merupakan kawasan tinggi di Jawa Tengah dan termasuk sebagai salah satu wilayah terpencil di provinsi ini. Dieng terletak di sebelah barat komplek Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing serta berada di kawasan vulkanik aktif dengan ketinggian rata-rata sekitar 2000 meter di atas permukaan laut. Secara administrasi dataran tinggi Dieng terbagi dalam dua wilayah yaitu Dieng Kulon di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Dieng di Kecamatan Kejajar KabupatenWonosobo. Ada beberapa alternatif yang bisa digunakan jika ingin berkunjung ke Dieng Kulon yang berada di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara itu. Untuk menuju ke lokasi, bisa menggunakan sepeda motor maupun menggunakan bus yang

(Sebaiknya) Mahasiswa FK Harus Orang Kaya

Selasa (29/11) pagi, saya mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah berbincang dengan kolega baru, saya bersama beberapa kawan memutuskan untuk sarapan di kantin kampus. Jujur, saya sangat menikmati makanan sehat yang disajikan kantin itu terutama ketiadaan penggunaan MSG. Saya pun merasa nyaman dengan kampusnya yang bersih, dengan para calon dokter berpakaian rapi dan cantik bersliweran sembari membawa buku tebal. Melihat beberapa di antaranya mengenakan jas dokter begitu gagah dan menawan. Apalagi, cuaca pagi tadi sangat cerah. Tetapi, kenyamanan saya tiba-tiba terusik dengan tindakan salah seorang mahasiswa disana. Jamaknya sebuah kantin yang meja-kursi selalu penuh dan harus berbagi dengan orang lain yang tidak satu kelompok, mahasiswi itu terlihat sangat memusuhi dan judes. Awalnya cuek. Tapi ketika dia sudah pindah meja, dengan seenaknya mengambil wadah sambal tanpa permisi. Sontak, saya pun kecewa. Hilang rasa simpati saya terhadap mahasiswa kedokteran

Anak Penjual Bakso yang Lulus Cumlaude

Sri Harmini Anak Penjual Bakso yang Lulus Cumlaude Sempat bingung dengan kelanjutan pendidikannya karena kesehatan ayah drop, Sri Hatmini malah lulus dengan cumlaude. Putri sulung pedagang bakso keliling itu bahkan sempat mengecap Swedia untuk riset mengenai energi biokonversi dari limbah kelapa sawit. NANI MASHITA, Jogja SEPASANG muda-mudi tengah melihat daftar minuman ketika menemui mereka. Keduanya terlihat mesra dengan lirikan yang sesekali dilempar satu sama lain. ”Kami baru saja menikah. Jadi paket lengkap ijabsah dan ijazah,” kata Mini, panggilan akrabnya, dengan wajah malu-malu. Sang suami, Yahya Farqadain, hanya tertawa ketika ditanya mengenai pernikahan yang ternyata baru berlangsung 19 November. Pria alumnus Jurusan Elektro Fakultas Teknik UGM itu membenarkan kalau keduanya baru saja melangsungkan pernikahan. ”Tadinya ingin menikah setelah Mini diwisuda. Ternyata, wisudanya molor dan keduluan tanggal nikah,” katanya tertawa kecil. Pernikahan ini memang melengkapi

Imaji Nirwana di Kawah Putih

Kawah Putih menjadi objek wisata yang layak untuk dikunjungi saat berada di Bandung Selatan. Objek ini menawarkan sebuah imaji mengenai sebuah nirwana. Pertengahan November ini bersama rombongan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengunjungi ceceran surga itu. ********** MENUJU lokasi objek wisata Kawah Putih memang membutuhkan kesabaran karena lokasi ini berada di wilayah Ciwidey, Bandung Selatan, Jawa Barat. Apalagi jika Anda melakukan perjalanan di akhir pekan maka bersiaplah menghadapi kemacetan. Meski begitu, perjalanan yang cukup jauh dalam mencapai lokasi cukup terhibur dengan adanya tanaman strawberry yang ada di kanan-kiri. Dan kelelahan pun terbayar lunas dengan keindahan Kawah Putih. Kawah Putih terletak di selatan Kota Bandung, sekitar 46 km atau setidaknya membutuhkan waktu dua setengah jam. Kawah yang berada 2.194m dpl sebenarnya terbentuk akibat letusan Gunung Patuha pada abad X dan XII silam. Gunung Patuha atau Gunung Sepuh (Pak Tua), memiliki ketinggian 2.434m di

Mutiara Bening

Bulir-bulir air mata itu perlahan turun dari ujung mata. Lama kelamaan, bulir-bulir itu mengaris deras ibarat air dam yang dibuka penutupnya. Hujan yang turun hari itu bahkan kalah deras dengan kesedihannya yang berturut-turut turun tanpa tertahan. Bahunya tergugu, tangannya memeluk kakinya. Tangis di pinggir jalan itu sama sekali tak terduga. Tak ada orang yang tahu. Tak ada orang yang mendengar. Tak ada pula yang memeluk perempuan itu. Tua. Ringkih. Rapuh. Tidak ada yang tahu tangis perempuan itu menanti maut. Malaikat bertudung hitam itu telah dilihatnya dalam tiga hari terakhir. Awalnya dia takut mati. Tapi kini dia takut mati karena meninggalkan seorang gadis kecil, yang dipungut dari sampah, dan dianggapnya cucu. Dia menangis dengan sakit tertahan. Malaikat itu sudah tidak bisa ditawar. Tapi tubuhnya mengejan. Menolak jiwa pergi darinya. Tapi tangis itu tiba-tiba diam. Sunyi. Perempuan itu mati dengan sisa mutiara bening di pipinya. Jo

Guru Menyontek, Siswa???

Sebuah peristiwa mengejutkan saya hadapi ketika memantau situasi ujian ulang pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG) di kampus UNY. Ini adalah ujian sertifikasi bagi guru. Sebelumnya, saya hanya memantau dari jauh pelaksanaan ujian PLPG tahap satu dan hasilnya yang cukup mengejutkan. Dari 2000-an guru se-DIY yang mengikuti ujian, 52 persen di antaranya tidak lulus atau 1.285 guru yang harus ikut ujian ulang. Beuh!!! Yang luar biasa, ternyata kondisi ini tidak hanya dihadapi oleh provinsi DIY namun semua wilayah di Indonesia juga mengalami hal serupa. Di Aceh, pak ketua rayon mengatakan kelulusan cuma 20 persen!!! Baiklah….ini kenyataan. Karena banyak yang tidak lulus, pemerintah memberikan kesempatan bagi guru untuk melakukan ujian ulang PLPG. Dan kemarin, diikuti 1.285 guru yang tidak lulus itu dong. Maka saya memilih untuk datang ke TKP sembari jeprat-jepret , siapa tau ketemu peserta yang lagi minta jawaban. TAAAAPIII………kenyataan lebih buruk ketimbang ekspektasi saya

Rokok, Pembunuh nomor 1

Siapa yang tidak mengenal rokok? Semua orang, apalagi di Indonesia, tentu sangat mengenal dengan produk satu ini. Di Jatim, setidaknya ada dua daerah penghasil rokok terbesar yaitu PT Gudang Garam Tbk di Kediri dan PT HM Sampoerna yang berkedudukan di Surabaya. Dua pabrik ini menghidupi ribuan pekerja dan menghasilkan jutaan lintingan rokok tiap harinya. Saya tidak akan mengkritik, melarang, apalagi menghujat perokok. Silakan saja. Itu pilihan Anda. Tapi rokok adalah alat untuk membunuh dua orang sekaligus, perokok aktif dan perokok pasif. Ingat itu. Saya mau menulis mengenai hasil sejumlah riset yang saya kutip dari Quit Tobacco Indonesia. Dalam paparan yang disampaikan pada publik beberapa waktu lalu di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Koordinator Quit Tobacco Indonesia Yayi Prabandari menyebut rokok menyebabkan SATU KEMATIAN TIAP ENAM DETIK. Total ada 5,4 juta jiwa meninggal pada tahun 2005 karena merokok dan 100 juta jiwa selama abad ke-20.Jika dibiarkan maka di

Bicara pada Hujan

Hujan, aku ingin berkisah padamu Mengenai pegunungan, Rindangnya pepohonan, Hijaunya rerumputan, dan beningnya embun Dan Engkau yang menyegarkan bumi dengan derasmu Tetapi Hujan...tiap kau datang, selalu membawa Kabut Pekat Kabur Dingin Misteri Dan disana tersembunyi perih Sedih Tangis Disana tersimpan marah Kecewa Gelisah Tetapi juga pasrah Tidak mungkin aku menyalahkan engkau, Hujan Tidak juga pada Malam yang indah penuh gemintang Yang bisa kulakukan hanyalah marah, gelisah, pasrah dan berdamai dengan mega *JOGJA, 2 November 2011

Sosmed dan Persahabatan

Social media menjadi booming baru di sebuah negara yang disebut Indonesia. Aneka macam jenisnya dan yang paling populer tentu adalah Facebook atau kerap disebut bebas menjadi Fesbuk. Yang laris manis diserbu para netter Indonesia adalah Twitter dengan kicauan 140 karakter. Di belakang itu, berderet-deret aneka sosial media mulai dari LinkedIn, Google+, Netlog dan yang sempat fenomenal adalah Friendster. Saya tidak akan membahas mengenai transformasi media sosial, keuntungan atau kekurangannya, atau menjelaskan rinci. Saya punya akun twitter atau di fesbuk. Tetapi, saya bukan orang yang ahli soal media sosial. No...no...no...Sudah banyak pakar yang membahas itu, silakan googling saja. Saya cuma mau sharing mengenai pengalaman saya apdet status ataupun bercicit cuit di twitter. Secara singkat, saya kenal Friendster lebih dulu. Jaman itu, FS sudah sangat keren apalagi kalo wall kita dipenuhi dengan aneka komentar dari para followers. Hehehe...namun kekerenan ini tiba-tiba terasa m